EXTRA PART

26.9K 454 1
                                    

Aldo mengusap peluh yang membasahi keningnya dengan ujung lengan kaus putih yang membalut tubuhnya sembari menghembuskan napas kuat-kuat melalui mulut. Sepasang matanya memicing saat ia mendongak dan mendapati sang penguasa siang tengah bersinar dengan sangat terik. Peluh, panas, dan tenggorokannya kering. Sebuah perpaduan sempurna yang tak pernah ia dapati di balik meja kerja di kantornya.

Cowok itu menurunkan pandangannya dan mendapati sebuah botol minuman yang sudah kosong sedang terkapar beberapa jengkal di hadapannya. Target!

Cowok itu melangkah ke tempat di mana botol plastik kosong itu berada dan memungutnya. Lalu ia memasukkan 'sampah' itu ke dalam kantung besar yang sedang di genggamnya. Di dalam wadah itu bahkan sudah dihuni puluhan botol plastik bekas minuman lainnya yang berhasil Aldo kumpulkan dalam kurun waktu satu jam.

Car free day hari ini menyisakan sampah botol plastik dalam jumlah yang cukup banyak. Belum lagi plastik-plastik yang lain. Bungkus makanan, sedotan, kertas, dan sampah-sampah lain turut berceceran di area yang dipergunakan sebagai lokasi car free day. Padahal di beberapa titik sudah disediakan tempat sampah, tapi kenapa mereka masih membuang sampah sembarangan? Lagipula mereka bukan anak TK yang harus diajari untuk membuang sampah pada tempatnya, kan?

Aldo menatap ke sekeliling sejurus kemudian. Pengunjung car free day perlahan mulai menyusut satu per satu. Begitu juga dengan para pedagang minuman, makanan, dan penjual lain, mereka mulai meninggalkan lapak dadakan mereka ketika para pengunjung sudah berkurang. Yang tampak menonjol hanyalah para aktivis peduli lingkungan yang sedang giat-giatnya memungut sampah botol plastik dari bawah kaki mereka. Selembar kaus putih dengan sedikit motif hijau pada bagian depan dan juga sebuah topi, menjadi kostum mereka. Tak terkecuali Audy. Gadis itu juga memakai kostum dan melakukan kegiatan yang sama. Lantas apa yang dilakukan Aldo di sana? Dengan sebuah kantung besar yang dipenuhi dengan botol-botol minuman bekas yang terbuat dari plastik di tangannya.

"Suka kegiatannya?"

Aldo urung membungkukkan badannya untuk memungut sebuah gelas plastik yang berada tidak jauh dari ujung sepatunya. Benda itu tergeletak dengan cairan berwarna cokelat mengendap pada dasar gelas. Sebuah sedotan berwarna putih juga masih teguh menancap pada selembar plastik penutup gelas.

Aldo membalikkan tubuhnya dan mendapati seulas senyum termanis tersungging di bibir Audy.

"Lumayan. Hitung-hitung bisa membakar kalori," sahut Aldo sekenanya.

Audy terkekeh mendengar jawaban Aldo. Ia yang menawarkan cowok itu untuk mengikuti kegiatan 'memungut sampah' di hari bebas kendaraan seperti sekarang, dan tanpa diduga Aldo bersedia ikut dengannya.

"Aku cuma takut kamu terpaksa melakukan kegiatan memungut sampah ini karena permintaanku," tandas Audy begitu melihat kening Aldo yang tampak lembab. Sungguh, ia tidak ingin memanfaatkan Aldo dalam kegiatan kali ini.

"Aku malah lebih takut kehilangan kamu," sahut Aldo cepat. Sok romantis. Sial!

Audy tersenyum kecil mendengar kalimat rayuan Aldo. Berkat Mama yang memiliki segudang bakat merayu, kini cowok itu makin lihai dengan jurus rayuan gombalnya.

"Kenapa menyukaiku?" cecar Audy seraya memicingkan kedua matanya saat menatap wajah Aldo. Sinar matahari cukup menyilaukan siang ini.

"Apa harus ada alasan untuk menyukai seseorang?" Aldo balik tanya. Bukan karena ia tak punya persediaan jawaban, tapi lebih karena pertanyaan semacam itu terdengar mainstream dalam novel atau drama sekalipun. "beberapa orang jatuh cinta pada pandangan pertama, sebagian lagi perlu proses yang lama dan berbelit-belit baru bisa jatuh cinta. Ada juga yang tidak sadar menyukai seseorang dan baru merasakan jatuh cinta saat orang yang disukainya pergi. Jadi, kupikir menyukai seseorang karena hatinya ingin melakukannya. Bukan karena alasan ini dan itu. Tapi, aku bisa mengatakan aku menyukaimu apa adanya dirimu dan aku mengagumi kepribadianmu. Itu aja. Apa jawabanku sudah cukup memuaskan?" delik Aldo setelah menguraikan pemaparannya yang lumayan panjang.

Audy mengangguk puas.

"Penjabaran yang bagus," tandas gadis itu kemudian.

"Lalu kenapa kamu menyukaiku?" Giliran Aldo bertanya sekarang. "apa karena aku tampan? Atau karena aku terlalu keren? Atau jangan-jangan kamu terpaksa menyukaiku karena kita dijodohkan?"

"Apaan sih," gerutu Audy. Tangan kanannya sudah melayang ke arah pundak cowok itu untuk memberikannya hadiah sebuah pukulan.

Aldo meringis.

Apa Mama sudah mengajari gadis itu cara memukul orang? Benar-benar kelewatan!

"Woi, pacaran aja! Kalau udah sampahnya dikumpulin ke panitia ya! Udah siang nih!"

Teriakan itu berhasil memancing keduanya untuk menoleh serempak ke arah salah seorang teman Audy yang sudah berkacak pinggang sembari memperhatikan keduanya. Dengan mata yang setengah melotot pula.

"Ok!"

"Galak amat," gerutu Aldo memasang wajah masam. Di kantor ia biasa memarahi stafnya, tapi di sini ia malah jadi sasaran kemarahan teman Audy sialan itu.

"Kumpulin aja sampahnya," serobot Audy sembari menarik lengan Aldo menuju ke tempat pengumpulan sampah.

Aldo menurut jika Audy yang memintanya. Cowok itu bergegas mengekor langkah Audy dengan membawa kantung besar di tangannya yang penuh dengan botol-botol plastik bekas minuman menuju ke tempat yang telah ditentukan.

"Kamu belum menjawab pertanyaanku," bisik Aldo tanpa menoleh. Kini ia berhasil menyamakan langkah kakinya dengan gadis itu.

Audy menoleh, mengerutkan kening lalu bertanya.

"Pertanyaan yang mana?" tanya Audy benar-benar tak paham dengan maksud Aldo.

"Kenapa menyukaiku?"

Audy menghentikan langkah dan menatap cowok itu. Aldo ikut-ikutan menghentikan langkahnya begitu sadar gadis itu sedang menatapnya.

"Karena aku merasa kehilangan sebagian diriku saat kamu nggak ada di sampingku."

Oh, Tuhan!

Sepasang mata Aldo berbinar seketika. Satu kalimat terindah, teromantis baru saja keluar dari bibir gadis menyebalkan itu. Bukan, dia bukan gadis menyebalkan, tapi gadis yang paling dicintainya. The sweetest line.

"Aku jadi nggak sabar ingin segera melamar kamu," kekeh Aldo sembari menggaruk tengkuknya yang tidak bermasalah.

"Apa?!" Tapi, gadis itu malah menjerit dengan segenap keterkejutannya mendengar kalimat Aldo. Sepasang matanya melotot hendak keluar dari biliknya. "kamu lupa kalau aku masih kuliah?"

Sebuah pukulan harus mendarat kembali di atas pundak Aldo. Lagi. Memaksa cowok itu mengerang kesakitan.

"Sakit tahu nggak, Dy... "

"Biar," sahut Audy kesal. Gadis itu melanjutkan langkahnya kembali dan mengabaikan Aldo yang masih sibuk mengusap bekas pukulannya.

"Emang kamu belajar karate dari Mama?! Hei, tunggu aku Audy sayang!"

Dan semua mata melotot ke arah mereka berdua!

Perjodohan Romantis (season 2) # CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang