part 31

18.1K 343 3
                                    

Jadwal seminar yang berakhir ketika matahari sudah condong ke barat, menguras sebagian besar energi dalam tubuh Aldo dan juga waktunya. Ia bahkan tak sempat pergi keluar hotel sekadar untuk melemaskan kedua kakinya karena harus duduk seharian, atau mencuci mata dengan pemandangan di luar sana yang pasti jauh lebih indah ketimbang hanya menatap orang-orang yang sibuk membicarakan soal bisnis.

Usai seminar dan makan siang, Aldo memanfaatkan waktunya di atas tempat tidur untuk mengistirahatkan punggungnya yang hampir patah karena terus-terusan duduk di kursi dan memejamkan kedua matanya yang dilanda kelelahan akut. Cowok itu baru terbangun ketika malam mulai turun dan ia tersadar masih memakai pakaian yang dikenakannya saat seminar tadi siang.

Rencananya setelah mandi dan berganti pakaian, Aldo akan berjalan-jalan di sekitar area hotel sekaligus hunting makan malam karena ia mulai kelaparan. Meski sebenarnya ia bisa memesan dari kamar hotel, Aldo lebih tertarik berburu makanan di luar sana sekaligus ingin mencicipi pemandangan Denpasar di malam hari. Tapi, begitu melihat ponselnya yang tergeletak sembarangan di atas tempat tidur, cowok itu urung menyentuh kenop pintu. Benda itu terabaikan seharian ini dan belum tersentuh oleh tangannya karena terlalu sibuk. Ia masih dalam keadaan mati sejak Aldo tinggalkan tadi pagi.

Beberapa notifikasi masuk saat Aldo berhasil menyalakan benda itu. Tidak ada yang penting, hanya ada pemberitahuan dari media sosial dan sms dari Mama yang menanyakan apa Aldo sudah makan malam. Begitulah Mama, di manapun Aldo berada ia tidak akan lepas dari kekhawatiran soal putranya. Dan Aldo benci jika harus disebut sebagai anak mama karena perhatian Mama yang selalu berlebihan padanya. Tapi, Aldo segera mengetikkan beberapa kata untuk dikirim ke ponsel Mama sesaat kemudian. Mama paling tidak suka sms yang tidak terbalas.

Setelah menyelesaikan satu sms, cowok itu bergegas melanjutkan niatnya untuk pergi mencari makan malam di luar hotel. Tapi, begitu ia berada satu jengkal di depan pintu kamar, mendadak ponsel yang ia tinggalkan di atas tempat tidur berdering. Seseorang sedang melakukan panggilan ke nomor Aldo sekarang. Memaksa cowok itu berhenti dan balik kanan. Apa Mama belum puas dengan sms-an saja?

Sembari menggerutu, Aldo melangkah ke tempat tidur lalu meraih ponselnya yang masih berdering. Cowok itu menatap layar dan membelalakkan sepasang matanya begitu mengetahui identitas si penelepon.

Audy calling...

Aldo membeku menatap layar ponselnya. Ia membaca sekali lagi tulisan yang tertera di sana sekadar untuk memastikan jika ia tidak salah lihat. Gadis itu meneleponnya? batin Aldo nyaris jatuh pingsan. Tumben, ia menelepon.

"Halo... "

Tak ada sahutan dari seberang sana. Tapi, Aldo yakin jika teleponnya masih tersambung. Hanya saja seseorang di sana masih belum membuka suara.

"Halo... " ulang Aldo sekali lagi. Jika masih tak ada jawaban sampai hitungan ke tiga, maka cowok itu terpaksa memutus sambungan meski itu dari Audy sekalipun. Satu, dua...

"Halo."

Akhirnya ada jawaban dari ujung sana. Suara Audy. Tapi, ia terdengar ragu saat mengucapkannya.

"Ada apa?" tegur Aldo sedatar mungkin.

"Aku tadi hanya iseng menekan nomor kamu, nggak tahunya nyambung. Padahal aku nggak pakai kode negara... "

Dahi Aldo berkerut tajam mendengar ocehan Audy dari seberang sana. Gadis itu terdengar aneh dan apa yang baru saja ia katakan tadi? Kode negara?

"Kode negara apa?" tanya Aldo benar-benar tidak mengerti dengan maksud gadis itu. Pikirannya tidak mampu menerka ke mana arah pembicaraan Audy.

"Lho, emangnya kamu sedang di mana sekarang? Bukannya kamu pergi ke Amerika?" Suara Audy terdengar seperti orang bodoh dari ujung telepon. Aldo tidak bisa membayangkan bagaimana raut wajah gadis itu sekarang.

"Amerika?" Aldo nyaris memekik saat menyebut kata itu. Bagaimana bisa Audy berpikir jika Aldo sedang berada di Amerika sekarang?

"Ya, bukannya kamu pergi ke Amerika? Tapi, kenapa nomor kamu bisa dihubungi padahal aku nggak pakai kode negara," ujar Audy terdengar heran.

Aldo mendengus kuat-kuat. Dasar gadis bodoh! Dari mana ia dapat info menyesatkan seperti itu?

"Aku di Bali sekarang," beritahu Aldo sesaat kemudian. Mengklarifikasi keberadaan dirinya. "memangnya siapa yang bilang aku pergi ke Amerika?" desaknya dibalut rasa penasaran.

"Mamamu."

Ya, ampun Mama!

Aldo menepuk jidatnya sendiri begitu Audy menguak siapa tersangka di balik kesalahpahaman ini. Jadi, Mama biang onar di balik semua ini? Kenapa juga ia memberi informasi menyesatkan pada gadis itu? Lalu apa tujuannya?

Aldo menarik napas panjang dan mencoba meredam emosi yang bersiap menyerang kepalanya. Ia harus mengatakan kebenarannya pada gadis itu, sedang urusan dengan Mama bisa menunggu.

"Mamaku berbohong," tandas Aldo sesaat kemudian. Andai saja ia sedang berhadapan dengan Audy, entah bagaimana ekspresi wajahnya sekarang. "sorry. Tapi, aku benar-benar nggak tahu kalau Mama membohongimu. Aku di Bali untuk beberapa hari ke depan karena harus menggantikan Papa menghadiri seminar bisnis. Itu sebenarnya yang terjadi," ulas Aldo mengungkapkan hal yang sebenarnya pada gadis itu.

"Oh."

Aldo hanya bisa mendengar sebuah gumaman kecil dari ujung telepon. Tanpa komentar atau sepatah kata untuk menanggapi kalimat Aldo.

Jadi, karena mengira aku akan pergi ke Amerika, gadis itu memaksa menghentikan taksi lalu mengucapkan rasa sukanya padaku. Perasaan yang dimilikinya untukku, tuluskah? Atau hanya sebuah beban dihatinya karena mengira aku marah dan memutuskan untuk pergi jauh. Sungguh, ini semacam teka teki yang membuatku terjebak dalam keraguan teramat sangat. Apa aku harus menghilang dulu baru ia menyukaiku?

"Kalau nggak ada yang mau kamu bicarakan lagi, aku tutup teleponnya," sentak Aldo karena gadis itu masih diam. Hanya desah napasnya yang sesekali terdengar resah.

"Kamu sibuk?" Akhirnya terdengar sahutan dari seberang sana.

"Nggak," gumam Aldo sedikit jengah. "aku kelaparan."

"Oh, ok. Maaf aku udah ganggu waktumu."

Aldo menutup telepon setelah Audy selesai dengan kalimatnya. Ia tak berniat menyambung percakapan dengan gadis itu atau sekadar mengucap kata 'selamat malam' sebagai salam perpisahan. Pikirannya dipenuhi dengan hal lain dan itu sangat membingungkan buatnya.

Cowok itu menimang ponsel di tangannya beberapa saat lalu melemparnya begitu saja ke atas tempat tidur. Perutnya lebih penting dari apapun sekarang dan ia harus bergerak dari kamarnya untuk mencari menu makan malam yang mengenyangkan. Karena rasa kenyang bisa membuatnya tidur nyenyak malam ini tanpa terganggu oleh pikiran tentang gadis itu.

Perjodohan Romantis (season 2) # CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang