[26] Setelah jadian

94 7 23
                                    

"Ri, mulai hari ini kamu berangkat dan pulang diantar sama Dinar, ya?"

Mentari menoleh pada Herdinan. Ia menatap Herdinan dengan pandangan sulit diartikan.

"Iya, Ri, kasihan Ayah." sahut Benua. Cowok itu menyuapkan sarapannya.

Mentari medengus. Ia meneguk susu cokelat hangat miliknya. "Enggak, Yah. Gak usah. Mulai hari ini aku bareng Jingga." sahut Mentari yang daritadi hanya terdiam.

Herdinan tersenyum mendengar penuturan Mentari. Ia menatap anak perempuannya lekat-lekat.

"Mentari udah besar, ya..." ujar Herdinan seraya tertawa.

"Apaan sih, Yah?" tanya Mentari yang tiba-tiba tersipu.

"Nanti kenalin aku sama Jingga, ya." sahut seseorang. Benua.

"Kapan-kapan." jawab Mentari acuh.

"Bawa ke rumah aja, Ri..." ujar Caroline seraya tersenyum.

"Iya, Tante..."

Setelah itu, keadaan meja makan kembali hening. Mereka sibuk dengan makanannya masing-masing.

Saat sedang asik melahap sarapannya, tiba-tiba ponsel Mentari bergetar. Ada sebuah pesan masuk ke dalam ponselnya. Dari Jingga. Cowok itu sudah berada di depan rumah Mentari.

"Aku pamit ke sekolah. Jingga udah sampai," pamit Mentari. Ia segera menyampirkan tas sekolahnya di bahunya. "Pergi dulu, assalamualaikum."

[•••]

"Ji, lepasin ih!" Mentari meringis tidak enak saat mendapati tatapan terkejut dari teman satu sekolahnya.

Bagaimana tidak? Daritadi lengan Mentari digenggam erat oleh Jingga. Seolah-olah Mentari akan menghilang jika ia tidak menggenggamnya dengan erat.

"Biarin aja sih... Kenapa emangnya?" sahut Jingga santai.

Mentari mendengus kesal. Lebih baik ia mengalah daripada tenaga dan emosinya harus terkuras sepagi ini gara-gara Jingga.

"Udah sarapan?" tanya Jingga.

"Udah."

"Sama apa?" tanya Jingga lagi.

"Sama emosi!" ketus Mentari.

"Yeee, si bego. Gagalkan momen romantisnya gara-gara lo jawabnya begitu." Jingga mendelik sebal.

"Bodo amat." jawab Mentari.

"Babi, dasar!"

"Monyet!"

Setelah itu mereka terdiam. Sama-sama kesal. Tapi Jingga masih saja menggenggam tangan Mentari.

"Jingga! Astaga lo—"

Ucapan Galang menggantung begitu saja di udara saat melihat Jingga yang tengah menggandeng Mentari dengan erat. Cowok itu mengerutkan dahinya bingung.

"Jingga? Mentari? Kalian sehat?" tanya Galang heran.

"Sehat." jawab mereka bersamaan.

"Gue kira kalian lagi sakit," Galang menyengir. "Soalnya itu-" tatapannya beralih pada tangan Jingga dan Mentari.

"Dih najis!" ujar mereka berdua setelah sadar apa yang dimaksud Galang. Buru-buru mereka melepaskan genggamannya.

Mentari JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang