20-Aku Takut

324 20 9
                                    

Satu bulan setelah hari itu, surat datang melalui pak pos dengan senyum mentereng, kumis tebal, badan cungkring, dan motor butut. Setelah kekacauan dan keganasan yang ditimbulkan  Goar terhadap bodyguard berbadan tegapnya, orang-orang Jakarta itu masih berani menunjukkan tajinya. Tetap saja, surat itu ditanggapi biasa saja oleh Bu Apik. Baginya, sudah jadi tabiat orang kota senang menggertak orang kampung macam kami. 

Surat putih berkop surat Pengadilan Negeri Jambi tuntas dibaca isinya oleh Bu Apik dan Senja. Di dalamnya, lengkap ada nama si lelaki kota dan foto dirinya di bagian bawah surat, besar ukuran 4 x 6. "Ibu tak apa-apa dengan gugatan ini? Apa ibu mau menyewa seorang pengacara untuk membantu kita?" ujar Senja bertanya pada Bu Apik yang terlihat melamun memandang bunga kemuning yang mulai mekar di pekarangan panti. 

Bu Apik menghela nafas. Matanya kosong hanya tertuju pada bunga kemuning. "Entahlah, Senja. Kadang ibu berpikir bagaimana keadaan ibu kalau sudah tua nanti, apakah ada yang merawat di sini? Eh, ternyata Tuhan kasih pilihan lain. Di usia ibu yang tua ini, malah ada perkara seperti ini..."

"Ibu masih belum menjawab pertanyaanku. Apa ibu mau menyewa pengacara? Kalau iya, aku mungkin bisa minta tolong pada dosen Fakultas Hukum untuk bantu carikan. Aku sendiri akan mendukung ibu untuk mempertahankan panti asuhan ini. Ada banyak cerita dan cinta yang terjadi. Aku takut bahwa kawan-kawan kita ini nantinya tak ada yang menampung kalau memang bangunan ini digusur," ucap Senja sambil matanya berkaca-kaca. 

"Ibu paham itu, Senja. Paham sekali. Selain itu, ada amanat dari suami ibu yang memang harus mempertahankan bangunan panti ini bagaimanapun caranya," ucap Bu Apik memalingkan wajahnya ke arah Senja. Wajah tua dengan pipi gembil di kedua sisinya menatap tegas seperti ada samudra berpacu di dalamnya. "Itu tanggung jawab Ibu! Kamu juga harus paham kalau mempertahankan itu jauh lebih sulit daripada memiliki. Kamu bisa memiliki apapun di dunia ini, tapi ingat, mempertahankannya itu yang lebih sulit."

Tangan kiri Senja kemudian merangkul Bu Apik dan kepalanya ditaruh di atas bahu lembut dengan banyak daging dan lemak terkumpul di bawah kulit itu, seperti bantal rasanya. Tangan kanan Bu Apik menyentuh pipi Senja dan mengelusnya perlahan. "Kamu harus seperti bunga kemuning itu, Senja. Dia mekar dan indah walaupun ditanam hanya di pekarangan seluas 4 meter kali 3 meter. Jadilah wanita yang berbeda dari wanita lain. Jadilah wanita mandiri, tangguh, setia, berprinsip, tegas, dan juga lembut. Tak selamanya Ibu menemani kamu, tapi belajarlah dari sekarang."

Air mata Senja menetes untuk pertama kalinya. Dalam sandaran itu, ia bisa merasakan denyut nadi ketakutan dan degub ketidakmampuan dari Bu Apik. Ia terlihat tegar bagi anak-anak Panti menghadapi gugatan ini, tapi ia hanya tak mau menyebarkan kelemahan bagi mereka. Wanita itu kuat. Wanita itu hebat. Paling tidak, itu yang mau digambarkan.

***

Tak ada Goar atau Ratvika yang mengganggunya malam minggu begini, Senja merebah di tempat tidur sambil membaca ulang surat berisi puisi yang dibuatkan dan dikirimkan Avgi 3 bulan lalu. Sudah selama itu, Senja bertahan pada cinta tanpa kepastian. Avgi menghilang. Surat tak pernah dibalas lagi dan nomor ponselnya pun tak aktif untuk dihubungi. Senja tak tahu harus bagaimana. Ia cuma ingin satu, bertahan pada cintanya. 

Jangan merindu; Jangan pernah merindu,
karena rinduku tak jinak, ia buas
Layaknya singa di hutan, ia mencabik-cabik hati yang ia temui,
meruntuhkannya jauh ke dalam jurang tak bertepi.

Jangan meragu; Jangan sekalipun meragu,
Aku mungkin hilang darimu,
Lalu, apa yang bisa dilakukan olehmu?
Bertahanlah dan jaga cinta itu walaupun rindu pahit bagai sembilu.
   

Dua bait, hanya dua bait terbaca dan Senja melipatnya lagi. Ia memasukkan surat itu ke dalam amplop. Diam-diam, ada rindu terselip di hati Senja terhadap Avgi. Ia hanya rindu surat yang dikirimkannya sering dulu. Ia menantikan dengan tabah bagaimana hari ke hari, dunia membentuknya untuk setia menunggu lelaki yang bisa saja sudah bukan miliknya. 

Senja Dalam Ingatan [Completed] [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang