Ketika semua orang ingin malam cepat berlalu dan berganti dengan sinar fajar yang indah, Senja justru ingin malam itu kekal dan abadi. Malam yang membungakan hatinya. Malam yang sesuai dengan keinginan hatinya. Malam yang membuatnya bahagia karena Avgi menyatakan rasa di hatinya. Kepada dirinya tentunya.
Suara alarm berdentang dari handphone yang diletakkan tepat di atas bantalnya. Tak seperti biasa yang malas dan ogah, Senja membuka mata dengan segar dan langsung menyambar handuk yang tergantung di gantungan baju di belakang pintu. Rambutnya yang acak-acakan tak dipedulikannya. Nanti juga sehabis mandi bisa dibereskan, pikirnya.
"Tumben kamu pagi-pagi benar sudah mandi," Bu Apik menyapa Senja yang berjalan ke arah kamar mandi dengan handuk terjuntai ke bawah di bahunya. Matanya masih sayu menatap Bu Apik yang sudah rapi dan wangi dengan kerudung warna birunya.
"Nanti ibu juga tahu," ujarnya dengan lemas tak ingin mengatakan yang sebenarnya, namun senyum tipisnya masih hadir membuat Bu Apik semakin penasaran.
"Apa? Apa..." tanya Bu Apik terputus.
"Permisi, Bu Apik... Senja..." suara seorang pemuda muncul dari arah pintu depan.
"Seperti suara Avgi," ucap Bu Apik bergumam perlahan.
"Memang..." sahut Senja yang kemudian lenyap menuju kamar mand, tak ingin membuat kekasih barunya itu menunggu lama.
"Tumben sekali dia pagi-pagi sekali sudah main ke panti. Ada apa ya?" Bu Apik melanjutkan kata-katanya tanpa menggubris kalimat candaan yang keluar dari mulut Senja.
"Sudah, Bu. Daripada penasaran, lebih baik tanyakan saja pada pria tampan di depan itu," teriak Senja dari dalam kamar mandi. Bu Apik menganggu dan mengamini apa yang diucapkan oleh Senja. Kaki besarnya melangkah buru-buru ingin menyapa Avgi yang sudah memanggil namanya beberapa kali.
Bu Apik terus berjalan membawa tubuhnya yang sintal. Saling senyum menjadi awal yang membuka sapaan Avgi dan Bu Apik di depan Panti Asuhan. "Eh, nak Avgi. Tumben pagi-pagi begini sudah datang," ujar Bu Apik menyapa Avgi yang langsung mencium tangan wanita yang wajahnya mulai ditumbuhi kerut-kerut. Matanya kemudian jeli melihat jam dinding yang tergantung tak jauh dari situ. "Ini baru jam 7 pagi lho!"
Avgi tersenyum. Wajahnya berseri-seri menampakkan aura yang amat berbeda dari biasanya. Ada aroma cinta yang ditangkap Bu Apik dalam diri Avgi. "Iya, Bu. Kan kalau bangun siang terus nanti rejekinya dipatuk ayam. Lagian, Senja tadi malam ada kelas pagi hari ini. Jadi, ya saya bangun pagi."
"Oh iya, duduk lho. Jangan malu-malu, kamu juga kan sering ke sini," Bu Apik mengarahkan Avgi untuk duduk di bangku kayu yang diletakkan di teras lengkap dengan meja dan satu bangku kayu lainnya. "Itu kan tadi Senja. Memangnya apa kamu juga ada kelas pagi?"
Avgi tertunduk malu. Lidahnya sungkan menyatakan jawaban sesungguhnya. "Kalau saya tidak, Bu. Saya justru baru ada kelas nanti jam 12 siang."
"Lalu?"
"Saya mau jemput dan antar Senja ke kampus, Bu. Kan kampusnya sama," nada suara Avgi bergetar. Ia seperti ketakutan menceritakan yang sebenarnya kepada Bu Apik yang juga nyaris kesal karena rasa penasaranya tak juga dipuaskan.
Bu Apik bersandar di sandaran kursi, lalu melipat kedua tangannya di depan dada. Matanya tajam mengintimidasi perasaan Avgi yang tak biasa dengan tatapan semacam itu. "Kamu masih belum menjawab pertanyaan ibu, Nak Avgi. Ada apa sebenarnya?"
Avgi mendadak terdiam. Lidahnya kelu, ia hanya takut Bu Apik tak menyetujui Senja berpacaran dengan dirinya. Ia juga takut Bu Apik justru punya orang lain yang memang dianggap lebih pantas bersanding dengan Senja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Dalam Ingatan [Completed] [Sudah Terbit]
ChickLit[Long List Wattys 2018] Arkadewi Senja Dwiyana terus menutup dirinya dari cinta. Baginya, cinta hanya membuatnya terluka hingga jadi tak berdaya. Hanya Avgi, seorang pria yang sebelumnya dianggap sombong, yang mampu meluluhkan dinding keras hati Sen...