part 19

18.8K 392 0
                                    

"Jadi, kita mau ke mana?" tegur Aldo seraya melirik ke arah Audy yang baru saja duduk di jok sebelahnya. Gadis itu masih sibuk memasang seat belt saat Aldo melempar pertanyaan.

"Jalan aja. Ntar aku kasih tahu," jawab Audy datar. Seperti biasa. Bukan Audy namanya jika sikapnya tidak menyebalkan.

Aldo menghela napas pelan. Cowok itu menjalankan mobilnya ke jalan raya dengan kecepatan sedang. Sesuai perintah Audy. Toh, gadis itu akan memberitahu jika ia harus membelok atau berhenti, kan?

"Siapa yang mau kamu temui?" tanya Aldo mencoba mengisi kekosongan.

"Seseorang. Ntar kamu juga akan tahu," sahut Audy tampak tenang. Jawabannya tetap tidak jauh dari kata 'datar'.

Iya, seseorang. Tapi siapa?

"Cowok atau cewek?" tanya Aldo agak ragu. Mungkin pertanyaannya akan terdengar seperti menginterogasi gadis itu. Tapi, ia tak bisa menahan letupan di dalam dadanya. Rasa penasaran yang harus terobati. Mungkin juga terselip rasa cemburu seandainya gadis itu menemui seorang cowok.

Audy mengulum senyum. Gadis itu diam-diam melirik Aldo yang tampak kikuk mencengkeram kemudi.

"Kenapa? Kamu cemburu?" pancing Audy menahan tawa karena melihat ekspresi wajah Aldo yang tampak tak begitu gembira.

Aldo mengerutkan kening. Pertanyaan gadis itu sudah menyinggung hati nuraninya. Keterlaluan!

"Hah, cemburu?" ulang Aldo menggumam dengan suara pelan. Cowok itu menyunggingkan senyum kecut di bibirnya. "kalau iya, kenapa? Kamu peduli?" Ia menoleh sejenak ke arah gadis itu sekadar menilik raut wajahnya yang menyebalkan. Wajah yang diam-diam dirindukannya beberapa waktu belakangan.

Audy mengedikkan bahu.

"Nggak ada yang nyuruh kamu untuk cemburu, kok," kilah gadis itu agak ketus. Terkesan cuek.

Oh, begitukah? Secuek itukah Audy padanya?

"Emang," sahut Aldo cepat. "juga nggak ada yang nyuruh aku untuk menyukaimu. Puas?" imbuhnya dengan sedikit penekanan pada kata terakhir yang diucapkannya.

"Jadi, kamu benar-benar menyukaiku? Bukan mencoba menyukai atau mulai menyukai?" desak gadis itu seolah memberi opsi jawaban yang harus dipilih Aldo.

Aldo mengangkat bahunya. Terserah gadis itu mau bilang apa, yang jelas ia menyukai Audy. Titik.

"Aku menyukaimu. Jelas?" Aldo menyempatkan diri untuk menoleh. Sebagai tanda penegasan dan kesungguhan atas kalimatnya.

"Depan belok kiri," beritahu Audy tiba-tiba. Memutus percakapan yang tak tentu pangkal ujungnya.

Aldo melaksanakan perintah gadis itu tanpa perlawanan. Ia membelokkan mobilnya ke kiri seperti pemberitahuan Audy.

"Masih jauh?"

"Nggak juga."

Aldo menghentikan mobilnya setelah mendapat perintah Audy beberapa menit kemudian. Ketika mereka sampai di sebuah pemukiman yang terletak di pinggiran kota dan hanya berjarak ratusan meter dari tempat pembuangan akhir. Kawasan itu tampak cenderung kumuh dan tidak layak digunakan sebagai area tempat tinggal. Tempat itu mirip tempat sampah karena sebagian besar penghuni kawasan itu bekerja sebagai pemulung. Botol-botol plastik bekas, tumpukan kardus, dan semacamnya tampak menggunung di depan atau samping rumah-rumah. Beberapa anak kecil tampak berkeliaran di sekitar area itu tanpa menggunakan alas kaki. Pakaiannya pun tampak kotor dan seadanya. Dan sepertinya mereka jarang mandi karena debu tebal tampak menempel di tubuh kecil mereka. Aldo merasa mendatangi sebuah planet asing di luar tata surya mereka saat melihat pemandangan yang terpampang di depan matanya. Baiklah, itu mungkin agak berlebihan. Tapi, sungguh Aldo baru pertama kali mendatangi tempat semacam itu.

Aldo mengernyitkan kening tanda heran yang teramat sangat. Kenapa Audy mengajaknya ke sini? Siapa yang akan ia temui di tempat kumuh dan berbau busuk seperti ini? Gadis itu bisa membawa kuman penyakit pulang ke rumah kalau begini caranya. Sungguh, ini tidak seperti yang ada dalam pikiran Aldo. Gadis itu benar-benar tidak terduga dan penuh dengan kejutan.

"Kamu mau nunggu di mobil atau ikut turun?" tawar Audy sebelum membuka pintu mobil. Gadis itu bisa membaca arti kernyitan yang terlukis di kening Aldo.

Aldo berpikir sejenak. Ia harus menimbang terlebih dulu sebelum memutuskan untuk ikut gadis itu turun atau tidak. Tapi, bagaimana ia bisa tahu apa yang akan dilakukan gadis itu dan siapa yang ditemuinya, jika Aldo tidak ikut turun? Ya, sekadar untuk mengobati rasa penasarannya. Tanggung, batinnya.

"Ok. Aku turun," putus Aldo setelah menimbang sekian detik lamanya. Cowok itu bergegas mengikuti kegiatan Audy turun dari mobil.

Aldo mengikuti langkah-langkah gadis itu seraya mengedarkan pandangan ke sekeliling. Hati nuraninya ingin sekali mengajukan pertanyaan tentang banyak hal di sekitarnya. Tapi, pikirannya seakan mencegah untuk melakukan hal itu. Toh, nanti ia akan tahu apa yang dilakukan gadis itu.

Audy melangkah menuju ke sebuah rumah mungil yang terbuat dari papan kayu. Rumah itu hampir sama dengan rumah-rumah lain, super sempit dan terbuat dari material seadanya. Tak ada pondasi, batu bata, lapisan semen atau bahan bangunan lainnya. Dan rumah itu tidak bisa disebut layak huni. Di samping rumah terdapat tumpukan kardus-kardus bekas dan gelas-gelas plastik yang terkumpul pada wadah besar.

Gadis itu mengetuk pintu rumah yang terbuat dari selembar kayu tipis--yang sekali tendang pasti akan hancur berantakan-- dan tak lama kemudian muncullah seorang anak kecil berusia sekitar 10 tahun. Anak laki-laki yang tidak terlalu tinggi itu memakai selembar kaus putih yang warnanya sudah pudar dan penuh dengan bekas noda yang tidak hilang meski dicuci. Sebuah celana pendek olahraga berwarna merah yang masih lumayan bersih sebagai perpaduannya.

Anak kecil berkulit cokelat dan berambut ikal itu tampak gembira menyambut kedatangan Audy. Ia menyambut gadis itu dengan seulas senyum sumringah dan salam hangat. Mereka tampak akrab dan sepertinya sudah lama saling mengenal.

Sedang Aldo masih berdiri tegak tak jauh dari teras rumah anak kecil itu. Ia sengaja hanya menatap Audy dan anak laki-laki itu dari kejauhan tanpa bermaksud mengusik mereka atau hadir di tengah-tengah mereka dan melibatkan diri dalam pertemuan itu. Ia lebih memilih untuk mengawasi dari jauh. Pikiran negatifnya sudah hilang semenjak anak laki-laki itu muncul. Dan rasanya ia tidak perlu mencemburui anak sekecil itu.

Perjodohan Romantis (season 2) # CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang