19-Bulan itu Memudar

328 22 44
                                    

Suasana gedung itu meriah. Tamu-tamu undangan datang dengan gaya dan ciri khas berpakaian masing-masing. Ada yang pakai gaun berkilau-kilauan, ada yang pakai setelah jas yang dengan melihat saja sudah tahu harganya mahal, dan ada juga yang santai hanya dengan jeans dan kemeja. Semuanya saling bercengkrama satu dengan yang lainnya memeriahkan pesta pernikahan itu.

Senja dan Avgi nampak serasi di atas panggung dengan senyum berseri-seri, merayakan hari bahagia keduanya. Pernikahan, pernikahan itu akhirnya tiba. Dua hati mereka akhirnya dipersatukan oleh Tuhan tanpa hambatan berarti. Jarak antara Jakarta dan Jambi nyatanya tak sama sekali melunturkan cinta mereka.

Ketika tiba waktunya berdansa, keduanya turun dari panggung dan lantas ikut berdansa. Lagu "Endless Love" dari Lionel Richie dan Diana Ross mengalun dan membuaikan Senja dan Avgi serta para tamu undangan untuk berdansa. Tak pedulikan apa kata mereka yang menonton saja.

"Kau jadi wanita paling cantik malam ini..." Avgi mulai membisikkan kata-kata untuk memulai percakapan mereka. "Gaun itu nampak serasi dengan warna kulitmu. Tak ada lebih besar syukurku dari hari ini."

Senja tersenyum sambil bola matanya mendalami arti melalui mata cokelat milik Avgi. "Kaupun tampan, bahkan semakin tampan untuk seorang lelaki yang ditahbiskan menjadi imam dan pemimpinku."

Tap! Tap! Tap! Langkah mereka serasi mengikuti nada lagu yang bermain-main di telinga mereka. Avgi mendekatkan wajahnya ke arah Senja. Itu membuat hati Senja terpacu lebih kencang. Aliran darahnya mengalir lebih deras dari Sungai Kapuas. Kedua bibir mereka menempel. Aroma mouthwash Avgi santer tercium lewat penciuman Senja.

Greertttt! Greeerrtt! Senja tersentak. Suara getaran ponsel di telinganya membuyarkan mimpi indah yang baru saja dinikmatinya. "Sial! Aku pikir sungguhan. Ternyata mimpi, entah kenapa mimpi lebih indah dari kenyataan?" ucap Senja merutuki kejadian dirinya.

Ponsel itu masih berdering. Bukan alarm untuk membangunkannya, tapi Goar menghubunginya pagi-pagi.

"Halo..." sapa Senja dengan nada malas. "Kenapa, Go?"

"Bah! Sejak kapan kau sapa aku dengan "Go"? Namaku Goar. Geogoar, Goar! Jangan kau singkat-singkat! Jadi hilang nanti makna indahnya namaku," ucap Goar yang muncul dari balik ponsel dengan suara lantang dan keras. Ciri khasnya. "Kenapa juga kau jawab aku dengan malas macam itu?"

"Kau baru saja membuyarkan mimpi yang aku nikmati malam tadi. Kalau saja kau tak datang, mungkin sudah larut diriku termakan mimpi yang memang lebih baik dari kenyataan," ucap Senja kembali dengan gerutunya.

"Hah? Mimpi apa memang?"

"Mimpi menikah dengan Avgi..." Tutur Senja dengan suara malasnya.

Goar tertawa di balik teleponnya. Dari suaranya, ia justru terpingkal-pingkal mendengarnya sampai-sampai seorang wanita menyahutinya. "Apa pula yang kau tertawakan, ucok?"

"Tidak, mak," ujar Goar menghentikan tawanya dan menjawab pertanyaan mamaknya. "Ini si Senja lucu sekali. Masa dia bilang dia mimpi menikah dengan si Avgi, pacarnya di Jakarta."

"Kenapa juga lucu? Tak apalah, itupun dia mimpi dengan pacarnya sendiri. Wajar! Kalau kau mimpi menikah dengan Senja, itulah baru mimpi!" ucap mamak kepada Goar yang membuat Senja berbalik terpingkal.

"Tak usah ketawa kau, Senja! Lontonglah!" Goar mendengus kesal. Senja masih tertawa, sulit untuknya menghentikan tawa itu. "Hey, sudah sana mandi! Jangan kau tertawakan terus lelucon mamakku yang garing itu! Nanti kau ku jemput ya?"

"Jemput? Kenapa bukan menjemput Ratvika saja? Aku tak mau dibilang wanita perebut pacar orang! Akupun sudah punya sendiri," Senja menolaknya keras.

Senja Dalam Ingatan [Completed] [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang