40 - Senja Dalam Ingatan

1.7K 58 20
                                    

5 tahun berlalu begitu cepat. Perubahan terjadi sangat begitu masif dan sporadis. Udara semakin panas. Emosi manusia juga semakin tak terkendali. Jangan bilang soal polusi, makanan sehari-hari. 

5 tahun berlalu dengan begitu cepat untuk Senja dan Avgi menata hidup mereka lagi. Tak pernah ada yang disesali apalagi diratapi di masa lalu. 

Anda tak akan pernah berkembang saat ini jika tak sakit di masa lalu. Kesakitan dan pelajaran masa lalu jadi senjata untuk Anda menggali masa depan, ujar seorang motivator ternama yang dilihat Senja di televisi. 

"Sudah siap, mbak Senja?" ujar seorang wanita dengan name tag panitia bergantung di lehernya. Wajahnya ayu, mengingatkan Senja akan sosok Willa yang sudah beranjak besar di Inggris. 

Senja meletakkan alat make up yang sedari tadi ia tempelkan di wajahnya. "Yuk!" 

Panitia segera memberikan tanda OK kepada pembawa acara, sebuah tanda bahwa narasumber sudah siap bergabung. 

"Baiklah, ini adalah saat yang kita tunggu-tunggu! Kita sambut narasumber kita, Arkadewi Senja Dwiyana!" 

Mendadak suara tepuk tangan menggema dan membuat ruangan aula menjadi riuh sekali. Para hadirin berdiri sambil beberapa memberikan sorak sorai meriah kepada Senja. Satu gaun terusan berwarna abu-abu dan satu sepatu ber-hak lancip menjadi pesonanya. Senja berusia 34 tahun kini. Wajahnya mulai menujukkan kedewasaan. Rambut tak lagi digerainya, tapi dibuat semacam konde kecil di belakang kepalanya. 

"Terima kasih, Bapak dan Ibu. Silahkan duduk kembali!" Senja menggapai microphone dan lantas membalas sambutan meriah itu. 

"Anda tahu apa yang lebih pedih dari dunia modern saat ini?" Senja membuka cakrawala pembicaraannya. Semua memperhatikan. "Ada yang tahu?"

"Teknologi!" seseorang mencuat memberikan jawaban. Senja menggeleng.

"Prostitusi?" seorang wanita dengan percaya diri memberikan hasil pemikiran singkatnya. 

"Nyaris, Ibu!" Senja menyambut gembira. "Ada yang lain?" 

"Kesenjangan sosial?" 

"Ada yang lebih pedih! Ada hubungannya dengan tema hari ini Wanita dan Dunia Modern."

Tak ada lagi jawaban. Hanya ada riak-riak suara diskusi namun mereka enggan memberikan jawaban kepada Senja. Ia masih memperhatikan wajah-wajah pemikir di hadapannya. Di sela-sela pandang, ia melihat bayangan Avgi berdiri di belakang. 

"Wanita itu sendirilah yang lebih pedih di dunia modern. Semua fakta-fakta mengenai perempuan makin mengenaskan tersiar," Senja membeberkan jawabannya. "Wanita terus mendengungkan kesetaraan gender dengan laki-laki, katanya menjalankan Hak Asasi Manusia, tapi... pernahkah Anda berpikir bahwa Anda sendirilah yang menyebabkan wanita tak berkembang?"

Semua terdiam. Duduk memperhatikan. Pikiran mereka mencerna kata-kata sang aktivis wanita yang berbicara lantang di hadapan mereka. 

"Ya, itu benar. Wanitalah yang jadi biang keladi kenapa wanita tak pernah menyejajarkan diri dengan lelaki. Ketika ada seorang wanita hamil di luar nikah, siapa yang kita salahkan? Jelas, si wanita!" Senja berbicara dengan sangat lantang. "Padahal, bisa saja inisiasi untuk menyerahkan harga diri datang dari lelaki. Kenapa tidak pernah kita bilang bahwa lelaki itu bajingan? Maafkan kata saya yang kasar."

Senja menatap para hadirin yang datang dengan tatapan yang membara. "Sayapun beberapa kali membaca buku, baik fiksi maupun nonn-fiksi. Semua selalu menyudutkan wanita. Menempatkan wanita bukan pada porsi tokoh terbaik untuk berbuat banyak. Banyak yang menceritakan wanita adala makhluk yang mudah jatuh ke dalam pelukan lelaki. Eksploitasi seks lelaki. Aku akan bilang untuk Anda yang melakukan itu, Anda salah!"

Senja Dalam Ingatan [Completed] [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang