Seperti hari-hari sebelumnya, pagi ini Jingga sudah diam di atas motornya menunggu Mentari keluar dari rumahnya.
Senyum Jingga terbit saat melihat Mentari keluar dari rumahnya.
"Heh!" Jingga nyengir.
Mentari menoleh dan memasang senyum tipis saat yang dilihatnya adalah Jingga. "Hah-heh-hah-heh mulu lo!" cibir Mentari.
"Gimana gue lah!" Jingga semakin nyengir.
"Mau jemput gue kan? Mana helm gue?" Mentari menyodorkan tangannya meminta helm pada Jingga.
"Dih! Siapa juga yang mau jemput lo!" Jingga mendelik ke arah Mentari. "Orang gue mau jemput calon istri gue." lanjut Jingga.
Calon istri? Mentari terdiam beberapa saat. Ada perasaan aneh yang menyerbu hatinya. Seperti perasaan tidak suka.
"Oh ya udah." Mentari mengulas senyum paksa. Ia jadi bertanya-tanya pada dirinya sendiri. Dia cemburu?
Mentari berjalan mendahului Jingga yang masih anteng duduk di atas motornya.
Saat Mentari berjalan meninggalkannya, Jingga tersenyum geli. Ia bisa melihat raut wajah Mentari yang tidak suka. Akhirnya Jingga memasang helm-nya dan menyalakan mesin motornya kemudian ia menyusul Mentari yang sudah berjalan di depannya.
"Marah nih ceritanya?" goda Jingga saat motornya sudah sejajar dengan langkah Mentari. Ia menjalankan motornya pelan-pelan.
"Dih!" Mentari mendelik sebal pada Jingga. "Lo ngapain ngikutin gue? Katanya mau jemput calon istri lo!" lanjut Mentari sebal.
Jingga tertawa geli. "Kan calon istri gue itu elo. Mentari Vaneysia." ujar Jingga kalem.
Mentari menghentikan langkahnya. Jantungnya tiba-tiba berdegup lebih keras lagi. Sepertinya darah dalam tubuh Mentari mengalir dengan deras.
Sedangkan Jingga, cowok itu berhenti beberapa meter di depan Mentari. Cowok itu terkekeh pelan. "Ri! Ayo cepet. Nanti telat dateng ke sekolahnya!" seru Jingga.
Mentari tersadar dari lamunannya. Segera ia menghampiri Jingga dengan wajah menunduk. Ia menyembunyikan semburat merah di pipinya.
"Nih helm-nya!" Jingga menyodorkan helm pada Mentari.
Namun, Mentari masih saja diam. Jingga mendengus geli. "Mau diambil atau gue pasangin nih?" Jingga masih setia menyodorkan helm pada Mentari.
Mentari seketika mendongakan wajahnya. Ucapan Jingga lebih mirip ancaman secara halus bagi Mentari. Segera ia mengambil helm itu dan naik ke atas motor Jingga.
Sesampainya di sekolah, Mentari buru-buru melangkahkan kakinya menjauh dari Jingga. Di telinganya terdengar suara tawa teman satu sekolahnya.
"Mentari! Helm!" seru Jingga. Ia tertawa keras.
Mentari menahan napasnya selama beberapa saat. Ia lupa belum melepas helm. Mentari malu. Dengan cepat ia melepaskan helm yang ia kenakan kemudian berjalan ke arah Jingga. Pipinya kembali bersemu merah karena malu.
"Makannya, jangan buru-buru. Ada apaan sih? Ada pocong ngesot, ya?" tanya Jingga di sela-sela tawanya.
Mentari mendengus. "Gue malu, Ji!" seru Mentari sebal.
Jingga malah tertawa lagi. Bikin Mentari semakin emosi. "Adududuh... Mentari bisa malu juga ternyata!" ujar Jingga.
"Ji! Tau ah!" Mentari kembali meninggalkan Jingga. Cewek itu kesal pada Jingga yang ikut-ikutan menertawakannya.
Sedangkan di sisi lain, seseorang tengah memperhatikan Mentari dan Jingga dari dalam mobil.
Orang itu mendengus. Merasa kasihan pada dirinya sendiri yang hanya bisa memperhatikan Mentari dari jauh. Namun, saat ia melihat Jingga, senyum sinisnya terbit.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mentari Jingga
Teen FictionJingga adalah cowok super usil yang pernah Mentari temukan. Selain usil, cowok itu juga nyebelin. Sering bikin Mentari emosi sendiri gara-gara tingkah laku cowok itu. Mentari adalah cewek super cuek yang pernah Jingga temui. Sudah cuek, galak pula...