32-Aku Menjagamu Di sini

381 24 17
                                    

"Siapa ini? Maaf, nomor ini tak tersimpan di handphnone-ku," ujar wanita di seberang sana menjawab sapaan telepon Goar.

Goar menghela nafas. Sedih rasanya tahu kalau dirinya dilupakan. "Sekian kita bersama, kau masih saja tak ingat suaraku, Lusi? Keterlaluan!"

"Goar?" ucap Lusi Dionina Silalahi (mantan pacar, adik ketemu gede Goar) yang sekarang bekerja sebagai Staff IT Kepolisian di Jakarta. 

Goar pernah berjuang bersama Lusi untuk masuk ke jajaran Kepolisian--jauh sebelum mengenal Senja, tapi kemudian Goar mundur karena berpikir bahwa polisi bukanlah keinginan dan passion hatinya, melainkan bapaknya. Hal itu membuat bapaknya kecewa dan marah pada Goar sebelum akhirnya meninggal dunia 2 minggu kemudian. "Ada apa?"

"Apakah kau masih cantik? Kenapa ketus begitu?" tanya Goar sambil meledek. Kedua ujung mulutnya melebar, meronakan senyum. 

"Jangan merayuku, Goar! Aku tak punya waktu untuk rayuan semacam itu. Kau menghubungiku di tengah-tengah waktu kerjaku," ungkap Lusi sambil matanya memperhatikan sekeliling, berharap atasannya tak melihat. "Katakan cepat apa maumu?"

Goar terkekeh mendengar nada ketakutan dari Lusi. "Aku hanya mau tahu alamat Direktur PT. Agung Setya Mulya, bisa kau berikan?" 

"Untuk apa? Dia itu orang besar!" ucap Lusi mencoba menolak. "Kalau kau ingin melakukan sesuatu yang buruk, tolong jangan libatkan aku dalam hal ini. Aku dan keluargaku mendambakan posisi di kepolisian yang aku punya sekarang. Tolong, jangan kacaukan semuanya!"

"Apa? Kenapa kau menyangkaku begitu?" tanya Goar sambil tertawa-tawa. "Direktur itu kawanku, Lu. Kawan baru. Kami bertemu di Jambi saat ada proyek yang hendak ia buat. Aku mau mengunjunginya di Jakarta, besok aku sampai di Jakarta."

"Aku tak percaya kau, Goar! Lagi ku katakan, dia orang besar. Mana bisa mahasiswa kacangan macam kau berkawan dengan direktur kelas kakap." 

"Ayolah, Lu. Jangan remehkan seorang Lemina Goar Silitonga. Kau tahu apa saja yang bisa aku lakukan, bahkan jika aku mau, aku bisa buat kau cinta lagi padaku," ucap Goar sambil tertawa terbahak. "Lagipula, bukankah bersilaturahmi itu baik? Jika kau menghalangiku untuk bersilaturahmi, itu sama saja kau sudah melanggar perintah Tuhan. Bukan begitu?" 

Lusi terdiam. Sedikit dalam hatinya membenarkan ucapan Goar.

"Baiklah, tunggu sebentar..." Goar lega. Ia paham kalau Lusi bukanlah wanita yang gampang dibodohi. Kali ini, dia berhasil memperdaya wanita itu. Suara tuts keyboard sayup-sayup terdengar di telinga Goar. "Kau matikan saja, nanti aku kirimkan via pesan singkat. Oke? Aku terburu-buru,  atasanku hendak datang."

"Oke..." Goar menjawab santai. 

"Satu lagi, kau bilang tadi akan ke Jakarta. Bisa buat jadwal untuk bertemu denganku?" tanya Lusi menyeruak dengan pertanyaan sebelum Goar sempat memutuskan hubungan telepon. Goar tersenyum. Ia paham kalau wanita tangguh satu ini belum bisa melepaskan perasaan terhadapnya, walaupun hubungan itu sudah 5 tahun kandas.

"Aih,  bernostalgia rupanya kita?"

"Jangan geer dulu! Kalau kau bisa menemuiku, aku mau memberikan undangan pernikahanku bulan depan. Itu saja!"

Goar tersenyum. Ada yang menggelitik di benaknya. "Memberikan undangan atau kau memastikan sekali lagi bahwa hatimu sudah tak terisi bayanganku?"

Lusi terdiam. Pertanyaan Goar membuatnya kesal. Ia kesal karena Goar pintar sekali membaca keinginannya. "Sudah jangan banyak tanya! Bisa atau tidak?"

"Tentu bisa!" 

Sambungan telepon terputus.

***

Senja Dalam Ingatan [Completed] [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang