18-Menyendiri Dalam Sepi

531 23 32
                                    

Pagi lantas cepat menemui Senja ketika dirinya membuka mata. Udara dingin menyengat dan menyentuh kulit. Ditariknya lagi selimut hangat yang sudah tergulung tak rapi di bawah kakinya. Matanya terpejam lagi. Entah bagaimana, kasur nampaknya punya magnet lebih kuat dari hari-hari sebelumnya. Padahal, matahari sudah tinggi, ia masih ingin memejamkan mata. 

Tak lama, pintu terbuka dan wangi parfum menyengat dan menusuk masuk ke dalam hidung Senja. Wangi itu membuatnya tak lagi bisa memejamkan mata. "Kak, bangun. Tumben masih tidur aja. Kakak mau kuliah tidak?"

"Iyaaa... Aku sudah bangun daritadi kok," ucap Senja membalas sosok Ratvika yang membangunkannya dengan wangi parfum yang begitu menyengat. "Wangi parfum kamu kenapa begini?"

"Kenapa memangnya?" ucap Ratvika sambil menoleh ke arah Senja dan menghentikan prosesi dandan yang ia sedang lakukan. 

"Tajam. Baunya menusuk hidung. Entah apa kata Goar kalau dia cium wangi ini," ucap Senja sambil berdiri dan mencari handuk merah yang tergantung di gantungan di dalam kamar. 

Ratvika tersenyum. Ia terus mengoleskan lipstick ke bibir tipisnya. "Goar yang memilihkan ini untukku. Kenapa dia harus tak suka?"

Senja mendadak kaget. Matanya mendadak menjadi segar mendengar ucapan Ratvika. "Serius? Goar yang memilihkan? Tumben dia suka parfum yang setajam ini, biasanya dia suka dengan parfum yang wanginya lembut seperti punyaku."

"Santai saja, Kak. Berbeda hati, beda juga rasanya. Ketika dia masih suka kakak, dia mungkin suka dengan parfum macam punya kakak, tapi ketika denganku, ya berbeda lagi bukan?" ucap Ratvika membantah ucapan Senja. 

Senja tak membalas. Hatinya mendengus kesal mendengar kesombongan di pagi hari oleh Ratvika. Mulutnya komat-kamit hendak mencibir, tapi entah kenapa kata-katanya tak bisa keluar. Ia hanya bisa melangkah keluar kamar. Di luar kamar, dilihatnya Bu Apik yang sedang duduk tersenyum dengan memandangi foto seseorang. Senja merubah haluannya. Ia beralih ke posisi Bu Apik dan melihat sosok dibalik foto yang sedari tadi dipandangi. 

"Foto siapa, Bu?" tanya Senja memecahkan keheningan yang sedari tadi dirasakan. 

Bu Apik tersentak. Tangannya langsung bergerak menghapus air mata yang ternyata menggenang di matanya sedari tadi. "Eh, kamu sudah bangun? Ini foto suami ibu, Senja."

Senja tersenyum tanpa disengaja. Diraihnya foto itu dan ia pandangi setiap lekuk garis wajah dalam foto itu. "Oh, ini Pak Darmawan ya, Bu?"

Bu Apik lantas menatap Senja dengan buru-buru. Ia terkejut Senja mengetahui perihal suaminya. "Kok kamu tahu nama suami ibu? Apa ibu perna cerita?"

"Aku tahu dari Nek Mirah. Beliau yang menceritakan semua hal per detil antara ibu dan Pak Darmawan. Senja mau seperti ibu dan Pak Darmawan," ucap Senja sambil duduk merendah di hadapan Bu Apik. "Kalian hebat. Jauh sangat hebat! Senja kagum dengan perjuangan itu. Kelak, aku akan merasakannya nanti."

Bu Apik tersenyum memandangi sosok gadis yang ada di hadapannya. Wajahnya begitu cantik dan lugu, persis seperti ciri-ciri calon anak yang dulu pernah dibicarakan antara Bu Apik dan Pak Darmawan. "Jangan, Senja. Jangan seperti kami yang mencoba melawan dunia hanya karena bahagia. Jadilah dan gariskanlah takdirmu sendiri. Tapi, yakinlah bahwa perjuanganmu akan apapun tak pernah jadi sia-sia. Ada tempat terindah yang disiapkan Tuhan untuk orang-orang yang berjuang. Ingat itu!"

"Bukankah memang kita harus melawan dunia untuk bahagia dengan versi kita sendiri, Bu?" ucap Senja sambil menatap keteduhan wajah Bu Apik yang juga balas menatapnya. Tangan Senja terus mengelus foto itu. 

Tangan Bu Apik bergerak meraih pipi Senja. Bu Apik menatapnya bagaikan menatap seorang anak perempuan yang lahir dari rahimnya sendiri. "Kamu itu persis seperti sosok anak perempuan yang kami berdua pernah bicarakan. Cantik, sopan, manis, juga pintar. Kamu itu wanita beruntung, Senja. Kamu beruntung karena dengan keterbatasan ini, kamu masih diijinkan bahagia oleh Sang Pencipta. Manfaatkan itu..."

Senja Dalam Ingatan [Completed] [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang