"Do, anterin Mama, gih."
Aldo menghela napas panjang demi mendengar suara Mama. Kenapa wanita itu suka sekali mengganggu di saat ia sedang ingin bersantai sembari menikmati siaran televisi yang menayangkan acara sport ? Hari ini Minggu dan Aldo ingin bermalas-malasan seharian ini, menikmati waktu istirahat yang cuma sehari dalam seminggu.
"Ke mana, Ma?" balas Aldo tanpa beranjak dari sofa dan kepala cowok itu juga masih melekat pada sandarannya. Tangannya masih menggenggam remote televisi bersiap mengganti chanel jika sewaktu-waktu acara kesayangannya jeda untuk commercial break.
"Ke rumah temen Mama."
"Jauh nggak?"
"Kalau jauh kenapa? Kamu nggak mau nganterin Mama?" Mama berdiri di samping sofa dengan berkacak pinggang. Alisnya yang terlukis tebal tertarik ke atas dengan tegas.
"Aldo kan cuma nanya, Ma," sahut Aldo sewot. Ia menatap Mama sekilas lalu kembali ke layar televisi.
"Makanya cepet kamu ganti baju dan anterin Mama," suruh Mama setengah memaksa.
Aldo bangkit dari atas sofa dengan setengah hati. Malas. Berat.
"Emang ada arisan di rumah temen Mama?" tanya Aldo setengah jam kemudian. Mereka sudah duduk di atas mobil on the way ke rumah teman Mama. Jalanan cukup lancar tanpa kemacetan berarti. "terus kenapa bawa puding segala?" Aldo melirik spion tengah. Puding bawaan Mama sengaja ia taruh di jok belakang.
"Nggak," sahut Mama tanpa menoleh. Sorot matanya lurus ke depan. "Mama cuma ingin berkunjung saja. Silaturahmi."
Aldo tersenyum simpul. Perangai Mama sedikit aneh hari ini.
"Mama yang bikin puding itu?" tanya Aldo lagi. Setahunya, pagi tadi Mama sibuk di dapur. Tapi, ia enggan untuk melongok ke sana guna mengintip apa gerangan yang sedang Mamanya kerjakan.
"Iya."
Aldo langsung tergelak mendengar jawaban Mama.
"Tumben banget, sih. Mama repot-repot bikin puding. Biasanya juga nyuruh Aldo beliin saat pulang kantor," celutuk Aldo seraya menghabiskan gelak tawanya.
"Udah, fokus aja nyetir," sentak Mama kesal sudah ditertawakan oleh putranya sendiri. "ntar di depan belok kanan," beritahunya kemudian.
Setelah menempuh perjalanan sekitar setengah jam, akhirnya Mama menyuruh Aldo menghentikan mobil di depan sebuah rumah berpagar besi setinggi 2 meter. Ia memang tidak mengenal semua teman Mama, tapi ia yakin baru pertama kali melihat rumah berlantai dua itu.
"Bener ini rumahnya?" tanya Aldo sekali lagi untuk meyakinkan Mama.
"Iya."
"Mama lama nggak di dalam? Biar Aldo tungguin aja di mobil... "
"Heh, kamu ikut turun sama Mama!" hardik Mama seraya membuka pintu mobil. "ngapain juga kamu nungguin di mobil, kayak supir pribadi aja."
Aldo menurut perintah Mama meski bibirnya mengerut ingin mengeluarkan sejumlah omelan. Memangnya cuma Mama saja yang bisa mengomel?
Mereka disambut seorang wanita seumuran Mama usai menekan bel pintu. Wanita itu mengenakan baju gamis berwarna pastel dan wajahnya dirias seadanya. Tapi, meski tampilannya sederhana tak mengurangi kesan anggun dari dirinya.
"Jeng Tara, ini siapa? Putranya?" tanya wanita itu. Mama tadi sempat memanggilnya dengan sebutan Jeng Lia.
"Ini Aldo yang pernah aku ceritain itu, lho," beritahu Mama Aldo seraya menepuk bahu putranya. Ia menyunggingkan seulas senyum penuh bangga di bibir merahnya.
"Oh, jadi ini Aldo? Ganteng banget," ucap Tante Lia berdecak kagum.
Aldo hanya bisa tersenyum tanpa bisa mengucapkan kata-kata sepatahpun. Rasanya ia sudah terjebak dalam situasi yang tidak menyenangkan. Berada di tengah-tengah dua emak-emak yang sepertinya doyan bergosip! Tapi, ia sangat berterima kasih Tante Lia sudah mengakui kegantengannya.
"Oh, iya. Masuk dulu, Jeng. Sampai lupa," suruh Tante Lia seraya terkekeh. Mungkin ia terlalu takjub melihat penampakan cowok itu sampai lupa mempersilakan kedua tamunya untuk masuk.
Aldo mengikuti langkah Mamanya yang sudah terlebih dulu masuk ke dalam ruang tamu bersama si empunya rumah, Tante Lia. Sebuah ruang tamu lengkap dengan satu set sofa berwarna cokelat tua telah menunggu kedatangan mereka.
Tante Lia menyuruh keduanya untuk duduk sedang wanita itu meneruskan langkah ke belakang menuju dapur. Ia harus menyuguhkan minuman untuk kedua tamu istimewanya.
"Silakan diminum, Jeng, Aldo," suruh Tante Lia begitu wanita itu kembali dengan membawa sebuah nampan. Ia meletakkan dua buah gelas sirup ke hadapan Aldo dan Mamanya.
"Kok sepi, Jeng," basa basi Mama kemudian setelah ia meneguk sirup buatan Tante Lia sedikit. Mama menyempatkan diri melirik ke sana kemari. Meneliti ruangan dan anak tangga yang kosong melompong.
"Papanya anak-anak sedang latihan tenis. Calvin nggak tahu ke mana, mungkin nongkrong sama temen-temennya. Kalau si Audy, lagi di kamarnya tadi," jelas Tante Lia. Menyebutkan anggota keluarga dan kegiatan mereka satu per satu.
"Oh," angguk Mama Aldo sejurus kemudian.
Sedang Aldo masih diam di tempat duduknya, belum tertarik untuk nimbrung dengan kedua emak-emak itu. Lagipula Aldo juga baru pertama kali ini bertemu dengan Tante Lia. Dan cowok itu masih belum bisa menerka rencana Mama sampai detik ini.
"Oh, ya. Ini aku bawain puding, bikinan sendiri, lho," ucap Mama begitu teringat akan bawaannya. Wanita itu tampak tersenyum bangga sembari meletakkan sebuah paper bag ke atas meja.
"Waduh, kok pakai repot-repot segala," sahut Tante Lia tampak sungkan.
Aldo mendesah pelan. Apa basa basinya sudah selesai? batinnya mulai tak nyaman denga sofa yang didudukinya. Berapa lama lagi ia harus menemani kedua emak-emak itu? Jangan sampai ia lumutan karenanya!
"Nggak repot, kok. Tadi kebetulan iseng bikin puding, eh nggak tahunya kebanyakan," ulas Mama seraya menyunggingkan senyum
Aduh, Mama. Haruskah berbohong demi menyenangkan orang lain? rutuk Aldo dalam hati. Bahkan Mama tak menyisihkan puding buatannya barang sedikit untuk keluarganya. Tadi Aldo sempat ingin mencicipinya, tapi Mama keburu datang dan melarang putranya untuk menyentuh puding itu. Ntar kita beli sepulang dari rumah temen Mama, begitu kata Mama.
Tante Lia pamit pergi ke belakang sembari membawa puding buatan Mama.
"Kenapa Mama mesti bohong segala?" bisik Aldo saat hanya tinggal mereka berdua di ruang tamu.
"Apaan, sih? Berisik banget," kesal Mama seraya melayangkan sebuah tepukan ringan ke atas punggung tangan Aldo.
Aldo tak bisa berbuat lebih banyak kali ini karena seseorang muncul dan sedang menapaki anak tangga.
Aldo dan Mama sontak menatap ke arah yang sama, di mana seorang gadis telah berdiri di hadapan mereka.
"Apa kabar, Tante Tara?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjodohan Romantis (season 2) # Complete
RandomDi dunia ini, tidak ada seorangpun yang ingin terlambat menikah. Sebagian orang menargetkan untuk menikah pada usia tertentu, tapi rencana manusia selalu terkalahkan oleh takdir. Target tak selalu tepat sasaran. Jodoh setiap orang berbeda-beda waktu...