"Ataya modus" kesal Ayra sambil memukul lengan Ataya.
Ataya terkekeh lalu duduk disamping Ayra. "Jangan berisik" ucap Ataya sambil menaruh jadi telunjuknya di bibir Ayra.
Ayra melirik sekitar yang tidak terlalu ramai lalu menghempaskan tangan Ataya. "Tetap aja! Modus lo" ucap Ayra sambil memukul pelan wajah Ataya.
"Yaudah terserah lo aja" ucap Ataya kesal.
"Eh? Tadi godain gue. Sekarang malah ngambek, mana pipinya biar gue unyel-unyel" ucap Ayra sambil menarik wajah Ataya.
Mereka berdua saling tatap Ayra senyum, tapi Ataya diam aja sambil natap Ayra balik. "Masih mau ngambek?" Tanya Ayra. Ataya menggeleng. "Pinter kalau gitu. Sini kasih hadiah" Ayra menoleh ke kanan dan ke kiri, tidak ada yang memperdulikan mereka. Lalu Ayra mengecup sekilas pipi Ataya.
Ataya terkekeh pelan. "Tau yah kelemahan gue sekarang" ucap Ataya sambil menyentil ujung hidung Ayra.
Ayra terkekeh sambil melepas tangannya dari wajah Ataya. "Tau dong. Ataya kan paling lemah kalau sama gue" ucap Ayra percaya diri.
"Pede sekali anda" ucap Ataya dengan wajah jijik.
"Ya iya lah. Lo kan selalu tahan diri kalau sama gue, sok cuek lah, sok gak mau kasih tebengan lah, sok gak nyapa lah. Itu karna lo suka gue kan? Gue mah tau kali" ucap Ayra semakin percaya diri.
"Iih pintar" Ataya ngusap kepala Ayra.
"Ekhm masih pagi Ekhm" ucap Wulan yang kini sudah berdiri di depan meja Ayra dan wulan yang diduduki Ataya.
Wajah Ataya langsung berubah seperti semula, datar dan gak berbentuk. Sedangkan Ayra mah biasa aja, dia justru natap wulan seolah ngomong; "kenapa Wu?" Santai banget.
"Bisa misi gak Ataya?" Tanya Wulan.
"Gue duduk disini" ucap Ataya dengan wajah datar dan nada dingin.
Wulan menatap Ataya aneh. "Tapi Kan ini tempat duduk gue" ucap Wulan tak terima.
Ataya yang malas ngomong banyak menyenggol Ayra, Ayra dengan muka males, ngomong ke Wulan. "Dia mau duduk disini Wu. Lo duduk sama Andika"
"Gue ngalah sama yang lagi kasmaran" ucap Wulan sambil mengambil tasnya lalu duduk dibangku Ataya dan Andika.
"Ataya lo ngapain sih duduk disini? Nanti anak-anak pada curiga" tanya Ayra.
"Curiga kenapa? Kita gak ngapa-ngapain. Biarin aja mereka komentar, yang jalani siapa? Kita Kan? Yaudah" ucap Ataya santai.
"Yaudah terserah lo dah. Geser sana, jangan dekat-dekat" ucap Ayra sambil mendorong kursi Ataya.
Dengan nakal Ataya malah mendekatkan kursinya kearah Ayra. "Gue pengen dekat lo kok" ucap Ataya kekeh.
"Iya" ucap Ayra.
Setelahnya Ayra sibuk mengenakan PR sedangkan Ataya sibuk memainkan jari Ayra, kebiasan lama. Mainin jari Ayra kalau bosan.
"Ataya nomor lima gue gak ngerti deh" ucap Ayra sambil menggeser bukunya kearah Ataya.
"Ini cuma di bagi, terus kali sama yang ini udah. Nomor enam tuh yang susah" jawab Ataya sambil menunjuk angka yang harus di bagi dan di kali
"Nomor enam gampang Geblek, itu cuma pembagian, pertambahan, sama perkalian doang. Cuma akar pangkat itu yang buat lo bingung" ucap Ayra sambil fokus mengerjakan nomor lima.
"Yah, berarti salah dong gue nomor enam" Ataya mengeluarkan buku PR dari dalam tasnya lalu mulai menyalin jawaban Ayra.
Kelas mulai ramai, satu persatu murid mulai berdatangan. Ayra telah selesai mengerjakan PR nya, hanya butuh sedikit bantuan Ataya dan selesai. Begitu mudah memang dengan otak yang gampang mengingat. Tapi sayangnya banyak yang berpikir jika Ayra malas belajar, padahal buku tebal milik ayah nya ia simpan rapih di rak buku di dalam kamarnya.
"Pak Osas datang" heboh salah satu siswa sambil duduk di tempatnya
Dan selang beberapa detik masuklah guru dengan warna kulit coklat matang serta rambut keriting yang tidak begitu terlihat karena di botakin.
"Selamat pagi anak-anak sekalian" ucap guru yang di panggil Pak Osas tersebut dengan logat timur yang sangat kentara.
"Pagi pak"
"Oke, pagi yang cerah ini kita sambut dengan senam kecil didalam kelas agar syaraf di dalam tubuh kita tidak tegang" ucap pak Osas.
Semua berdiri lalu mulai melakukan perenggangan yang dipimpin oleh Pak Osas sendiri. Sesekali Anak-anak akan tertawa ketika pak Osas membuat gaya yang terlihat konyol.
"Oke, kita duduk kembali"
Semua duduk ditempat. Pak Osas mulai buka buku absen dan mulai ngabsen satu persatu muridnya. Setelah selesai mengabsen pak Osas nyuruh kumpul PR.
Ataya dan yang lain mulai berdiri dari duduknya sambil memegang buku, sedangkan Ayra masih diam sambil menatap ke sekitar.
"Ay, kumpul" ucap Ataya.
"Kumpul aja. Gue nggak" ucap Ayra santai.
Ataya menggeleng lalu mengambil buku PR milik Ayra yang tergeletak di atas meja. "Percuma kalau dikerjain tapi gak dikumpul" ucap Ataya sambil berlalu.
"Alhamdulillah Ayra, akhirnya kamu kumpul juga peer kamu" ucap Pak Osas ceria.
Anak-anak lain langsung natap Ayra. Ayra mah santai aja, padahal dalam hati udah maki-maki Ataya, karna seenaknya ngambil buku PR Ayra.
"Eh anak-anak sekalian. Kalian tau? Ayra ini anaknya pintar, waktu esde dia pernah juara satu cerdas cermat bersama Ataya. Bapaknya Ayra ini sangat baik, beliau yang membuat saya berada di titik ini. Kalau tidak ada beliau mungkin saya masih saja menjadi tukang kebun" ucap pak Osas.
Anak-anak langsung heboh. Ayra nundukin kepala. Ini yang gak dia mau, jadi sorotan dan bahan gosip.
"Heh! Janganlah kalian lihat Ayra seperti itu, seperti kalian lebih baik saja dari Ayra. Dua tahun saya menunggu Ayra mengumpul PR. Dan baru sekarang kesampaian. Saya bangga kepada kamu Ayra" ucap pak Osas sambil memberikan dua jempol kearah Ayra.
"Jangan nunduk, lo kayak maling ketangkap basah jadinya" bisik Ataya.
Ayra mengangkat kepalanya, lalu memberi senyum ke pak Osas. "Makasih pak, berkat bapak juga saya jadi suka matematika" ucap Ayra.
Jadi dulu waktu masih kelas dua SMP. Pak Osas sempat jadi guru les Ayra. Itu pun pak Osas yang menawarkan diri, katanya mau balas budi karna bapaknya Ayra sudah menyekolahkan pak Osas di universitas indonesia. Itu juga karena bapaknya Ayra kasihan lihat pak Osas jadi tukang kebun di rumah tetangganya dan selama kuliah juga pak Osas dikasih kerjaan sama bapaknya Ayra biar ada uang belanja.
Dan berkat pak Osas juga Ayra yang dulunya gak suka matematika jadi suka dan maniak banget. Biasanya kalau Ayra stres suka buka buku matematika dan ngerjain soal yang ada. Ayra itu gak semalas yang dipikirkan anak-anak di sekolahnya. Buktinya Ayra masih suka belajar, walaupun sembunyi-sembunyi. Dan kalau menurut kalian Ayra gak pernah kerja PR, sebenarnya dia ngerjain tapi gak mau kumpul. Di biarin aja di dalam tas. Ayra emang aneh, tapi seaneh-anehnya Ayra dia masih punya otak untuk mikir. Walaupun cara mikir Ayra beda dari yang lain.
Tbc.
Kalau gue pintar kayak Ayra mah gue udah sombong kali yah?
Mungkin karna niat buruk gue allah gak ngasih gue pintar :'D
KAMU SEDANG MEMBACA
Protective Brothers. (END)
Ficção Adolescente#16inteenfiction (9-11 juli 208) #8inteenfiction (3-4 August 2018) #10inteenfiction (5 August 2018) #13inbaper (9-11 juli 2018) #3inbaper (28 November 2018) #68inremaja(9-11 juli 2018) #58remaja (27 july 2018) #7inremaja+#6inremaja (16 November 2018...