"Aku mulai menyukainya."
Aldo mendelikkan kedua matanya. Sebaris kalimat yang keluar dari bibir sang playboy Reno berhasil membekukan tubuhnya seketika. Cowok itu menatap lurus sahabatnya dengan tatapan penuh keraguan. Bahkan aroma cokelat panas yang menguar dari dalam cangkir yang baru saja disajikan Reno semenit yang lalu, seperti berputar-putar di depan wajahnya dan tak bisa terhirup oleh indera penciumannya.
Aldo tergelak sesaat setelah ia cukup puas menatap sepasang mata, hidung, dan bibir sahabatnya. Tak ada yang mencurigakan di wajah itu, hanya terlukis seraut ekspresi serius di sana. Ia tampak polos dan seperti itulah ekspresi sebuah kejujuran. Ya, dilihat dari tampangnya Reno memang sedang jatuh cinta. Karena ia tampak jauh lebih bodoh ketimbang biasanya. Dan itu juga salah satu indikasi orang sedang jatuh cinta.
"Menyukai siapa?" tanya Aldo penasaran. Ia tak mau salah menduga dan lebih memilih bertanya meski ia sedang mencurigai seseorang sekarang.
"Dia."
"Dia siapa?" kejar Aldo dengan dahi terlipat tajam. Reno telah berhasil menjebaknya dalam sebuah teka teki dan ia tidak sabar untuk segera mengetahui jawabannya.
"Si calon dokter itu," jawab Reno tanpa semangat.
Aldo nyaris melompat dari kursinya begitu mendengar jawaban Reno. Si calon dokter yang dijodohkan dengannya? batin Aldo setengah tidak percaya.
"Yang bener? Kok bisa?" cecar Aldo antusias. Kedua matanya melebar dengan binar menginterogasi. Keterkejutan masih membekas di wajah tampannya.
Reno membuang pandangan ke tempat lain, melenguh sebentar, lalu menatap ke arah Aldo yang masih menunggu penjelasan dari mulutnya.
"Aku nggak tahu kenapa bisa suka sama dia," ujar Reno pelan. "kamu tahu, dia berbeda dari cewek yang selama ini kukenal, Sob," tandas cowok itu dengan nada serius.
Aldo menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi dan melipat kedua lengannya. Mencoba menahan diri dari rasa penasaran yang kian menumpuk dalam hatinya.
"Berbeda maksudnya?" pancing Aldo.
Reno menghela napas panjang. Meski ini bukan sesuatu yang sulit untuk diceritakan, tapi, tetap saja apa yang hendak ia utarakan pada Aldo bukanlah hal yang menjadi kebiasaannya selama ini.
"Dia seorang yang tegas, keras kepala, dan susah diatur," ungkap Reno setelah memantapkan diri mengeluarkan unek-unek di dalam hatinya.
Tawa Aldo pecah berantakan usai mendengar penuturan sahabatnya. Benar-benar bukan Reno yang biasa ia kenal!
Aldo paling hafal tipe-tipe gadis idaman Reno. Cowok itu menyukai seorang gadis cantik, memakai sepatu berhak tinggi, bentuk tubuh sempurna ala-ala gitar Spanyol, rok mini, dan berkelas. Memang tidak mudah mendapatkan tipe seperti itu di dunia nyata, alhasil Reno harus mencoret beberapa kategori yang sudah ditetapkannya. Ujung-ujungnya, memiliki pacar yang cantik sudah cukup buat Reno. Karena kategori sempurna tidak ada di dunia ini.
"Apa ucapanku sangat lucu?" protes Reno dengan menekuk wajahnya karena terlalu kesal melihat reaksi sahabatnya yang masih saja sibuk dengan ledakan tawa.
"Sangat," sahut Aldo dengan susah payah meredakan tawa. "kamu bilang dia keras kepala dan susah diatur, kan? Kenapa kamu jatuh cinta pada orang yag bisa dibilang egois seperti itu, hah? Ke mana hati nuranimu sebagai cowok playboy?" sindir Aldo sengaja merendahkan harkat dan martabat sahabatnya.
Reno mendengus sebal. Di saat ia serius mencurahkan segenap isi hatinya, Aldo malah menertawakannya habis-habisan. Ia menjadi menyesal sudah terlalu terbuka pada sahabatnya itu.
"Sob... " Aldo melanjutkan kalimatnya. Karena Reno terlalu lama diam dan jeda di antara mereka terlalu panjang. "kamu tahu, terkadang kita jatuh cinta pada orang yang nggak seharusnya, maksudku seseorang yang nggak kita inginkan. Jatuh cinta itu sebuah proses alami yang nggak bisa kita rencanakan. Perasaan kita jatuh begitu aja, tanpa bisa kita cegah. Paham?" tandas Aldo. Ia mengubah mimik wajahnya menjadi seserius mungkin saat menguarkan kalimat demi kalimatnya. Karena ia dan Reno bernasib sama, terjebak dalam perjodohan dan cinta yang tidak terduga.
Reno tersenyum pahit mendengar ulasan singkat Aldo. Meski ucapan sahabatnya benar, tapi, hati nuraninya melarang untuk mengiyakan.
"Dia seseorang yang nggak mudah untuk ditaklukkan," ucap Reno setelah menimbang ini dan itu. "mirip Audy-mu itu," imbuhnya kemudian.
"Jangan samakan Audy-ku dengan orang lain. Mereka nggak sama," cetus Aldo tak terima.
Reno terkekeh pelan.
"Kamu sangat mencintai Audy-mu itu?"
Aldo menghembuskan napas kuat-kuat lalu mengangguk.
"Apa dia juga mencintaimu?"
Jleb.
Pertanyaan Reno seperti sebilah pisau yang tiba-tiba melesat terbang dan menembus dada Aldo. Hanya sebatas imajinasinya belaka, tapi, mampu membuat cowok itu sesak napas. Ia kelabakan dan sedang berjuang untuk menemukan jawaban atas pertanyaan Reno.
Aldo memilih menutup mulut dan berpura-pura mencicipi cokelat panas buatan Reno yang sudah berangsur dingin. Rasanya masih sama seperti sebelumnya. Perpaduan cokelat kental yang agak pahit dengan rasa manis yang berbaur dengan sempurna dan terasa lembut mengalir di dalam lehernya.
"Aku sedang memperjuangkannya," ujar Aldo setelah selesai mengembalikan cangkir cokelatnya ke atas meja dengan selamat.
Reno mengangguk paham. Kisah mereka sangat mirip dan mereka tidak pernah merencanakan hal semacam ini.
"Oh ya, aku ada jadwal seminar di Bali minggu depan," beritahu Aldo mengalihkan topik perbincangan. "mau nitip sesuatu?"
Tapi, Reno menggeleng yakin.
"Nggak, Sob. Aku sudah terlalu sering berkunjung ke sana," tandas Reno terang-terangan menolak.
"Sombong," desis Aldo geram. Meski pada kenyataannya Reno lebih sering berkunjung ke pulau Dewata, tapi, apa perlu ia sesombong itu? dongkol Aldo dalam hati.
Reno terkikik melihat reaksi sahabatnya. Sesekali menjadi orang yang menyebalkan tidak apa-apa kan?
Aldo meninggalkan kursinya tak lama setelah ia berhasil menuntaskan isi cangkir cokelat miliknya. Karena ia harus hadir di meja makan tepat waktu atau Mama akan menceramahinya selama dua jam penuh tanpa jeda iklan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjodohan Romantis (season 2) # Complete
RandomDi dunia ini, tidak ada seorangpun yang ingin terlambat menikah. Sebagian orang menargetkan untuk menikah pada usia tertentu, tapi rencana manusia selalu terkalahkan oleh takdir. Target tak selalu tepat sasaran. Jodoh setiap orang berbeda-beda waktu...