6. Protective Brothers.

30.2K 1.6K 13
                                    

Ataya berjalan ke arah kamar mandi dengan celana training di tangannya. Ia bersandar di samping pintu kamar mandi. Ia memejamkan matanya sembari menunggu Ayra memanggilnya.

"Ataya! Celananya mana!" Teriak Ayra dengan nada meniru iklan di televisi. Ataya membuka matanya dengan malas ia mengetuk pintu kamar mandi. "Sape lo?" Tanya Ayra.

"Gue" jawab Ataya singkat. Ayra membuka pintu kamar mandi lalu mengulurkan tangannya di celah pintu yang hanya terbuka sedikit. Ataya menyerahkan celana training yang ia ambil dari kamarnya tadi. Sebelum pintu kamar mandi tertutup Ataya sempat mendengar Ayra menggumamkan kata terima kasih.

Ataya duduk di sofa sambil membaca buku kimia yang sangat tebal. Ia terlihat fokus sampai tidak menyadari jika Ayra sudah kembali dari kamar mandi. tanpa suara Ayra duduk disamping Ataya. Merasa ada yang duduk disampingnya Ataya menoleh sebentar lalu kembali melanjutkan membaca.

Ayra menatap kosong televisi yang menyala dan sedang menampilkan iklan meikarta. Ia bosan dan disini sangat sepi. Ayra menghembuskan nafasnya kasar lalu menatap Ataya yang duduk disampingnya.

"Ata! Joging yuk" ajak Ayra. Ataya melirik Ayra sebentar.

"Capek" jawabnya. Ayra mendengus, ia meninju lengan Ataya.

"Ayolah ta! Bosen nih!" Mohon Ayra. Ataya menggeleng, membuat Ayra mengerucutkan bibirnya.

"Lo lagi halangan" ucap Ataya. Ataya menutup buku tebalnya lalu menatap Ayra. "Lo mau kemana?" Tanya Ataya.

Ayra terdiam sebentar. "Ya kemana kek! Lagian bosen kalo disini terus" jawab Ayra.

"Yaudah pulang aja sana" usir Ataya.

"Gak! Dirumah juga sepi, cuma ada bang Iden doang. Lo taukan gue lagi ngambek sama bang Iden? Gimana sih! Jadi sahabat gak peka banget" oceh Ayra.

"Gue bukan orang yang lo suka kan? Jadi kenapa gue harus peka?" Tanya Ataya datar. Ayra menatap tatapan Ataya yang sangat aneh, wajahnya memang datar tapi tidak dengan matanya yang biasa menatap tajam.

"Gue emang gak suka sama lo! Tapi lo kan sahabat gue, dan sahabat itu harus saling ngertiin" ucap Ayra.

"Sebelumnya gue gak mau kan sahabatan sama lo?" Ayra mengangguk. "Gue takut punya perasaan beda sama lo" sambung Ataya. Ayra terdiam.

"Pe-perasaan beda gimana? Udah deh! Lo itu banyak nonton sinetron kayaknya, kata bang Hanif jangan terlalu sering nonton sinetron! Gak baik" gugup Ayra.

"Gue gak pernah nonton sinetron" ucap Ataya datar. "Tolong serius" sambungnya.

"Lo kalo mau serius jangan sekarang lah ta! Ntar tunggu udah lulus aja baru serius. Lo udah lulus, gue juga lulus baru ke jenjang yang serius" canda Ayra.

"Gue bilang, tolong serius" ucap Ataya dingin. Matanya yang tajam menatap nyalang Ayra.

"Iya iya maaf. Lo sih! Bilang-bilang serius gitu. Jadi salfok kan gue" gumam Ayra.

Keadaan menjadi sunyi. Ataya masih menatap Ayra yang tengah tertunduk. Ayra memainkan jari-jari tangannya untuk menghilangkan kecanggungan. Sedangkan Ataya menahan tangannya yang sedari tadi ingin sekali mengangkat wajah Ayra.

Ataya bangkit dari duduknya. Ia mengambil remot lalu menekan tombol off. Ayra yang merasa pergerakan Ataya mulai menatap intens gerak gerik Ataya.

"Ayok!" Ucap Ataya tiba-tiba. Ayra memiringkan kepalanya dengan alis yang menyatu.

"Mau kemana?" Tanyanya bingung. Ataya membalas tatapan Ayra.

"Katanya bosan" jawab Ataya. Ayra mengangguk mengerti. Ataya berjalan keluar diikuti Ayra dari belakang. "Jalan disamping gue" ucap Ataya. Ayra langsung maju ke samping Ataya dan menyamakan langkahnya.

"Mau kemana?" Tanya Ayra. Ataya tidak menjawab ia hanya berjalan sambil menatap lurus ke depan.

Hingga langkah mereka berhenti di taman kompleks yang lumayan ramai. Ataya mengedarkan pandangannya kearah taman. Ia Menghirup udara segar sore hari ini. Langkahnya kembali berjalan menuju tempat yang lebih sepi. Ayra masih setia mengikuti Ataya hingga ia tersadar dimana ia sekarang.

"Huaaa!! Rumah pohon" ucapnya dengan mata berbinar. Ia berlari memeluk pohon yang sudah ada sejak ia berumur lima tahun. "Kok gak bilang sih kalo mau kesini?" Tanya Ayra. Ataya mengangkat bahunya acuh. "Kebiasaan si tai!".

Dengan semangat empat lima Ayra menaiki tangga yang terbuat dari kayu yang dipaku pada pohon. Ia membuka lebar mulutnya saat melihat isi rumah pohon yang tidak ia sangka.

"Ata! Kok banyak foto kita?" Tanya Ayra. Ataya ikut naik keatas. Benar, diatas banyak foto Ayra dan Ataya saat masih kecil. Ada juga foto mereka saat perpisahan TK. "Ini lo yang taruh?" Tanya Ayra. Ataya mengangguk.

Ayra menatap satu persatu foto yang ada disana. Ia mengusap wajah Ataya saat masih berumur lima tahun. Wajahnya yang imut dan senyumnya yang manis membuat Ayra merindukan senyuman itu. Itu adalah foto satu-satunya dimana Ataya menampilkan senyumannya yang sangat langka itu.

"Ata! Kapan sih gue bisa liat senyum lo tiap hari?" Tanya Ayra. Ataya yang tadinya fokus pada foto Ayra yang sedang menggambarpun menoleh.

"Tunggu lo jadi orang yang berharga buat gue" jawab Ataya. Ayra menatap Ataya, mata mereka kembali bertemu.

"Gue kan sahabat lo. Masa gue gak berharga sih?" Tanya Ayra tanpa mengalihkan pandangannya.

"Lebih dari sahabat" ucap Ataya. Ayra mengernyit bingung. Setelahnya Ataya memutuskan tatapan mereka. Ia kembali menatap foto-foto yang ia tempel saat tidak ada kerjaan.

Ayra yang tidak mengerti maksud ucapan Ataya mencoba mengabaikan. "Kapan lo tempel ini semua?" Tanya Ayra.

"Kalo ada waktu luang" jawab Ataya. Ayra mengangguk.

"Tapi kan lo orangnya sibuk. Pagi sampai sore sekolah, dirumah palingan lo molor. Malamnya lo ngerjain tugas. Terus kapan?" Tanya Ayra.

"Kepo banget sih lo" jawab Ataya sambil menjitak kepala Ayra.

"Auh! Suka banget ngejitak gue. Lagian gue kepokan punya tujuan gimana sih" gumam Ayra sambil mengelus kepalanya yang dijitak.

Ataya mengacuhkan Ayra. Ia duduk dengan kaki yang dibiarkan berayun keluar. Ataya diam menatap bangunan di depannya. Ayra yang masih menatap foto-foto merekapun tersadar lalu ikut duduk disamping Ataya.

"Kangen masa kecil yah?" Tanya Ayra yang mungkin tepat sasaran. Ataya menatap Ayra lalu mengangguk. "Gue juga! Gue kangen jalan-jalan di kompleks pakek kutang sama cawat doang" sambung Ayra.

Ataya terkekeh sembari memalingkan wajahnya. "Gila lo" umpat Ataya. Ayra ikut terkekeh.

"Seriusan gue! Waktu kecil gue bebas ngapain, sekarang main pasir aja gue diomelin lima jam sama bang Arzan" ucap Ayra. Suasana menjadi hening. Ayra dan Ataya sama-sama terhanyut dengan masa kecil mereka.

"Lo inget gak ta? Waktu gue gambar mukanya bang Miyaz? Terus gue dipukuli sama bang Miyaz?" Tanya Ayra. Ataya mengangguk semangat.

"Iya gue inget. Bang Miyaz mukulin lo karna gambar lo jelek banget" timpal Ataya. Ayra mengerucutkan bibirnya, ia meninju lengan Ataya.

"Gambar gue gak sejelek itu kali! Sekarang gambar gue udah bagus kok" bela Ayra. "Lo mau gue gambar?" Tawar Ayra. Dengan cepat Ataya menggeleng dengan wajah horor.

"Gue gak mau muka ganteng gue berubah jadi lucifer" tolak Ataya mentah-mentah. Ayra yang kesal mulai memukul Ataya berkali-kali.

"Sembarangan! Pakek bawa-bawa kembaran pak Bowo lagi" kesal Ayra. Ataya tertawa melihat kekesalan Ayra. Ayra berhenti memukul Ataya lalu menarik nafas dalam dan dihembuskan. "Kalo gambar gue bagus lo mau kasih gue apa?" Tanya Ayra.

"Mm.. Gue bakalan kasih apa yang lo mau" jawab Ataya tanpa ragu. Ayra tersenyum lalu memekik kegirangan.

Tbc

Protective Brothers. (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang