part 23

18.7K 354 1
                                    

"Hei, Sob! Tumben ke sini?" sambut Reno seraya memukul perut Aldo pelan.

Aldo meringis tanpa suara menyambut serangan kecil yang dilancarkan sahabatnya.

"Yuk," ajak Reno seraya merangkul pundak Aldo menuju meja yang kosong. Cafe lumayan ramai sore ini, tapi untungnya masih ada meja yang tersisa untuk sahabatnya. "mau pesen apa, nih?" tanya cowok itu setelah berhasil mendudukkan sahabatnya di salah satu kursi kosong.

"Cokelat panas," sahut Aldo setelah berhasil meletakkan pantatnya senyaman mungkin di atas kursi.

"What?" Kening Reno berkerut tajam demi mendengar pesanan sahabatnya. Seumur-umur baru pertama kali ini Aldo memesan cokelat panas di cafe milik Reno. "tumben? Kamu udah ganti selera?" desak cowok itu sembari memandangi muka sahabatnya, mencari sesuatu yang pantas untuk dicurigai.

"Kenapa? Nggak boleh?" Aldo malah balik tanya.

"Boleh, boleh," sahut Reno sigap. "apa suasana hatimu sedang buruk?" tebaknya sejurus kemudian. Cowok itu belum beralih dari tempatnya berdiri padahal harusnya ia sudah bergegas membuatkan pesanan Aldo.

"Apa harus menunggu suasana hati buruk dulu baru boleh pesan cokelat panas?" balas Aldo melayangkan nada protes.

Reno mengedikkan bahu. Ia tidak mengajukan pertanyaan kembali dan langsung undur diri dari hadapan Aldo untuk membuatkan pesanan cowok itu, secangkir cokelat panas.

Suasana hati Aldo memang memburuk setelah kejadian tadi siang. Audy yang pernah ia sebut hebat, nyatanya lebih menyebalkan dari yang sebelumnya. Gadis itu benar-benar mengacaukan pikiran Aldo. Gadis itu mengagumkan sekaligus menyebalkan, itulah intinya.

Tapi, kamu menyukainya kan?

Reno tiba beberapa menit kemudian. Agak lama ketimbang biasanya. Karena sebelum melangkah menuju ke meja Aldo, cowok itu menyempatkan diri ngobrol dengan salah seorang karyawannya. Aldo juga melihatnya, tapi, tak bisa uring-uringan seperti saat mendapati Audy sedang bercanda bersama teman-temannya. Ini kasus yang berbeda meski ia sudah tak sabar ingin mencium aroma cokelat panas. Ia butuh sesuatu yang bisa membahagiakan hatinya saat ini dan cokelat adalah pilihan terbaik diantara semuanya. Konon siapa saja yang makan cokelat akan merasa bahagia dan Aldo ingin membuktikan penelitian para ilmuwan tersebut.

Reno meletakkan secangkir cokelat panas sesuai permintaan sahabatnya di atas meja. Harum aroma khas cokelat langsung menguar ke seputar hidung Aldo begitu cangkirnya menyentuh permukaan meja.

"Ada apa, Sob?" tegur Reno sembari mengambil tempat duduk di seberang meja Aldo. "kusut amat hari ini. Banyak kerjaan?"

Aldo menggeleng pelan. Apa wajahnya sekusut itu? batinnya.

"Kalau kerjaan sih, nggak terlalu bermasalah, Sob," sahut Aldo datar. Biasanya Papa yang akan menangani semuanya jika Aldo mengalami kendala dalam pekerjaannya. Tapi, ini bukan sesuatu yang bisa ditangani Papa sekalipun.

"So?" desak Reno seraya mengamati wajah Aldo dengan teliti. "soal Audy?" tebaknya sejurus kemudian.

Aldo menarik napas lalu mengangguk. Bagaimanapun juga kedatangannya ke cafe Reno selain untuk mencicipi secangkir cokelat panas, ia ingin membagi sedikit beban pikirannya dengan sahabatnya itu. Meski terkadang solusi yang disampaikan Reno terbilang konyol, tapi, cowok itu adalah pendengar yang baik.

"Pernah nggak, kamu diabaikan sama orang yang kamu suka?" tanya Aldo setengah bergumam. Ia tidak mau suaranya didengar sampai meja sebelah. Tapi, ditilik dari suara dan mimik wajahnya, Aldo lebih dari sekadar serius.

Reno tersenyum demi mendengar pertanyaan sahabatnya. Cowok seganteng dan keren seperti Aldo diabaikan oleh seorang gadis? batinnya heran. Berita besar yang mengejutkan sekaligus menggelikan.

"Audy mengabaikanmu?" tanya Reno hanya untuk memastikan sebelum ia memutuskan meledakkan tawa setelahnya.

Dan sayangnya Aldo mengangguk.

"Masa sih? Cowok sekeren kamu diabaikan sama Audy?" desak Reno dengan kening berkerut tajam. Setahu Reno Aldo adalah tipe cowok idola sejak mereka duduk di bangku SMU. Jadi, rasanya mustahil jika ada seorang gadis yang mengabaikan Aldo. "aku jadi penasaran, kayak apa sih Audy itu? Emang dia cantik banget?"

Aldo melenguh. Perasaannya terluka oleh ucapan Reno barusan, tapi, ia akan menyembuhkan luka itu secepat mungkin.

"Dia cantik, tapi, nggak cantik banget. Dan dia tomboy," ungkap Aldo seraya melukis sosok gadis sederhana bernama Audy dalam benaknya.

"Tomboy?" ulang Reno hanya untuk meyakinkan. "kamu suka cewek tomboy? Sejak kapan? Bukannya kamu suka cewek feminin?" cecarnya kemudian masih dengan nada tidak percaya.

Aldo mengacuhkan ekspresi wajah Reno yang mengerikan saat dibalut rasa penasaran level tinggi. Cowok itu menyesap cokelat miliknya sebelum melanjutkan perbincangan.

Rasa pahit cokelat kental dan sedikit perpaduan manis yang menyatu sempurna, mengalir lembut di leher cowok itu. Lumayan. Ternyata cokelat hangat nikmat juga.

"Dia berbeda dari cewek-cewek yang pernah kukenal sebelumnya, Sob," ujar Aldo setelah meletakkan cangkirnya di atas meja. Kembali pada perbincangan yang sempat terputus.

"Maksudnya?"

"Aku nggak bisa menjelaskan, Sob. Takutnya ntar kamu malah naksir dia, lagi," kekeh Aldo sengaja mengerjai sahabatnya. Ia mengedipkan sebelah matanya.

"Ah, payah kamu, Do," desis Reno seraya mengibaskan sebelah tangannya ke udara. "mana mungkin aku ngembat cewek sahabatku sendiri."

"Ya, buat jaga-jaga aja," sahut Aldo. "terus, gimana dengan kamu? Kapan kalian akan menikah?" tanya Aldo mengganti topik utama. Giliran Reno yang harus dikorek habis-habisan.

Reno menggeleng.

"Belum, Sob. Kan cewek itu masih kuliah."

"Oh." Berarti mereka senasib, pikir Aldo setengah girang. "terus, gimana perasaan kamu sama dia?" korek Aldo lebih dalam.

Reno tak menyahut. Cowok itu malah menatap nanar ke sudut lain seolah tidak mendengar suara apapun di sekitarnya.

"Ren! Kamu lihat apaan, sih?" tegur Aldo kesal karena cowok yang duduk di hadapannya malah diam tak menggubris ucapannya. Apa bedanya Reno dan Audy sekarang? Ia benar-benar dobel diabaikan.

"Tuh, cewek cantik juga, Sob," bisik Reno. Ia memberi kode pada Aldo agar menatap ke arah yang ditunjuk dengan dagunya. Bibirnya mengembangkan sebuah senyum mencurigakan.

Sontak Aldo melayangkan pandangan ke arah yang ditunjuk sahabatnya. Dan di sudut yang ditunjuk Reno, seorang wanita cantik sedang duduk sendirian. Sebuah rok mini, tank top, blazer, high heels, kuku-kuku yang dicat, rambut cokelat, wajah yang manis. Perpaduan yang sempurna untuk seorang wanita karir di kota metropolitan. She's perfect.

Aldo tak menampik jika wanita yang terus menerus dilirik Reno memang sangat cantik dan menarik. Rasanya ia sempurna dan mustahil ada laki-laki yang menolak wanita cantik itu. Bahkan Audy kalah telak jika dibandingkan dengan wanita itu.

"Dasar playboy," desis Aldo geram.

Reno tak terpengaruh dengan makian Aldo dan masih menatap ke arah wanita cantik itu.

"Aku ke sana dulu."

Belum sempat Aldo menyahut, Reno sudah terlebih dulu bangkit dari kursinya. Cowok itu melangkah dengan gaya tenang ke arah target yang dimaksud. Meninggalkan Aldo yang kini benar-benar uring-uringan dibuatnya.

Di manapun juga, di belahan bumi ini, gadis cantik bertebaran di sana sini. Tapi, bicara soal fisik tidak akan pernah ada habisnya. Kecantikan bukanlah hal yang kekal. Tapi, kebaikan hati melebihi kecantikan fisik. Dan Aldo lebih menyanjung kecantikan hati. Seperti Audy. Gadis itu tidak pernah menomorsatukan penampilan fisik. Ia lebih mementingkan orang lain dan lingkungan di sekitarnya. Tapi, yang jadi permasalahannya sekarang adalah gadis itu bersikap sangat menyebalkan pada Aldo. Reno juga. Mereka seperti sedang sepakat membuat Aldo jadi uring-uringan hari ini.

Aldo memutuskan untuk segera angkat kaki dari cafe milik Reno setelah berhasil menandaskan isi cangkirnya tanpa menunggu cowok itu kembali ke mejanya. Ia sedang sibuk!

Perjodohan Romantis (season 2) # CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang