Aldo menyandarkan tubuhnya ke mobil sesantai mungkin. Ia tak perlu memicingkan kedua matanya saat mengawasi para mahasiswa atau mahasiswi yang berjalan keluar dari pintu gerbang kampus. Sebuah kacamata hitam sudah cukup untuk menahan silau sinar matahari dan juga menaikkan level kegantengannya.
Pertanyaannya sekarang, kenapa Aldo bisa berada di depan salah satu kampus kenamaan di kota itu? Padahal harusnya sekarang ia tenggelam dalam pekerjaan di meja kantor. Karena cowok itu mendapat tugas untuk menjemput Audy!
Papa mendukung sepenuhnya perjodohan Aldo dengan Audy dan memberi kelonggaran soal pekerjaan. Siapa sih, memangnya yang bisa melawan kehendak Mama? Tidak juga Papa.
Sejam yang lalu Tante Lia menelepon Aldo agar cowok itu menjemput Audy di kampus. Dan sepertinya itu adalah persekongkolan antara Mama Aldo dan Tante Lia. Aldo tidak punya pilihan lain, selain menyanggupi permintaan 'calon mertua' nya. Alhasil, sekarang ia berdiri di sana menunggu Audy keluar dari pintu gerbang kampus.
Aldo melambaikan tangannya begitu ekor matanya menangkap sosok mirip Audy. Tapi, cowok itu segera menurunkan tangan dan melepaskan kacamata dari wajahnya. Ia menajamkan penglihatannya saat ia merasa ragu. Benarkah itu Audy? batinnya.
Seorang gadis yang sangat mirip Audy, mengenakan sehelai kemeja kotak-kotak berbahan flanel dipadu dengan sebuah celana hitam dan sebuah topi bisbol berwarna putih menutupi kepala atasnya, sedang berjalan keluar pintu gerbang kampus. Ya, gadis itu sangat mirip Audy, tapi masa ia berpakaian seperti itu pergi ke kampus? Apa tidak salah?
"Disuruh Mama?"
Oh. Jadi, ia benar-benar Audy?
Aldo menelan ludah. Gadis itu memang Audy. Ia menghampiri Aldo dan langsung menegur cowok itu. Berarti Tante Lia sudah memberitahu Audy jika Aldo akan menjemputnya ke kampus.
"Iya." Aldo menjawab pendek.
Audy tampak melenguh. Kenapa Aldo mengartikan bahwa gadis itu merasa tidak suka akan kehadirannya? Atau ia merasa risih jika dijemput seorang cowok ke kampus karena malu? Mungkin juga gadis itu punya gebetan di kampus. Bukankah harusnya ia merasa bangga dijemput cowok sekeren Aldo?
"Kita pulang sekarang?" tawar Aldo kemudian. Ia hanya ingin cepat mengantar gadis itu pulang dan bisa kembali ke kantor.
Audy mengangguk meski sepertinya gadis itu tidak bersemangat ingin segera pulang.
Aldo mengemudikan mobilnya dengan kecepatan sedang. Cowok itu juga enggan membuka obrolan dengan 'cewek tomboy' di sebelah tempat duduknya. Masa iya, seorang Aldo harus menikah dengan gadis seperti itu? Mama pasti sudah salah menyodorkan pilihan waktu itu. Atau kesialan Aldo belaka karena ia memilih secara random saat itu.
"Kalau kamu sibuk, nggak usah jemput segala."
Suara Audy mengalun datar memecah keheningan di dalam mobil. Memaksa Aldo menoleh pada gadis itu sekilas.
"Emang biasanya kamu pulang naik apa?" Aldo menginterogasi juga akhirnya. Pandangannya sudah terarah lurus ke arah jalan yang membentang di depan kendaraannya.
"Angkot."
Aldo mengangguk pelan. Setahunya orang tua Audy kaya raya, kenapa mereka membiarkan putrinya naik angkot? Pakai mobil kek, antar jemput supir, atau minimal naik sepeda motor kan bisa. Kenapa mesti naik angkot?
"Kenapa nggak bawa mobil?" pancing Aldo sejurus kemudian. Mengingat kekayaan orang tua Audy yang melimpah, mereka pasti mampu membelikan gadis itu mobil.
Audy menggeleng.
"Boros."
Ya, ampun nih anak. Masa gitu aja dibilang boros, sih?
"Boros atau pelit?" desak Aldo sekenanya.
Audy menoleh ke arah Aldo dan menatap cowok itu dengan pandangan tidak suka.
"Memangnya aku tadi bilang apa? Boros kan? Boros sama pelit beda, tahu nggak?"
Aldo sontak menatap ke samping demi mendengar ucapan gadis itu. Kenapa ia mendengar nada marah dari suara gadis itu? Apa ia salah?
"Beda tipis." Aldo menyahut karena ia hanya ingin membela diri. Andai saja ia berhadapan dengan Mama, Aldo tidak akan pernah menyambung percakapan itu. Tapi, gadis itu bukan Mama. Jadi, terserah Aldo ingin mendebatnya atau tidak, bukan?
Audy melenguh pelan.
"Kalau semua orang di kota ini memakai kendaraan pribadi, kamu tahu dampaknya? Polusi, kemacetan, dan memakan lahan parkir. See?" Gadis itu mengajukan sebuah argumen yang membuat Aldo tercengang.
Ya, gadis itu ada benarnya. Tapi, ia terlalu berlebihan sampai sedetail itu memikirkan dampak pemakaian kendaraan pribadi. Padahal ini adalah obrolan pertama mereka setelah berkenalan dua hari yang lalu. Mungkin masih akan ada obrolan-obrolan lain semacam ini nantinya. Dan Aldo tidak akan tercengang lagi setelah ini, tapi ia bisa pingsan di tempat karena menderita kebosanan akut.
"Kamu punya pacar?" tanya Aldo beralih topik.
Audy mengernyitkan dahi. Gadis itu tidak bodoh. Ia sudah tahu tentang perjodohan itu, makanya ia heran kenapa Aldo masih bertanya soal pacar padanya.
"Nggak. Kenapa?"
"Pantes," gumam Aldo seraya menyeringai. Siapa juga yang mau pacaran dengan gadis aneh itu? batinnya nyinyir. Pasti cowok yang menjadi pacarnya sudah kabur duluan karena bosan. "nggak kenapa-kenapa. Cuma tanya aja."
"Kenapa kamu mau disuruh Mama jemput aku? Karena perjodohan itu?" Kali ini Audy yang berinisiatif ganti topik.
Ya. Apa lagi memangnya?
Aldo mengangguk ringan. Tanpa kata.
"Kenapa menganggap serius perjodohan itu?" tanya Audy sejurus kemudian. "lagian nggak usah maksain jemput ke kampus kalau kamu sibuk. Aku udah biasa pulang sendiri, kok."
Aldo tertawa dalam hati. Gadis itu menganggap perjodohan itu hanya main-main dan tidak serius? Baiklah. Aldo juga sama sekali tidak tertarik padanya. Mungkin Mama akan menyodorkan pilihan lain padanya setelah ini. Lagipula gadis itu bukan tipe spesial. Ia aneh, dingin, jutek, dan tomboy. Bagian mana yang menyenangkan darinya? Mama pasti salah menilai gadis itu. Audy adalah gadis paling menyebalkan yang pernah Aldo temui seumur hidup!
"Harusnya kamu berterima kasih sudah aku jemput," gumam Aldo. Ia menepikan mobilnya persis di depan pintu gerbang rumah Audy. Untung saja ia tidak kebablasan karena terlalu serius dengan lamunannya sendiri.
"Ya, makasih," ucap gadis itu akhirnya.
Aldo menghela napas panjang. Kenapa sepertinya gadis itu sangat terpaksa saat mengucapkan terima kasih?
Audy turun dari mobil tanpa sepatahpun kalimat basa basi. Ia membanting pintu mobil dan ngeloyor pergi menuju ke dalam rumahnya.
Gadis aneh, terima kasih sudah merusak hariku yang indah, batin Aldo kesal. Ia melajukan kembali mobilnya dengan serentetan omelan dalam hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjodohan Romantis (season 2) # Complete
RandomDi dunia ini, tidak ada seorangpun yang ingin terlambat menikah. Sebagian orang menargetkan untuk menikah pada usia tertentu, tapi rencana manusia selalu terkalahkan oleh takdir. Target tak selalu tepat sasaran. Jodoh setiap orang berbeda-beda waktu...