37 - Aku Bahagia Saat Ini

449 22 3
                                    

"Apa? Dewi hilang? Kok bisa? Kenapa kamu bodoh begini, Goar?" Avgi naik pitam saat mendengar Arkadewi hilang diculik orang tak dikenal. Urat-urat di wajah dan lehernya keluar seketika. "Lagian kenapa juga kamu keluar malam-malam begitu? Kamu harusnya paham kalau keluar malam itu bahaya!"

Suasana ruang tamu pagi hari itu mendadak mencekam. Acara pembahasan persiapan pernikahan mendadak hambar. Mata Avgi mengernyit tajam kepada Goar yang sedari tadi duduk merundu. Dalam hatinya, ia merasa bersalah karena tak berdaya malam tadi. 

Farah yang sedari tadi duduk dengan tegang mulai beranjak dari tempatnya. Kaki jenjangnya melangkah mendekati Avgi. "Sayang, sudah cukup dong marah-marahnya. Kamu buat Ayah, Bunda, Papa dan Mama jadi tegang. Kita harusnya berbahagia karena bahas soal pernikahan, bukannya marah-marah."

Avgi mencoba meredakan amarah di wajahnya. Ia menatap wajah ayu sang calon istrinya. Senyum tipis mengembang dari wajah wanita itu, sedikit meneduhkan hati Avgi. 

Avgi menoleh lagi pada Goar yang masih tertunduk. Ia menebar pandang kepada semua yang hadir di ruang tamu waktu itu. "Pokoknya, aku tidak akan melangsungkan pernikahan kalau Arkadewi tidak ditemukan hidup-hidup!"

Semua kaget. Tak percaya. Farah tercekat, hatinya gundah gulana tiba-tiba. Bunda tak habis pikir. Ayah marah semarah-marahnya. Papa dan Mama hanya beradu pandang. Goar bingung. 

Avgi melangkah pergi dari tempat itu. 

"Kamu tidak bisa egois begitu!" Farah lantang berteriak dan menghentikan langkah Avgi. Embusan angin dari AC mendinginkan sejenak kepalanya. "Pernikahan itu adalah kesepakatan bersama, kamu dan aku, bukan hanya kamu saja. Untuk itu, keputusan harusnya ada di tengah-tengah kita. Jangan egois jadi lelaki, Avgi!"

Avgi berbalik. Ia menatap tajam Farah. Ia melihat Farah bukan sebagai kekasihnya, tapi musuh. Satu kata yang paling Avgi benci yaitu Egois. "Kenapa memangnya kalau aku egois? Tidak suka? Kamu ingin pergi? Silahkan! Jika ingin pernikahan ini jadi, cari Arkadewi. Kalau tidak ketemu, lebih baik batalkan saja! Itu sumpahku!" 

Bunda dan ayah hanya diam. Mereka enggan mendebat dengan anak laki-lakinya itu. Mereka paham kalau ingatan Avgi sedang bekerja, ingatan itu sedang mencari tahu siapa sebenarnya Arkadewi. 

Farah mulai menangis. Air matanya mulai jatuh membasahi lantai. "Aku tidak tahu sedalam apa kamu merasakan cinta dengan aku. Selama ini, aku pikir kamu peduli dengan semua hal tentang kita, ternyata tidak! Aku tidak tahu ada apa antara kamu dengan Arkadewi. Dia cuma pendatang. Dia datang jauh setelah kita bersama. Aku mencintaimu sungguh, Gi. Aku mencintaimu seperti Bulan menemani Bumi kala malam menjelang. Untuk itu, aku bahagia ketika kita akan menikah. Akupun berpikir bagaimana pernikahan itu kita percepat saja?"

Avgi terkejut. Wajahnya tak bisa menyembunyikan bahwa ia kaget sungguh. "Apa? Percepat? Kapan?"

"Minggu ini..." ujar Papa Farah seraya berdiri. "Itu permintaan eyang Farah. Usia yang sudah kadung tua membuat eyang ingin melihat cucu kesayangannya menikah. Eyangpun menyayangimu seperti cucunya sendiri. Jadi, untuk kali ini, lembut hatilah mengabulkan permintaan kami."

Avgi mulai pening. Ia berat hati harus menikah dibalik hilangnya Arkadewi. Hadirnya Arkadewi mulai terasa ketika ia hilang. Avgi paham itu pelan-pelan. 

"Goar..." panggil Avgi menurunkan nada bicaranya. 

Goar sigap menghadap Avgi. Matanya masih sayu dan otaknya masih bermain-main mencari tahu dimana Arkadewi berada. "Janji kepada saya kalau kamu akan temukan Arkadewi!" 

"Saya janji, Pak. Saya tidak akan makan nasi jika saya tidak temukan Arkadewi!" ucap Goar.

"Sumpah macam apa itu?" Avgi heran. 

Senja Dalam Ingatan [Completed] [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang