16-Babak Baru

358 22 8
                                    

Malam hati, Senja sampai di panti. Sekitar pukul 08.25, ia sampai ke kasurnya yang empuk. Tubuh itu sekejap merebah sambil mata tertuju pada langit-langit kamar. Ia menengok ke arah Birra yang sudah lelap tidur. Sedikit air hendak jatuh dari ujung mulutnya. Senja memalingkan kembali wajahnya dari Birra dan mengulang kisah tadi siang bersama Goar. Manis, tapi mengesalkan. Goar bisa jadi manusia paling mengesalkan kalau sedang kalap. 

Ia bangkit dari tempat tidur. Tangannya meraih tas yang tadi ia kenakan dan mengambil ponsel di bagian tas paling depan. Sedikit sentuhan, ponsel itu lantas menyala terang menyilaukan mata Senja. Ia menatap layar ponsel dan membaca dengan seksama apa yang terjadi di ponsel selama siang. Pupil matanya mendadak melebar melihat apa yang ia temukan di layar ponselnya. 

Avgi
17 Missed Call

Goar
"Terima kasih. Kamu benar, aku tak seharusnya bodoh seperti belakangan ini. Memang cuma kamu..."

"Waduh, jadi dari tadi Avgi hubungin aku?" ujar Senja yang mulai panik. Ia lantas mencari kontak Avgi dan menghubunginya balik. Ia mengabaikan kata-kata manis Goar yang juga muncul bersamaan di layar ponsel. 

Suara dering telepon berbunyi. Percobaan pertama tidak diangkat. Senja mencoba lagi, berharap Avgi belum tidur di waktu sesore ini. Suara dering telepon menjadi siaran wajib yang harus didengarkan Senja. Hatinya berdebar menanti Avgi mengangkat telepon itu. 

"Hallo..." ucap Avgi dengan ketus. Ia seperti kesal pada seseorang, tapi Senja tak meyakininya kalau Avgi sedang kesal terhadap dirinya. 

"Hai. Eee... Maaf..." Senja terbata memikirkan kalimat yang pas untuk membuka pembicaraan ini. 

"Kamu seharian darimana saja? Katanya mau pulang bareng, tapi kok aku lihat di halte malah nggak ada, kamu kemana?" ucap Avgi memberikan beberapa pertanyaan sebagai bentuk interogasi wajib setelah seharian dia mencari kekasihnya yang mendadak hilang ditelan bumi sepanjang hari. 

"Eee... Maaf, aku tadi... Aku tadi..."

"Kamu tadi kemana?" Suara Avgi mulai melembut. Sabarnya kembali muncul. 

"Aku tadi belajar kelompok. Ia... belajar kelompok," ucap Senja memcoba memberikan jawaban yang melegakan Avgi walaupun sebenarnya kebohonganlah yang tersaji. 

"Oh... Begitu. Tapi kok belajar kelompok sampai nggak lihat handphone?"

"Eeee... Anu, kan handphonenya disilent. Aku nggak denger waktu kamu tadi hubungin aku. Ada apa emangnya?" Senja mulai mengajukan satu pertanyaan awal. 

"Oh, nggak. Memangnya nggak boleh kalau aku hubungi pacarku sendiri? Nggak boleh?" Avgi kembali menjadi sosok lama yang memang dikagumi Senja. Sosok Avgi yang penyabar, jenaka, dan memang rupawan. 

"Ya, tentu boleh. Tapi kamu nggak mungkin cuma sekedar kangen dan cari aku dengan 17 kali missed call, ya kan?" ucap Senja membalas argumen pendek yang dilontarkan Avgi sebelumnya. 

Suasana ditelepon mendadak dingin. Avgi terdiam meninggalkan Senja yang justru kebingungan kenapa Avgi malah memilih diam. "Gi, Avgi, kamu baik-baik saja?"

"Oh, iya. Aku tadi sedang menghitung uang di dompetku saja..." ucap Avgi kembali ke saluran telepon dan menyahut panggilan Senja. "Sebenarnya ada satu hal yang aku mau bilang ke kamu, tapi jangan lewat telepon. Aku boleh ke panti jam segini?"

Senja mengecek jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya. "Hmmm... Boleh sepertinya. Bu Apik juga sepertinya sudah tidur. Kamu ke sini aja, nanti cerita sama aku ada apa."

"Baiklah, aku ke sana ya. See you," ucap Avgi yang lantas mematikan sambungan telepon. Senja langsung menaruh ponselnya diatas kasur dekat bantal begitu Avgi mematikan sambungan telepon itu dan berlari menuju kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya. 

Senja Dalam Ingatan [Completed] [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang