"Aldo sayang!"
Cowok itu mendengus ketika mendengar suara Mama yang dibarengi dengan ketukan pintu. Ya, kali ini ia tidak lupa mengunci pintu sebagai langkah antisipasi. Tapi, ia tidak sedang melakukan apa-apa sekarang. Aldo hanya duduk santai di atas tempat tidur seraya membaca buku bertema bisnis yang ia curi dari atas meja Papa.
"Ya, Ma." Semenit kemudian Aldo baru membuka pintu. Dengan menampilkan wajah lesu pula.
"Lagi ngapain? Kok lama amat bukain pintunya," cerocos Mama seraya menghambur masuk ke dalam kamar putranya. Wanita itu tampak menenteng dua helai pakaian di tangan.
"Baca buku, "sahut Aldo malas. Jika Mama sudah memasuki wilayah kekuasaannya, pasti wanita itu akan menimbulkan kekacauan. "Mama mau ngapain ke sini?" tegur Aldo seraya menyusul langkah Mama.
"Bagus yang mana, Do? Yang merah atau pink?" tanya Mama sejurus kemudian. Wanita itu sudah berdiri di depan cermin milik Aldo dengan menempelkan dua buah pakaian yang dibawanya secara bergantian ke badan. Sedetik ia menempelkan pakaian merah ke tubuhnya dan sedetik kemudian beralih satunya yang berwarna pink.
Aldo tak benar-benar memperhatikan tingkah Mama yang sok centil. Sudah bukan hal yang mengherankan jika Mama menyuruh Aldo memilih pakaian yang pantas untuknya. Tapi, kali ini Aldo benar-benar malas untuk melakukannya.
"Kenapa nggak minta pendapat Papa, sih?" balas Aldo dengan mengurai langkah ke tempat tidur. Mengambil buku bacaannya, tapi tak segera melanjutkan kegiatan membacanya. Selama masih ada Mama di sana, ia tidak akan bisa melakukan aktifitas apapun.
"Ah, selera Papa kan payah, Do," sahut Mama. "Mama lebih suka pendapat kamu."
Aldo nyengir. Ya, Mama memang pandai merayu. Mungkin Mama terlahir dengan membawa bakat sebagai penakluk laki-laki sehingga ia pun tak luput dari sasaran rayuan wanita itu.
"Emang mau dipakai untuk acara apa?" tanya Aldo tak langsung memberikan pendapat. Sebenarnya tak sulit baginya untuk menentukan pilihan. Tinggal bilang pada Mama bahwa warna merah lebih bagus karena pink terlalu kekanak-kanakan, dan selesai sudah tugasnya.
"Mau Mama pakai ke acara makan malam," sahut Mama tanpa menoleh. Wanita itu sekali lagi menempelkan pakaian berwarna merah ke tubuhnya lalu menatap ke dalam cermin besar yang berada di depannya.
"Makan malam?" kernyit Aldo heran. "ultah pernikahan Mama kan masih lama," ucapnya seraya berpikir. Setahu Aldo Mama tidak pernah seheboh itu jika hanya akan menghadiri makan malam biasa. Wanita itu akan tampil istimewa saat tertentu saja, semisal ulang tahun pernikahan atau ulang tahun Papa.
"Bukan ultah pernikahan Mama, tapi makan malam dengan calon besan Mama," toleh Mama seraya melempar senyum yang hanya ia sendiri tahu artinya.
Aldo tercekat. Mendengar kata 'calon besan' membuatnya meredup seketika. Beberapa hari yang lalu ia dan Audy sudah sepakat untuk tidak bertemu. Aldo juga sudah berhenti untuk menjemput gadis itu ke kampus. Tapi, dibalik perjuangannya untuk menggagalkan perjodohan itu, mereka malah merencanakan makan malam tanpa membicarakannya terlebih dulu dengan Aldo. Bagus!
"Ma." Aldo harus mencoba menjelaskan duduk permasalahannya dengan Mama sejelas-jelasnya. Jika bukan sekarang, kapan lagi? Sebelum semuanya terlambat. Sebelum pertunangan terjadi lebih baik ia bicara sekarang. "Aldo dan Audy udah sepakat untuk membatalkan perjodohan itu. Dengerin Aldo dulu, Ma." Aldo mengangkat sebelah tangannya di saat Mama sudah membuka mulut bersiap untuk menyela ucapan Aldo yang ternyata di luar dugaan.
Aldo melanjutkan ucapannya.
"Dari awal kami sama-sama nggak ada perasaan apa-apa, Ma. Nggak ada chemistry seperti yang Mama harapkan. Audy bukan seseorang yang terbaik buat Aldo dan lagian... " Aldo menarik napas dalam-dalam sebelum mengutarakan kalimat selanjutnya. "Aldo belum siap untuk menjalin hubungan baru. Aldo harap Mama mengerti."
Mama terdiam. Wanita itu menatap tajam ke arah Aldo. Tapi, cowok itu gagal menemukan kekecewaan dalam sorot mata Mama.
"Apa dia kurang cantik? Atau kurang seksi buat kamu? Mama bisa nyariin yang lain, Do. Kamu masih ingat, kan, ada empat gadis lagi yang bisa kamu pilih. Mama... "
"Stop it, Ma," potong Aldo. Kali ini ia memasang tampang serius. "ini bukan soal cantik atau nggak. Mama ngertiin perasaan Aldo, dong."
Mama menghela napas panjang.
"Do," ucap Mama kemudian. "ini nggak serumit yang kamu pikirkan. Kamu hanya perlu kenal beberapa orang gadis, ketemu mereka, lalu jatuh cinta. Mama yakin kamu akan menyukai salah satu dari mereka. Peluang untuk jatuh cinta akan terbuka lebar selama kamu banyak bertemu gadis-gadis," urai Mama panjang. Wanita itu memaparkan apa yang tergambar di kepalanya.
Aldo hanya bisa melengkungkan senyum tipis. Andai saja semuanya sesederhana apa yang baru saja dijabarkan Mama. Tapi, bagi Aldo jatuh cinta serumit rumus Matematika.
"Nggak se-simple itu, Ma," tolak Aldo terang-terangan. Cara berpikirnya berbeda dengan Mama. "emang, Aldo hanya perlu bertemu seseorang, jatuh cinta lalu menikah, dan semua selesai. Tapi, nggak sekarang, Ma. Aldo masih ingin menikmati kesendirian dulu," imbuhnya.
Bukan Mama namanya jika ucapan Aldo tidak jadi bahan tertawaan.
"Kamu itu tambah ganteng kalau sedang bicara serius, tahu nggak?" Mama menepuk-nepuk pipi Aldo dengan lembut. Entah itu sebuah pujian atau sindiran, yang jelas akhirnya Mama menanggapi perdebatan itu dengan candaan. "jadi, kamu suka Mama pakai yang mana?"
"Ma!" tatap Aldo kesal.
"Kenapa?" timpal Mama cepat. "Mama kan cuma nanya bagus yang mana, kenapa kesal seperti itu?" tanya Mama seperti tak bersalah.
Aldo menghembuskan napas dengan kuat-kuat. Kadang-kadang susah bicara pada Mamanya sendiri.
"Bagus yang merah," ucap Aldo sejurus kemudian. "Mama puas?" delik cowok itu.
Mama tersenyum senang. Pilihan Aldo selalu yang terbaik soal fashion. Tapi, jangan ditanya kalau soal pasangan.
"Ya, udah. Mama pergi dulu, kamu lanjutin baca bukunya biar pinter," ucap Mama setelah merasa puas mendapat apa yang ia inginkan. Wanita itu menepuk pundak Aldo sebelum keluar dari kamar putra kesayangannya.
Aldo hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah polah Mamanya yang sedikit lebay.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjodohan Romantis (season 2) # Complete
RandomDi dunia ini, tidak ada seorangpun yang ingin terlambat menikah. Sebagian orang menargetkan untuk menikah pada usia tertentu, tapi rencana manusia selalu terkalahkan oleh takdir. Target tak selalu tepat sasaran. Jodoh setiap orang berbeda-beda waktu...