Malam setelah makan malam, Lina, Bi Misran, dan Arkadewi berada di dapur untuk membereskan semua peralatan makan dan dapur, serta meletakkannya sesuai tempatnya. Lina beberapa kali melirik ke arah Arkadewi sambil mengingat-ingat siapa nama Arkadewi sebenarnya. Yang jelas, waktu itu dia pernah bilang namanya dan bukan Arkadewi, ungkap Lina dalam hati.
"Ada apa, Lina? Ada sesuatu yang mau kamu utarakan kepadaku?" tanya Arkadewi seraya mendekati Lina yang sibuk mengelap piring. Arkadewi lantas membantu Lina mengelap piring basah bekas cucian Bi Misran. Lina lantas tersenyum senang, paham ia menemukan nama sebenarnya Arkadewi.
Lina mendekatkan mulutnya ke telinga Arkadewi. "Aku pikir namamu Senja, bukan Arkadewi. Benar, kan?"
Senja diam. Ia terbelalak. Ia balik membisik ke Lina, "Kau Madeilina, bukan? Dan namaku Arkadewi, bukan Senja."
Lina meletakkan piring terakhir. Ia lantas mengambil piring yang dipegang oleh Arkadewi, lalu menarik tangannya dan menjauh dari Bi Misran. Tak terlepas, Lina terus menarik tangan Arkadewi hingga ke kamarnya.
"Oke, sekarang katakan namamu sebenarnya. Ingat, orang Sumatera tak boleh berbohong, pamali!" ucap Lina mulai menginterogasi Arkadewi.
Arkadewi memincingkan matanya. Ia melihat ada kecurigaan di benak Lina dan ia merasakan ketakutan menjalar ke tubuhnya. "Namaku Arkadewi! A-er-ka-de-we-i, Arkadewi! Bukan Senja! Kau salah orang mungkin, Lina!"
Lina melipat tangannya di depan dada. Matanya tajam sementara nafasnya berat mengintimidasi Senja yang sedang berkamuflase sebagai Arkadewi, walau keduanya ada di nama lengkapnya. "Jangan pernah berbohong, Senja! Aku paham kau adalah wanita baik dan wanita baik tak pernah berbohong demi apapun. Sekarang katakan padaku, siapa namamu sebenarnya?"
"Apa pedulimu?" tanya Arkadewi.
"Aku mau jadi kawanmu, Senja. Aku tahu kalau aku tak punya siapapun di Jakarta ini untuk berpegangan selamanya, untuk itu, begitu aku melihat kau, aku ada harapan. Mari kita mulai bersahabat dari kejujuran. Jujur, siapa namamu?" tatapan Lina berubah, lebih bersahabat. Arkadewi sedikit terpedaya dengan tatapan itu.
Arkadewi menghela nafas. "Oke, tapi aku harap kau jaga rahasia ini. Janji?" ucap Arkadewi sambil mengulurkan jari kelingkingnya. Lina melingkarkan jari kelingkingnya ke kelingking Arkadewi, tanda bahwa perjanjian dimulai. "Iya, namaku Senja! Tapi, ada nama Arkadewi juga di nama lengkapku. Aku gunakan sebagai kamuflase."
"Tapi, untuk apa? Aneh menurutku jika kau datang ke sini tak menjadi dirimu sendiri!" tanggap Lina sedikit kembali mengintimidasi.
Arkadewi berjalan sedikit, lalu duduk di pinggir tempat tidur Lina. Kepalanya menunduk dan matanya mengarah pada cincin yang melingkar di jari manisnya. "Avgi kehilangan ingatannya, termasuk ingatannya terhadap siapa diriku baginya. Setiap kali dia coba ingat, kepalanya sakit. Aku tak ingin ia terluka dan menderita macam begitu. Aku tunangannya dan aku menyayangi bagaimana dirinya. Itulah alasan kenapa aku datang dan memilih berjuang dan menyerah."
Lina mengikuti langkah Arkadewi dan duduk di hadapannya. "Bukankah lebih enak menjadi diri sendiri? Tak ada pahit yang lebih pahit dan pilu yang lebih pilu selain tak menjadi diri sendiri."
Arkadewi menggeleng. "Untuk saat ini, lebih baik begini saja. Biarkan waktu yang menyibak diriku di ingatan Avgi, walaupun aku tak tahu siapa yang akan dia ingat, Senja atau Arkadewi."
Lina tersenyum. Diletakkannya tangan di belakang kepala Arkadewi dengan tatapan tajam meyakinkan. "Apapun itu, aku akan mendukungmu. Kalau memang ini adalah sebuah lakon drama, jadilah ini drama paling spektakuler. Tak apa, wong Ahmad Albar bilang dunia ini panggung sandiwara kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Dalam Ingatan [Completed] [Sudah Terbit]
ChickLit[Long List Wattys 2018] Arkadewi Senja Dwiyana terus menutup dirinya dari cinta. Baginya, cinta hanya membuatnya terluka hingga jadi tak berdaya. Hanya Avgi, seorang pria yang sebelumnya dianggap sombong, yang mampu meluluhkan dinding keras hati Sen...