"Namanya Agus," ucap Audy memulai penuturannya soal anak laki-laki yang ia temui di rumah kumuh beberapa menit yang lalu. Sepasang matanya tampak menatap lurus ke depan. "dia kelas empat sekarang. Aku ketemu Agus saat dia bekerja berjualan tahu bulat di jalan," imbuhnya lagi.
Tahu bulat yang digoreng dadakan itu?
Aldo menoleh sekilas ke arah gadis itu. Ia urung mengajukan pertanyaan soal Agus dan lebih memilih fokus pada kemudi sembari menunggu kelanjutan kisah anak laki-laki itu. Lebih baik tidak menyela cerita seseorang ketimbang terlalu banyak bertanya.
"Awalnya aku merasa heran, anak sekecil itu berjualan tahu bulat di saat jam sekolah, tapi setelah aku bertanya padanya aku menjadi tahu kenapa dia harus bekerja meski usianya masih dibawah umur," ucap Audy melanjutkan kisah tentang anak laki-laki yang ia temui beberapa saat lalu di rumah kecil berbahan papan kayu. "Agus bercerita kalau Ayahnya pergi saat dia masih kelas satu SD. Agus dan ibunya harus bertahan hidup dengan bekerja keras. Ibunya bekerja sebagai pemulung, sedangkan Agus ikut berjualan tahu bulat keliling. Penghasilan mereka nggak seberapa, hanya cukup untuk makan sehari-hari. Itulah kenapa Agus terpaksa ikut mencari uang dan putus sekolah," papar Audy menceritakan sekelumit kehidupan Agus.
Aldo menelan ludah. Ya, kehidupan miris seperti itu sudah sering ia lihat dalam tayangan televisi. Tapi, baru kali ini ia melihat secara langsung di dunia nyata. Ternyata masih banyak hal di sekitar Aldo yang belum ia ketahui, terutama soal kehidupan sosial.
"Sebenernya Agus anak yang cerdas," lanjut Audy kembali. Mengoyak lamunan kecil Aldo. "sayang jika dia harus putus sekolah. Aku berniat membantunya sedikit, sesuai kemampuanku."
Aldo mengangguk menanggapi sambungan kalimat Audy. Ia tadi sempat melihat gadis itu memberi sesuatu pada Agus. Mungkin sejumlah uang untuk biaya sekolah anak itu.
"Selain memungut sampah, kamu juga melakukan kegiatan sosial semacam itu?" toleh Aldo penasaran. Sepertinya banyak hal yang perlu ia korek sedalam-dalamnya tentang kehidupan gadis itu. Karena selain menyebalkan ternyata gadis itu juga menakjubkan. Entah terbuat dari apa hatinya.
"Bukan kegiatan sosial," ralat Audy. "aku hanya menyisihkan uang jajanku untuk membantu orang lain. Itu aja," ujar gadis itu sekadar menambahi.
Aldo mengulum senyum di sudut bibirnya. Tentu saja Audy tidak boleh melihat senyum itu. Gadis itu ternyata baik hati juga, batinnya memuji. Dibalik penampilan tomboy dan sikap juteknya, Audy masih memiliki hati yang tulus. Padahal jika gadis itu mau, ia bisa saja hidup glamour seperti yang lain. Memakai pakaian dan aksesories branded, pergi ke mana-mana menggunakan mobil, liburan, shopping, dan masih banyak lagi kegiatan anak muda zaman sekarang. Tapi, Audy berbeda. Gadis itu memilih tampil sederhana dan apa adanya. Ia tidak hanya memikirkan diri sendiri, tapi masih berpikir tentang orang lain. Entah di mana Aldo bisa menemukan gadis semacam Audy. Bagi cowok itu, bisa mengenal Audy merupakan sebuah hadiah terindah apalagi jika ia bisa mendapatkan gadis itu seutuhnya.
"Kamu laper nggak?" tegur Aldo setelah jeda beberapa menit. Ia berinisiatif mengajak gadis itu untuk makan siang bersama. Sekadar untuk bisa dekat dan ia ingin mengenal Audy lebih dalam.
"Kenapa?"
Aldo melenguh. Bukankah sebuah pertanyaan harus dijawab dengan jawaban, bukan balik tanya seperti yang baru saja dilakukan gadis itu.
"Aku laper," ucap Aldo mencoba bersabar. Jika saja ia tidak ingat jika sedang dalam perjuangan untuk mendapatkan gadis itu, sudah meledak amarah di dalam kepalanya.
"Kamu kan bisa mampir nyari makan setelah nganterin aku," ucap Audy seolah memberi jalan terang bagi kesesatan cowok itu.
Duh, nih cewek bego atau pura-pura bego sih?
"Aku lapernya sekarang," sungut Aldo sembari menahan gemelutuk gigi-giginya. "aku tadi nggak sempat makan siang karena harus nganterin kamu. So, kamu harus nemenin aku makan sekarang," ucapnya seolah ingin menjadikan Audy sebagai tersangka utama atas perutnya yang kelaparan.
Audy menyunggingkan senyum pahit. Sembari menoleh ia melototkan kedua matanya.
"Lho, kok aku sih, yang disalahin? Aku kan nggak maksa kamu buat nganterin aku. Kamu sendiri yang... "
"Stop it!" seru Aldo memotong kecerewetan gadis yang masih duduk di jok sebelahnya. Lama-lama ia kesal juga dibuatnya. Dasar gadis menyebalkan.
Audy melongo melihat reaksi cowok itu. Ia tidak tahu bagaimana usaha Aldo setengah mati menahan kesal terhadapnya.
"Pokoknya kamu harus mau nemenin aku makan dan kamu nggak boleh nolak. Paham?" tegas Aldo terang-terangan memaksa gadis itu.
"What?" Kedua manik mata Audy nyaris melompat keluar mendapat ancaman dari cowok itu. "kok maksa sih?"
"Dy, aku laper. Masa kamu nggak kasihan sih," ratap Aldo mengeluarkan jurus tipu-menipunya. Ia sudah sering melihat Mama melakukan hal semacam ini sebelumnya.
Gadis itu mendengus. Sebal.
"Cuma nemenin aja, kan?"
"Ya, ikut makan juga dong," sahut Aldo merasa mendapat angin. "ntar kamu ngiler ngelihatin aku makan, gimana?" Aldo mengerlingkan matanya.
"Hei, tapi aku nggak laper... "
"Nona, namaku Aldo. Bukan hei," ucap Aldo menyahut ucapan gadis itu yang mirip sebuah keluhan. "lagian kamu harus banyak makan. Kamu juga harus memperhatikan diri sendiri disamping melakukan banyak kegiatan sosial di luar sana. Tubuh kamu juga harus fit demi kepedulian lingkungan itu, paham?" Mulut Aldo nyerocos seolah tanpa jeda. Dan siasatnya berhasil membungkam mulut gadis itu.
Audy tak menyahut dan lebih memilih membuang pandangan ke luar jendela. Menghindari perbincangan dengan cowok itu yang lebih mirip dengan perdebatan anak kecil.
"Jadi, kamu mau makan apa?" tawar Aldo setelah keadaan hening beberapa saat kemudian.
"Terserah." Audy menggumam tanpa menoleh ke arah Aldo. Ya, gadis itu tampaknya masih kesal dengan sikap Aldo yang sudah melakukan pemaksaan pada dirinya.
Aldo menarik napas dalam-dalam demi mendengar kata terserah yang keluar dari bibir Audy. Biasanya jika seorang gadis mengucapkan kata itu berarti ia sedang marah. Dan Aldo harus pandai-pandai memanage situasi semacam ini. Intinya, semua keputusan di tangan Aldo sekarang.
Cowok itu membelokkan mobilnya ke arah salah satu restoran seafood yang berjarak beberapa menit dari rumah Audy. Ya, Audy perlu makan makanan yang tinggi protein untuk menjaga daya tahan tubuhnya agar selalu terjaga dan tidak gampang sakit. Mengingat gadis itu memiliki banyak kegiatan dalam kesehariannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjodohan Romantis (season 2) # Complete
RandomDi dunia ini, tidak ada seorangpun yang ingin terlambat menikah. Sebagian orang menargetkan untuk menikah pada usia tertentu, tapi rencana manusia selalu terkalahkan oleh takdir. Target tak selalu tepat sasaran. Jodoh setiap orang berbeda-beda waktu...