Kesedihan jelas tergambar di raut wajah Goar yang menatap lirih sang mamak terbaring di depannya. Ia tak sanggup lagi menangis, air matanya habis, dan semangatnya kais. Ia hanya duduk diam di samping sang mamak, mengusap-usap wajah mamak dan sesekali menyanyikan lagu Batak yang sering mereka nyanyikan.
Dua orang polisi bersenjata lengkap berjaga di depan rumah. Merekapun tak sanggup melihat haru biru yang merundungi Goar. Mereka ingin menangis bersama Goar, tapi apakah itu artinya mereka lembek?
Beberapa sanak saudara yang datang dari Sumatera Utara, Riau, ataupun Aceh datang menegarkan Goar, namun tak satupun disahutinya. Ia nyata seperti ada di alam lain bersama mamak. Ada duka dan sesal meninggalkan mamak sendiri di hari tuanya. Ada duka dan sesal tergerak dalam hati melihat mamak harus mati dengan bunuh diri.
"Kematian itu misteri. Kau tahu kan itu, Senja?" ucap Goar perlahan mengejutkan Senja yang duduk di sampingnya.
"Hah? Kenapa? Kau bilang apa barusan? Lemari?" tanya Senja mencoba klarifikasi.
Goar tersenyum kecil. Otot senyumnya sepertinya belum bereaksi maksimal terhadap candaan Senja. "Ada-ada saja. Lemari..."
Senja menepuk bahu Goar perlahan. Hendak menguatkan lelaki Batak yang sedang mellow dan drama itu. "Kau kuat seperti karang. Kau tak patah walau seribu ombak menyeragmu. Kau uat bagai kenari. Badai menerpa, tapi kau masih di atas pohon bernyanyi-nyanyi."
"Aku kuat, ya aku kuat. Tapi wanita ini, wanita yang berbaring di depanku, selalu punya cara untuk melemahkan aku. Melembutkan hati yang keras, meratakan emosi yang meninggi, ataupun membantah argumentasi yang membuat hilang harga diri. Dia bagai penawar dari semua kekuatanku, Senja!" balas Goar kemudian menitikkan satu tetes air mata lagi yang cepat-cepat ia hapus. "Sama sepertimu, wanita ini pantas bahagia. Dia pantas bahagia, tapi aku belum bisa membahagiakan mamak."
Tangis Goar pecah. Wajahnya langsung jatuh dalam dekapan Senja membasahi pakaian wanita yang masih sangat besar dikasihinya itu. "Tak ada yang salah. Tak ada yang salah dari semua ini. Kau masih punya waktu buat menutupi kesalahanmu, Goar. Kau masih muda. Jadilah lebih baik ketika keluar dari penjara nanti."
"Aku... hanya... benci semuanya jadi begini," ucap Goar sambil sesenggukkan menghentikan tangisnya.
Senja menegakkan wajah Goar dan mengarahkan pada wajahnya. "Goar, dengarkan aku! Kamu harus bahagia, jauh lebih bahagia dari hari ini. Tak ada yang menyenangkan dari orang tua melihat anaknya berbahagia dari hari ke hari. Belajarlah jadi lebih baik, itu yang mamak inginkah selalu darimu. Kau-Jadi-Anak-Yang-Lebih-Baik."
Goar mengangguk. Dihapus dan diusap semua air mata yang menetes. Ia kemudian menunduk mengarah pada tubuh Mamaknya. "Aku janji, Mak. Aku akan buat Mamak bangga. Aku mau Mamak bahagia di surga sana. Salamkan sayang dan cintaku pada Bapak ya, Mak! Aku rindu kalian semua. Aku rindu bersama-sama kalian di surga nanti."
Senja mengelus-elus rambut belakang Goar yang lembut bagai bulu kucing Anggora yang sering dilihatnya malang melintang di depan kampus. Goar teduh menatap mamaknya yang sudah mulai pucat pasi di balik kematian.
Ponsel Senja tiba-tiba berdering. Ia perlahan berjalan ke luar.
"Halo..." sapa Senja. "Ada apa, Vik?"
"Kak... Ibu, Kak!" ujar Ratvika dengan suara sesenggukan berbicara pada Senja. Suara itu justru buat Senja jadi kebingungan.
"Ibu kenapa? Ibu baik-baik aja kan, Vik?" tanya Senja lagi. Pikirannya melayang tak karuan. Ia membayangkan sesuatu yang tidak-tidak. Bu Apik meninggal hari ini--Ini yang dimimpikannya semalam. Ini semacam de javu bagi hidupnya. Persis dalam mimpi, Ratvika menghubunginya dengan menangis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Dalam Ingatan [Completed] [Sudah Terbit]
ChickLit[Long List Wattys 2018] Arkadewi Senja Dwiyana terus menutup dirinya dari cinta. Baginya, cinta hanya membuatnya terluka hingga jadi tak berdaya. Hanya Avgi, seorang pria yang sebelumnya dianggap sombong, yang mampu meluluhkan dinding keras hati Sen...