part 32

18.3K 338 1
                                    

"Kenapa Mama mesti berbohong sama Audy, sih?"

Aldo sudah rapi dengan setelan jas hitam yang melekat di tubuhnya pagi ini. Tapi, sedari tadi ia tampak mondar mandir tal jelas di dalam kamar hotel seraya menempelkan ponselnya ke telinga. Cowok itu sedang berusaha menginterogasi Mama yang sudah melakukan kesalahan fatal dengan membohongi Audy perihal keberangkatannya ke Bali. Mama sudah mengatakan pada Audy jika ia pergi ke Amerika. Dan untuk kebohongan besar ini Aldo sangat menyesal. Bagaimana bisa Mama melakukan hal itu pada putranya sendiri? Ia merasa sudah dikhianati oleh Mamanya sendiri!

"Mama sengaja melakukannya untuk membantu kamu," tandas Mama. Nada suaranya terdengar tenang. Seolah-olah ia tak pernah melakukan jenis kesalahan apapun padahal Aldo sedang uring-uringan sekarang.

"Membantu apa?" kilah Aldo cepat dan setengah geram. Tapi, ia masih bertahan untuk tidak meluapkan emosinya pada Mama. "ntar Audy malah berpikir kita bersekongkol membohonginya. Mama mikir nggak, sih?" sesalnya kemudian.

"Nggak." Mama menyahut tak kalah cepat. "Aldo sayang, bukannya kamu pingin tahu bagaimana perasaan Audy sama kamu, kan?"

"Iya, tapi nggak dengan cara berbohong seperti itu, Mama sayang. Dibohongi itu rasanya nggak enak, tahu nggak?" Aldo menjatuhkan pantatnya di atas sebuah single sofa yang berada di sudut kamar. Kakinya bisa pegal jika harus mondar mandir ke sana kemari tanpa tujuan yang jelas. Lebih baik ia duduk diam di atas sofa demi menghemat energi di pagi hari seperti ini karena perutnya masih kosong. Ia masih punya waktu satu jam sebelum seminar dimulai. "bagaimana kalau Audy membenci Aldo gara-gara kebohongan Mama itu?" tanya Aldo berusaha menyalahkan Mama atas semua yang telah dilakukannya.

"Ya maafin Mama, Sayang," ujar Mama memelankan suaranya. Sepertinya ia mulai menyadari kesalahannya. "tapi, apa kata Audy soal itu? Dia marah?" desak Mama ingin tahu.

Aldo mendesah panjang dan berat. Sebenarnya ia tidak terlalu tahu bagaimana perasaan Audy saat ini. Marah, kesal, atau gadis itu malah membenci Aldo dan mamanya gara-gara kebohongan itu. Aldo tidak bisa menyimpulkan dari perbincangan mereka semalam.

"Mungkin," sahut Aldo sambil mengedikkan kedua bahunya meski Mama tak bisa melihat. "Aldo nggak tahu pasti."

"Mama coba bantu bicara sama Jeng Lia dan Audy, deh... "

"Nggak usah, Ma!" cegah Aldo setengah berteriak. Ia nyaris terlompat dari atas sofa.

"Lho, kenapa?"

"Biar Aldo yang mengurus masalah ini sendiri," tandas Aldo sejurus kemudian.

"Emang kamu yakin bisa mengatasi semua ini? Mama yang udah membuat kebohongan itu, Sayang. Jadi, Mama juga yang harus bertanggung jawab atas semuanya," ujar Mama bermaksud mengambil alih seluruh persoalan yang membebani pikiran putranya.

"Terserah," sahut Aldo tak bersemangat. Cowok itu melirik jam tangannya dan segera mengakhiri perbincangan mereka. "Aldo tutup dulu, Ma. Seminar sebentar lagi dimulai. Bye."

"Bye."

Aldo menghela napas panjang. Keresahan sedang melanda hatinya saat ini. Semua gara-gara Mama. Karena kebohongan Mama Aldo harus menanggung segala resikonya. Disaat ia memutuskan ingin berjuang demi mendapatkan hati gadis itu, Mama muncul dan mengacaukan semuanya.

Aku menyukaimu.

Manik mata Audy saat mengucapkan kalimat itu, terlintas kembali di dalam ingatan Aldo. Tatapan mata gadis itu terlihat polos dan redup, tak sedingin biasanya. Rasanya Aldo tidak akan bosan mengulang adegan itu lagi dan lagi. Suara Audy yang terdengar tegas saat mengucapkan kalimat itu seolah mantra sihir yang mampu menghipnotis pikiran Aldo. Benarkah ia menyukai Aldo? Sayangnya, untuk mempercayai ucapan Audy, Aldo belum bisa melakukannya. Bagaimana bisa seseorang yang selama lima hari tanpa kabar, tiba-tiba datang dan menembaknya. Dimana sikap-sikap cuek dan dingin yang biasa ia tunjukkan di depan Aldo? Lalu kata-kata datar dan terkadang ketus, sok tidak peduli itu, kemana perginya? Apakah sikap dingin yang selama ini ditampilkan Audy di depannya adalah palsu belaka? Atau sebaliknya? Kalimat yang ia ucapkan bak drama di pinggir jalan itulah sebenarnya yang palsu?

Dan parahnya, Aldo tak memberi respon yang semestinya saat itu!

Kenapa wanita susah sekali untuk dimengerti?

Aldo meremas rambutnya dengan kasar seraya mendengus kuat-kuat. Ini lebih rumit dari sekadar meratapi sakitnya patah hati. Sekali lagi, ia merasa berdiri di atas hamparan sebuah tali tambang dengan tiupan angin yang membuatnya nyaris goyah. Audy sungguh membuatnya gamang!

Aldo beranjak dari tempat duduknya setelah lima menit bergumul dengan kegelisahan. Ia memutuskan keluar dari kamar hotel dan berencana turun untuk mampir di restoran yang berada tak jauh dari lobi. Ia bisa memesan sesuatu untuk mengganjal perutnya yang kosong pagi ini sebelum menghadiri seminar.

Dan lagi-lagi ia meninggalkan ponselnya di atas tempat tidur.

Perjodohan Romantis (season 2) # CompleteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang