part 13

20.7K 384 0
                                    

"Mama mau dibeliin puding apa?"

Aldo melekatkan ponsel pintarnya ke telinga, berbicara dengan Mama sembari melangkah masuk ke dalam toko kue.

"Seperti biasa aja," sahut Mama dari ujung telepon. "kuenya sekalian."

"Ya, Ma."

Aldo menutup telepon dan mulai melangkah ke dalam toko kue.

Hanya ada dua pengunjung yang tampak menghuni salah satu dari tiga meja yang disediakan pemilik toko kue, saat Aldo memasuki tempat itu. Harum aroma kue yang baru saja diangkat dari oven langsung menyambut kedatangan cowok itu. Ada perpaduan kopi, keju, cokelat, dan manis yang langsung menyerbu indera penciuman Aldo.

Setahun belakangan, ia menjadi pelanggan tetap di toko kue itu. Semua karena Mama. Wanita itu sering memesan kue atau puding saat Aldo pulang dari kantor. Dan kebetulan juga toko kue itu searah dari kantor menuju ke rumah. Jadi, bisa sekalian jalan.

Aneka kue dalam berbagai varian rasa dan bentuk tersaji di atas rak-rak yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga menampilkan tatanan yang menarik. Ruangan toko itu tidak terlalu lebar sehingga mayoritas pengunjung lebih suka membawa pulang kue belanjaan mereka daripada memakannya langsung di sana. Lagipula hanya ada tiga buah meja yang disediakan untuk pengunjung. Warna cokelat muda dan putih tampak mendominasi ruangan sempit itu.

Aldo sudah tidak terlalu memperhatikan design interior di sana karena sudah terlalu sering keluar masuk tempat itu. Ia hanya perlu mengambil nampan, mengambil beberapa buah puding dalam kemasan gelas kecil dan beberapa potong kue, membayar lalu pulang.

Nampan dalam genggaman Aldo masih kosong ketika seseorang menepuk pundak cowok itu pelan.

"Aldo?"

Rasanya Aldo pernah mendengar suara itu, tapi ia lupa siapa pemiliknya. Cowok itu lantas menoleh dan menemukan jawaban pertanyaannya seketika.

"Calvin?"

Ya, ampun. Kenapa mesti ketemu dia, sih? Kenapa bukan orang lain aja?

"Hai," sapa Calvin akrab. Ia menjabat tangan Aldo sedetik kemudian. "beli kue juga?"

Aldo terkekeh. Memangnya mau beli apa? Ini kan toko kue, ya beli kue-lah, batin cowok itu sedikit kesal. Susah payah ia menghindari keluarga Hendrawan, eh malah ketemu dengan kakak Audy di toko kue langganannya.

"Ya. Kamu juga?" balas Aldo seramah mungkin. Maaf, jika basa basinya sedikit dipaksakan. "sendirian?" tanya cowok itu seraya celingak celinguk barangkali ada seseorang di balik punggung Calvin. Sungguh, Aldo tidak sedang berharap jika Audy yang berdiri di belakang punggung kakaknya. Bisa jadi orang lain, semisal pacar atau teman Calvin atau siapalah. Yang pasti bukan gadis menyebalkan itu.

"Ya, sendirian," sahut Calvin seraya mengangkat kedua bahu. Tampaknya cowok itu juga baru saja pulang dari kantor. "baru pulang?" basa basi cowok itu kembali.

"Yup." Aldo mengangguk.

"Mau ngobrol sebentar?" tawar Calvin sejurus kemudian seraya mengarahkan jempol kanannya ke salah satu meja yang tak berpenghuni. Cowok itu juga mengangkat nampan miliknya yang berisi dua potong strawberry cake.

Aldo hampir membuka mulut untuk mengatakan, maaf, aku sedang buru-buru. Tapi, gerakan tangan Calvin lebih cepat dari yang ia duga. Cowok itu sudah mencengkeram pundak Aldo sebelum ia sempat mengatakan apa yang tertulis di pikirannya. Nampannya juga masih kosong pula.

Dua buah strawberry cake dan dua cangkir kopi sudah menghuni meja di depan Aldo. Juga Calvin. Sungguh, ini adalah kali pertama ia duduk di sana setelah setahun menjadi pelanggan tetap toko kue itu. It's not bad. Kursi di sana lumayan nyaman untuk pantat Aldo. Tetapi, justru Calvin membuatnya sangat rikuh berada di tempat itu. Kira-kira apa yang akan ia perbincangkan, ya?

"Kamu sering ke sini?" tanya Calvin memulai obrolan. Cowok itu mengiris kue miliknya dan menyuapkan ke dalam mulut. Manis.

"Lumayan." Aldo juga menyuap bagiannya. "Mama yang biasanya nitip sesuatu."

"Oh." Calvin mengangguk. "aku baru pertama kali ke sini. Direkomendasiin temen," kekehnya kemudian.

Aldo ikut tersenyum. Untung saja bukan Tante Lia yang menyuruhnya ke sini. Jika itu benar terjadi, maka bisa dipastikan Mama dan Tante Lia kenal di tempat ini juga. Ternyata dugaan Aldo salah.

"Puding di sini enak," ucap Aldo setengah berpromosi.

"Oh, ya? Kalau gitu ntar aku coba deh," sahut Calvin tampak antusias dengan promosi Aldo.

Aldo hanya tersenyum lalu melanjutkan kembali suapannya. Ia ingin segera menghabiskan potongan kue dan kopi dihadapannya lalu berpamitan. Kalau makanannya sudah ludes, tidak ada alasan baginya tetap tinggal bukan? Mumpung Calvin belum menyinggung soal Audy.

"Oh, ya, gimana kamu dengan Audy?"

Aldo tercekat. Suapan terakhirnya sempat urung masuk ke dalam mulut. Audy? batinnya kecut. Akhirnya topik perbincangan yang paling ia hindari, disinggung Calvin juga. Tapi, akan terasa aneh malah, jika gadis menyebalkan itu tidak disebut olehnya.

"Kalau kamu nggak tertarik dengan perjodohan ini, sebaiknya nggak usah diteruskan," ucap Calvin. Sepertinya cowok itu bisa membaca apa yang sedang Aldo pikirkan. Mungkin kebisuan Aldo selama beberapa detik sudah cukup menjelaskan segalanya. Calvin bukan orang yang tidak peka.

Aldo tersenyum pahit. Sebenarnya ia senang dengan kalimat Calvin. Setidaknya masih ada orang yang mengerti perasaannya.

"Kenapa kamu bilang begitu?" tanya Aldo berbasa basi. Rasanya tidak etis jika ia bilang, ya, memang aku nggak setuju dijodohin, makasih atas pengertiannya.

Calvin balas tersenyum. Tapi, senyumnya lebih manis ketimbang Aldo.

"Nggak pa pa, sih," jawab Calvin. Cowok itu menyesap kopinya. Apa dengan tersenyum seperti itu membuat tenggorokannya kering? "cuma, nggak semua orang di zaman ini bersedia untuk dijodohin. Bener nggak?"

Bener, Mas!

Aldo tersenyum. Hatinya senang, tapi setengah mati ia menyembunyikan perasaan itu dari Calvin. Aldo ikut-ikutan menyesap kopi miliknya setelah menuntaskan strawberry cake. Ia sama sekali tidak tertarik mengeluarkan komentar jenis apapun saat ini. Toh, Calvin sudah bisa membaca apa isi pikiran Aldo.

"Oh, ya. Kalau ada waktu mampir ke rumah, kita bisa ngobrol sambil main catur. Aku paling jago main catur, lho," ucap Calvin setelah berhasil menghabiskan makan dan minumnya. Cowok itu beranjak dari tempat duduknya dan berpamitan pada Aldo. "aku balik dulu, masih ada sedikit urusan di kantor."

Oh. Aldo hanya mengangguk dan melepas kepergian Calvin dengan senang hati. Tapi, cowok itu masih harus balik kantor jam segini? Wah, dia pasti sangat sibuk, pikir Aldo mulai beranjak dari tempat duduknya. Padahal tadi ia sempat mengira jika Calvin sama dengan dirinya.

Nampan! Cowok itu nyaris lupa jika harus membeli puding pesanan Mama sebelum keluar dari tempat itu. Wanita itu bisa marah besar jika Aldo lupa membelikan pesanannya.

Perjodohan Romantis (season 2) # CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang