Ataya memutar kunci motornya. Setelah ditanya banyak hal oleh Aiden. Ataya baru mendapatkan kesempatan untuk pulang.
"Aneh!" Gumamnya mengingat kelakuan Aiden yang sangat Kepo tentang adiknya, padahal adiknya sudah bisa memakai baju sendiri.
Rumah yang sepi membuat Ataya merasa bosan dan kesal. Tapi ia tidak pernah lupa mengucapkan salam jika masuk kerumah. Ia menatap sekeliling rumah mewah milik orang tuanya.
Ataya menghembuskan nafasnya. Ia berfikir mengapa orang tuanya membangun rumah sebesar ini jika hanya ia yang tinggal dirumah ini. Orang tua Ataya sangat kaya dan mereka selalu melakukan perjalanan bisnis, jadi mereka sangat jarang pulang ke rumah mereka.
"Bego!" Umpat Ataya Ntah untuk siapa. Ia melempar tasnya kearah sofa dan berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas air.
Setelah mendapatkan segelas air ia kembali ke ruang keluarga dan menyalahkan televisi. Tidak menemukan sesuatu yang menarik Ataya mematikan televisi. Ia berjalan Ke lantai dua menuju kamarnya.
Saat menaiki tangga ke lima, tiba-tiba saja ponselnya berbunyi. Ia mengambil ponselnya dan menggeser tombol hijau setelahnya ia melanjutkan langkahnya.
"Assalamualaikum ata" sapa orang disebrang sana.
"Waalaikumussalam mam. Kenapa?" Tanya Ataya to the point.
"Mamah cuma mau bilang. Mamah sama papah gak pulang sampai minggu depan. Untuk hari ini kalau kamu lapar, kamu bisa makan diluar. Tapi untuk besok udah ada pembantu yang mamah sewa untuk satu minggu kok. Jadi kamu tenang aja" jelas Vilda ibu Ataya.
"Ya" jawab Ataya singkat. "Assalamualaikum" tanpa menunggu jawaban dari sang ibu, ia langsung memutuskan sambungan telponnya. Tidak sopan memang tapi itulah Ataya. Terlihat biasa diluar tetapi berantakan didalam.
Ia berjalan menuju kamar mandi dan membersihkan diri. Setelah dua puluh menit Ataya keluar dengan handuk putih yang hanya menutup bagian bawah tubuhnya saja. Ia mengeringkan rambutnya yang basah dan berjalan menuju lemari pakaian.
"Masih suka pakai yang warna hitam?" Tiba-tiba suara yang sangat dikenal Ataya muncul. Ia membalik badannya dan mendapat Ayra sedang tiduran di kasurnya. Ekspresi datarnya sempat berubah menjadi kaget beberapa detik lalu kembali menjadi datar.
"Ngapain?" Tanyanya kesal. Ayra mendudukkan badannya dan menatap Ataya dengan cengiran khasnya.
"Tiduran" jawabnya dengan polos tanpa beban.
Ataya mendengus kesal. "Keluar!" Perintahnya. Ayra mengerucutkan bibirnya lalu berjalan keluar dari kamar Ataya.
"Btw Merekanya itu mulu" ucap Ayra. Setelahnya ia menutup pintu kamar Ataya. Dan wajah Ataya terlihat memerah, anatara malu karna Ayra melihat pakaian dalamnya dan marah karna Ayra yang selalu masuk seenaknya kerumah Ataya.
Ayra bersenandung sambil menuruni anak tangga dengan tangan yang dibentangkan. Saat sudah sampai diruang keluarga rumah Ataya. Ia terkekeh Ntah untuk apa dan menjatuhkan tubuhnya ke sofa yang empuk. Tapi pendaratan yang dianggapnya mulus itu ternyata mengalami benturan pada kepalanya. Kepalanya terbentur dengan ransel Ataya.
"Dasar si tai! Naroh tas sembarangan. Dikata tante Vilda gak capek apa ngeberesinnya" gumam Ayra sambil mengubah posisinya menjadi duduk sambil mengelus kepalanya.
Ataya turun dari lantai atas. Ia menghembuskan nafas kasar saat matanya mendapat seonggok manusia yang sedang tiduran di sofa ruang keluarganya. Ataya kembali melanjutkan jalannya lalu menyentil dahi Ayra yang sedang memejamkan matanya.
"Auuh! Tai lo!" Refleks Ayra. Ia membuka kelopak matanya dan mendapat Ataya yang menatapnya kesal. Ayra yang sama kesalnya membalas tatapan Ataya.
"Lo bisa sopanan dikit gak? Kalo mau bangunin gue yang halus gitu. Mana disentil di kata gue apaan aja" oceh Ayra. Ataya berjalan mengambil remot yang terletak diatas meja. Ia menyalahkan televisi dan mulai fokus menonton.
Ayra yang merasa dikacanginpun kembali bersuara. "Bego lo!" Umpatnya. Ataya melirik lalu kembali fokus pada televisi yang sedang menayangkan sinetron.
Ayra yang mulai kesal mengangkat bokongnya. Ataya melirik Ayra, seketika wajahnya berubah menjadi merah dan bibirnya ditutup rapat-rapat manahan tawa.
"Ayra!" Panggil Ataya dengan wajah geli. Ayra menengok dan mengangkat satu alisnya seolah bertanya ada apa. "Pantat lo ada darahnya" sambung Ataya.
Ayra langsung memegang bokongnya dan melihat kearah belakang berkali-kali. Ia kembali mendudukkan tubuhnya di sofa.
"Aaa.. pantas aja perut gue sakit. Nyesel Gue pakek celana putih! Duh gimana nih? Masa iya gue pulang kayak gini? Wah bisa digebuk abang-abang gue nih duh!" Gumam Ayra. Ia menoleh kearah Ataya.
"Ata. Beliin gue pembalut dong" pinta Ayra dengan wajah memelas. Seketika mata Ataya membulat sempurna, menatap Ayra horor lalu menggeleng. "Please Ata. Atau gak lo kerumah aja ambil pembalut sama daleman gue" wajah Ayra tambah memelas.
Ataya terdiam, ia masih menatap Ayra yang menunjukkan wajah memelasnya. Ia kembali menghembuskan nafas kasar.
"Gue gak mau ambil resiko kalo ambil daleman dirumah lo. Lebih baik gue beli di alfa aja" ucapnya.
Ayra tersenyum konyol. "Cie Ata! Udah bisa ngomong panjang!! Duh kudu buat syukuran tujuh hari tujuh malem nih" heboh Ayra. Ataya menggeleng lalu keluar dari rumah. "Meh! Gue sendiri".
Sekitar sepuluh menit Ataya kembali dari Alfa*mart dengan keresek hitam di tangannya. Ia berjalan kearah Ayra lalu membuang pembalut yang ia beli. Ayra mengambil keresek itu dengan kasar lalu meneliti apakah pembalut yang dibeli Ataya benar. Siapa tau Ataya malah beli popok baby.
"Wih! Kok lo tau sih merek pembalut gue?" Tanya Ayra. Ataya mengangkat bahu. Ayra berdecih lalu berdiri dari duduknya, tapi ia kembali mendudukkan dirinya. "Ata! Dalemannya gak ada" ucapnya dengan suara imut.
"Terus?" Tanya Ataya datar.
"ambilin dirumah yah?" Pinta Ayra kembali. Dengan cepat Ataya membalas dengan gelengan.
Ni cewek gila atau apa sih? Masa gue disuruh ambil Dalemannya. Mana di rumahnya ada abangnya yang galak kayak singa, bisa habis gue. Batin Ataya mengoceh tak jelas.
"Ata mah tega sama gue! Kita udah sahabatan dari kecil. Dan lo masih gini aja ke gue? Tega lo ta!" Ucap Ayra dramatis.
"Congor!" Ataya berjalannya pintu bercat putih. Ia masuk kedalam kamar itu dan mengambil dalaman wanita milik ibunya yang masih baru. Ia kembali keluar dan kembali melempar barang yang ada di tangannya kearah Ayra.
"Set dah! Sempak dari mana nih?" Tanya Ayra yang heran.
"Nyokap" jawab Ataya singkat. Ayra mengangguk dengan kecepatan super ia berlari menuju kamar mandi untuk mengganti celananya. Sialnya ia memakai celana jeans putih diatas lutut, jadi celana itu tidak bisa dipakai lagi.
"Ata! Gue pinjam celana training lo dong! Celana gue kena nih" teriak Ayra dari kamar mandi. Ataya yang baru saja mendaratkan bokongnya di sofa menggeram marah.
Cewek gila!!!. Batin Ataya menjerit.
Dengan kesal ia berjalan menuju kamarnya untuk mengambil celana training yang akan dikenakan Ayra.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Protective Brothers. (END)
Fiksi Remaja#16inteenfiction (9-11 juli 208) #8inteenfiction (3-4 August 2018) #10inteenfiction (5 August 2018) #13inbaper (9-11 juli 2018) #3inbaper (28 November 2018) #68inremaja(9-11 juli 2018) #58remaja (27 july 2018) #7inremaja+#6inremaja (16 November 2018...