Sehari setelah hari kelulusan, Senja dengan riang pergi ke Penjara. Dijinjingnya rantang penuh dengan makanan: rantang paling bawah berisi nasi putih hangat, rantang kedua di atasnya berisi rendang daging, rantang ketiga berisi sayur daun singkong tumbuk, dan rantang paling atas berisi kerupuk terbungkus plastik beserta potongan pepaya dan semangka. Tak lupa, satu kabar baik muncul untuk Goar, lelaki Batak yang tak jelas bagaimana kabarnya di dalam penjara.
Dengan mencari angkutan kota, ia menelusuri wajah kota Jambi yang semakin baik tertata, hanya memang harus tetap ditingkatkan untuk menyusul berkembangnya kota-kota di pulau Jawa. Jarak dari panti ke penjara cukup jauh, paling tidak 35 menit jika lalu lintas kota tidak sedang macet. Senja terus memantau waktu supaya tak terlalu sore ia pulang.
Wajah Senja bersinar dan berseri-seri siang itu. Tak pernah luntur senyumnya, apalagi ia hendak menyampaikan pesan baik kepada Goar. Wajah dengan kulit cokelat tersengat matahari menarik perhatian; tak hanya kaum adam, kaum hawa ikut iri dengan manisnya.
Senja sampai di depan Penjara Kelas IIA Jambi. Dipandanginya betul-betul lekuk bangunan itu. Arsitekturnya biasa, hanya sedikit sentuhan gaya Eropa di beberapa bagian. Cat biru dongker agak sedikit hitam memberikan warna bagi bangunan tua itu. Dua perwira polisi juga nampak berjaga di depan pintu, hendak memeriksa apa yang dibawa Senja.
Wajah mereka sangar, tak memberi senyum sama sekali. Suaranya tegas memberi perintah satu atau dua yang mau tak mau harus Senja lakukan. Salah-salah, ia bisa dituduh menjadi istri penyelundup narkoba, persis seperti yang ada di televisi. Setelah prosesnya selesai, barulah senyum muncul dari wajah mereka. Mungkin, wajah tegas itu hanya bagian dari gertakan.
Satu orang polisi membantu mengantar Senja menuju ruang tunggu yang cukup luas dan kosong. Tak ada yang datang, padahal hari ini hari libur dan sudah pukul 2 siang juga. Apakah mereka tidak rindu pada sosok di balik jeruji penjara seperti dirinya yang diam-diam merindukan sosok tegap dan tegas Goar?
Di ruang tunggu itu, polisi juga nampak menjaga. Mereka lengkap dengan senjata sambil wajah mereka tegang, tegap, tegas, dan garang menatap Senja, membuat bulu kuduknya sesekali berdiri. Ruangan itu dicat entah hitam atau biru dongker, yang penting warnanya kelam. Ada 6 meja disusun berjarang-jarang yang ditemani dengan dua kursi panjang yang diletakkan berseberang-seberangan. Bau ruangan itu tak lebihnya dari bau keringat yang bercampur dengan kelembaban ruangan yang cukup tinggi.
Senja duduk diam sambil matanya menerawangi setiap lekukan yang dibuat di ruangan itu. Matanya beredar tak bisa diam. Ingin tahunya membesar. Penasaran membuat hatinya masam. Sudah lima menit, ia tak melihat batang hidung Goar.
"Senja..." Suara Goar muncul mennyeruak dan menghancurkan suasana hening yang sedari tadi dinikmatinya. Senja lekas berdiri dan menyunggingkan senyum yang melegakan Goar. Senyum itu yang dirindukannya selama berbulan-bulan ada di balik jeruji besi.
Selepas polisi melepas borgolnya, Goar lekas memeluk Senja dan mendekapnya bagai seseorang yang lama tak jumpa. Senja terkejut. Pelukan itu tak dibayangkannya akan terjadi. Goar melepaskannya seketika, merasa Senja tak nyaman dengan pelukan itu.
Keduanya duduk berbarengan. Tatapan bahagia muncul di antara keduanya.
"Aku bawakan makanan untuk kamu. Aku jamin makanan ini tak pernah ada di dalam sana," ucap Senja sambil membuka satu per satu rantang makanan yang memang disiapkan untuk Goar makan. Bau makanan harus memikat Goar yang rasanya sudah lama tak mencium bau makanan senikmat ini.
"Wah, daun singkong tumbuk. Kesukaanku!" Seru Goar sambil buru-buru mengambil sendok dan mencicipi daun singkong tumbuk. "Enak. Persis buatan mamakku, siapa yang masak? Mamak?"
"Ehm..." Senja membersihkan tenggorokannya sambil kemudian memegahkan dirinya.
"Kamu? Dang Boi?" ucap Goar sambil melanjutkan ucapannya dengan tawa. "Sejak kapan kau tahu resep makanan Batak macam ini?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Dalam Ingatan [Completed] [Sudah Terbit]
Literatura Feminina[Long List Wattys 2018] Arkadewi Senja Dwiyana terus menutup dirinya dari cinta. Baginya, cinta hanya membuatnya terluka hingga jadi tak berdaya. Hanya Avgi, seorang pria yang sebelumnya dianggap sombong, yang mampu meluluhkan dinding keras hati Sen...