Tiga-Enam

965 36 2
                                    


"Kamu kenapa hey? Kamu kenapa nangis Deandra?" Tanya Davin halus.

Gadis itu malah sesegukan, tak mampu manjawab, ia masih sibuk dengan tangis yang secara tiba tiba.

"Aku minta maaf, aku salah, aku nyakitin kamu" Davin berucap dengan penuh penyesalan sembari memegang kedua pundak Deandra.

"Aku... aku kangen kamu, aku gak kuat Dav, aku gak kuat kamu giniin" ucap Deandra disela sesegukan nya.

'Andai kamu tau posisi aku De'

Kali ini Deandra mengatupkan wajahnya pada kedua telapak tangan nya, membiarkan mata itu mengeluarkan air dalam persembunyian, bahunya naik turun, suara tangis nya tertahan, mungkin gadis itu masih mencoba untuk menahan luapan tangis itu, namun tetap saja, sangat sulit untuk saat ini. Sudah 3 hari ia tak bertegur sapa dengan laki laki dihadapan nya, sudah 3 hari mereka tidak menjalin komunikasi, sudah 3 hari mereka berlaku layak nya 2 orang yang tak saling kenal. 3 hari itu juga semua terasa hampa, sepi tak ada yang mengganggu, tak ada yang bawel, tak ada yang sesekali manja, tak ada yang bertingkah tak jelas. Dan sudah lebih dari 3 hari laki laki itu berubah menjadi sosok yang benar benar berbeda. Deandra benci waktu, benci ketika waktu merubah segala nya, waktu telah merebut masa masa bahagia nya, dan waktu pernah merebut orang orang terpenting bagi hidupnya .

Davin terdiam, membiarkan gadis itu meluapkan apa yang sedang ia rasakan, Davin tau, Davin tau kalau selama ini Deandra tersiksa oleh sikap nya, Davin telah menganggap Deandra hanya sebagai tempat singgah. Prioritasnya mendadak tak terlihat, namun yang Deandra tak tau adalah, setiap saat ada Deandra yang selalu bermain main dikepala nya.

"Kamu boleh nangis, kamu keluarin semuanya sekarang, karna aku gak bisa selalu ada kaya dulu" Davin berucap lesu dan setelah itu menundukan kepalanya. Davin mencoba menarik nafas pelan pelan untuk menetralkan rasa sesak di dada nya.

"Maafin aku" gumam Davin sangat pelan hampir tak terdengar.

Deandra semakin sesegukan dibalik bungkaman kedua tangan nya, Dadanya semakin sulit untuk mengatur nafas,perih, semua terasa sangat perih, padahal ada Davin dihadapan nya, namun, laki laki itu tidak memeluk nya, tidak memberikan tempat untuk ia meluapkan tangisnya .

Yang Davin lakukan hanyalah diam, diam tak melakukan apa apa atau mencoba menenangkan gadis di hadapan nya, selama hampir 1 jam mereka melewati situasi seperti itu.

Pada akhirnya Deandra menarik nafas dalam dalam, mencoba menengkan diri nya sendiri, mengusap semua air mata yang membasahi seluruh permukaan pipinya, menarik nafas berkali kali sembari sesekali memejamkan mata. Davin hanya memperhatikan gadia itu yang sedang sibuk menghilangkan jejak tangis nya.

Ponsel Davin berdering dari dalam saku, dengan malas Davin merogoh saku untuk mengambil ponsel itu. Davin sempat terdiam menatap layar ponsel yang menyala dengan sebuah nama si penelfon. Lalu Davin mengusap layar itu ke sisi hijau.

"Ya?" Sapa Davin

"........................"

"Kamu tunggu sana, 20 menit lagi aku sampe"

"......................"

"Okee"

Davin memasukan kembali ponsel miliknya kedalam saku celana nya seperti semula, lalu menatap Deandra, ada rasa pedih dirongga dada nya, ia harus segera pergi meninggalkan Deandra dalam keadaan seperti ini, meninggalkan perempuan yang baru saja menangis karna ulahnya demi wanita yang lain.

Deandra menarik nafas dengan dalam lalu tersenyum "Kamu ditunggu Novia? Cepet gih berangkat nanti dia lama nunggu kamu, kasihan" ucapan Deandra terdengar sangat baik, seperti tidak terjadi sesuatu, ia tersenyum lalu berbicara dengan ramah, ia sedang berusahan berakting seolah olah tidak ada apa apa, Davin hanya menatap Deandra dengan diam, perasaan bersalah kembali muncul ketika Deandra bertingkah seperti itu, Deandra berusaha menjadi wanita yang tidak lemah.

Deandra dan WaktuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang