Dung... Dung... Dung... Pagi itu sudah dibuka dengan parade suara panci bocor dan sendok kayu yang dipukul Bu Apik di tengah-tengah panti. Beberapa anak memang sudah bangun untuk melaksanakan sholat subuh, tapi beberapa anak masih terlelap dalam tidurnya, termasuk Senja dan Birra. Mereka justru menikmati mimpi yang mereka dapat malam ini.
Birra memimpikan bagaimana Goar melamar dan menikahinya di masa depan. Rasanya bahagia sekali, seakan itu kenyataan yang terjadi. Senja memimpikan menatap lagi wajah sang ibu yang anggun dengan beberapa kerutan di wajahnya. Sedih pasti, tapi Senja mencoba terus berpasrah kalau memang ibunya masih hidup di Jakarta.
"Aduh, Bu Apik tuh berisik banget ya... Aku kuliahnya jam 9, ini kan masih jam 6.30 pagi!" gerutu Birra dengan wajah tak beraturan dan mata yang masih tertutup. Ia tak menyadari bahwa beberapa tetes air jatuh dari ujung mulutnya. Berbarengan dengan itu, Bu Apik justru muncul dengan mencipritkan air ke wajah Birra dan Senja satu persatu.
"Ayo bangun! Bagaimana bangsa ini bisa maju kalau ternyata pemuda-pemudinya macam ini? Tidur sampai siang, hati-hati nanti rejekimu dipatok ayam. Yang seharusnya kalian kaya hari ini, bisa malah sebaliknya. Yang seharusnya dapat cinta, malah menjomblo lama," ujar Bu Apik berceramah mengganggu pendengaran Senja dan Birra. Mau tak mau, mereka membuka mata untuk menghentikan ceramah itu.
"Senja langsung mandi, Goar sudah menunggumu di ruang tamu. Dia bilang dia ada kelas yang berbarengan denganmu hari ini, makanya mau bareng," ujar Bu Apik seraya melangkah ke kasur Birra.
"Apa? Bang Goar? Aku mau diantar bang Goar ah!" ujar Birra yang tiba-tiba bangun dan terbelalak mendengar satu nama lelaki yang sudah lama menjadi pujaan hatinya itu. Ia langsung mengambil handuk di tempat gantungan dan lantas melangkah bahagia ke kamar mandi. Sayangnya, lengannya tersangkut telapak tangan Bu Apik yang menghentikannya.
"Hey, Birra. Jangan dulu kamu mandi, lihat itu!" Ujar Bu Apik mengomel sambil menunjuk satu bercak cairan di bantal Birra. "Itu iler kamu. Bagaimana Goar mau cinta sama kamu kalau saja kamu masih begini, jorok! Ibu saja yang wanita masih tidak senang dekat sama kamu."
Birra mendadak menekuk wajahnya. Ia kembali duduk di pinggir kasurnya, lalu membuka sarung bantal yang terkena bercak mulut itu. Tak lama, ia kemudian keluar lalu mencucinya perlahan dengan air dan sabun. Senja lantas mendahului Birra untuk masuk ke kamar mandi. Bukan karena Goar menunggunya, mata kuliah pagi ini adalah mata kuliah kesukaannya, Filsafat Sastra yang dihadirkan oleh seorang Profesor tua keturunan Tionghoa. Senja memanggilnya dengan sapaan Prof. Mien.
***
Goar yang sedari tadi menunggu sampai bosan, akhirnya kembali segar ketika dilihatnya Senja mulai berjalan dengan celana jeans biru dan baju kemeja motif kembang-kembang. Rambutnya panjang berurai, di ujungnya masih terlihat basah dengan riak air yang membekas di baju.
"Alamak, Senja. Hampir aku kira kau itu artis mancanegara yang sedang berkunjung ke panti. Kamu itu selalu cantik dan anggun. Kalau begini kan, abang Goar jadi makin sayang dan cinta sama kau," ujar Goar menggoda Senja yang keluar dengan rasa tidak enak kepada Birra. Senja merasa bahwa kedekatannya dengan Goar adalah ganjalan untuk Birra mendapatkan hati Goar.
"Sudah, jangan banyak bicara. Ayo, kita cepat berangkat. Nanti aku bisa terlambat. Profesor Mien tak mentoleransi orang-orang yang terlambat dan aku nggak mau ambil resiko tak mengikuti kelasnya," ujar Senja membalas godaan Goar dengan ketus. Senja lantas mencium tangan Bu Apik dan mendahului Goar keluar dari panti asuhan.
Baik-baik ya, Monar. Jangan sampai kau mogok lagi. Bisa-bisa Senja jadi sebal dengan aku, Goar berdoa dan berujar dalam hati agar jangan sampai motornya tak lagi mogok. Terakhir kali Goar mengantar Senja, motor itu mogok dan Senja kelewatan 2 mata kuliah penting.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Dalam Ingatan [Completed] [Sudah Terbit]
Chick-Lit[Long List Wattys 2018] Arkadewi Senja Dwiyana terus menutup dirinya dari cinta. Baginya, cinta hanya membuatnya terluka hingga jadi tak berdaya. Hanya Avgi, seorang pria yang sebelumnya dianggap sombong, yang mampu meluluhkan dinding keras hati Sen...