14-Berlari di Bagian Kosong

330 25 29
                                    

Dua hari berlalu sejak Goar dan Senja bertemu malam itu. Dua hari itu juga Goar mencoba menjaga hati dan kebahagiaan Senja dengan menatapnya dari jauh. Ia senantiasa memegang janjinya untuk menjaga Senja. Untuk itu, kemanapun Avgi membawa Senja, Goar selalu membuntuti di belakang. Ia mencari bagian-bagian yang tak bisa dilihat wanita pujaannya itu.

Pagi itu, Goar berjalan gontai dan malas ke kantin. Dua temannya terlambat mengikuti kelas pagi, alhasil dia sendirian di kampus dan kelas berikutnya masih 2 jam lagi. Otaknya berputar apa yang akan dia lakukan selama 2 jam ini. 

Ia melangkahkan kaki menyusuri lantai gedung kampus sebelum ia melihat bangunan kantin yang sudah sedikit ramai dengan para mahasiswa yang hendak menyantap sarapan. Goar tersenyum lega karena kelaparannya selama kelas akan terbayar di kantin ini. Matanya sudah melihat beberapa jenis jajanan yang akan ia pesan begitu duduk manis di kantin.

Dua langkah ia menyusuri jalan menuju kantin, matanya menangkap bayangan Senja yang sedang tersenyum indah memandang wajah kekasihnya, Avgi. Dua hari ini adalah dua hari yang sungguh teramat pahit untuk dirinya. Ia harus sedikit merelakan wanita itu termiliki orang lain, yang mana seharusnya menjadi penjaga hatinya. 

Goar lekas mengenakan kupluk hoodienya dan berjalan ke arah kantin. Pelan tapi pasti, ia melalui meja dimana sepasang sejoli itu bercengkrama atau sesekali menyuapkan kentang goreng ke mulut masing-masing. Senja nampak tak berfokus pada orang lain. Fokusnya hanya pada Avgi, sampai-sampai ia tak menyadari bahwa Goar baru saja melewatinya.

Berjarak 5 meja di belakang Senja, Goar duduk sambil melihat-lihat jajanan yang akan dibelinya. Pandangannya terkadang terbagi pada tingkah laku mesra Avgi dan Senja yang buat panas hatinya. "Mang, es jeruk satu ya?" ujar Goar kepada mamang tukang es yang kebetulan lewat di hadapannya. Mamang itu hanya mengangguk seraya melanjutkan langkahnya untuk menyiapkan pesanan. 

Matanya tetap tajam melihat Senja yang becanda dan bercengkrama dengan Avgi. Ia terperangkap dalam sebuah situasi dimana ia tak boleh marah tapi ia juga ingin marah. Bingung? Pasti! Galau? Jelas!

"Hai, Bang Goar!" ujar seseorang menepuk bahunya lalu duduk di sampingnya. Goar membuka kupluknya dan menatap gadis yang muncul dengan wajah berseri-seri dan senyum membara di wajahnya. Itu Ratvika. Ia datang dari arah belakang Goar. 

"Hai, Vik. Macam hantu saja kau datang tiba-tiba. Kapan kau ada di kantin ini?" tanya Goar merasa keheranan dengan Ratvika yang muncul tiba-tiba. 

"Hah?" ujar Ratvika membalas dengan tatapan keheranan. "Aku kan dari tadi ngobrol sama kawanku di belakang abang, nggak lihat?"

Goar tertawa kecil. "Bah! Betul, kah? Maafkan abang kau ini lah, Vik, tak fokus tadinya. Sedang fokus ke hal yang lain."

"Oh..." ucap Ratvika dengan mulut berbentuk O sempurna. Ia mencoba memperhatikan apa yang sebenarnya Goar lihat sedari tadi. "Lagi lihat apa sih, bang?"

Goar diam. Matanya hanya tertuju pada meja Senja dan Avgi. Keduanya begitu akrab satu sama lain satu tangan mereka saling menggenggam. Bayangan hati Goar membayangkan bagaimana jika ia berada di posisi Avgi, surga buatnya. 

"Bang... Bang!" ujar Ratvika mengejutkan Goar berbarengan dengan es jeruk yang dipesan Goar datang ke mejanya. 

"Vika, cukup buat aku kaget begitu bah! Bagaimana nanti kalau jantungku copot? Bisa matilah aku..." Goar menatap Vika dengan wajah kesal. Tangannya lalu menyambar sedotan dan mendekatkan ke mulutnya. Es jeruk itu dingin membantu dirinya untuk tenang. 

"Ya... habis aku dicuekin. Abang jangan seringan melamun, nanti jodohnya jauh," ucap Ratvika dengan wajah manja memandang wajah tegas Goar. Bulu-bulu halus di bagian rahang mulai tumbuh, membuat Goar semakin menggairahkan bagi Ratvika. 

"Hey, Vika. Dengarkan aku, jodoh, mati, atau rejeki itu urusan Tuhan. Tak ada hubungannya dengan melamun dengan jodoh."

Vika tergelak dalam tawanya. Satu tangannya memukul satu lengan Goar. Tawa Vika membuat Goar ikut tersenyum. "Abang lucu deh, ganteng lagi," ucap Ratvika menghentikan tawanya. "Gini loh, bang. Kalau abang cuma melamun aja dan tidak melakukan apapun untuk jodoh, ya jodohnya akan jauh dan diambil orang. Coba kalau abang bergerak, pasti jodoh bisa didapat deh..."

"Bagaimana kalau kita sudah berusaha tapi jodoh yang kita inginkan masih belum didapatkan? Bagaimana? Padahal dalam setiap doa, kita sudah memohon Tuhan untuk mendekatkan dengan jodoh yang kita mau itu?" ujar Goar sambil sedikit lagi merasakan nikmatnya es jeruk yang ada di hadapannya. 

Ratvika lantas berpikir sejenak. Diletakkannya jari telunjuk dan jempol di tangan kanan lekat dengan dagunya. Otaknya berputar mencoba mencari kata. "Hmmm... sebenarnya ini sih masalah dari banyak orang berdoa. Mereka berdoa mengatur Tuhan sesuai dengan apa maunya mereka, bukan malah menunjukkan kepasrahan kepada Sang Maha Kuasa untuk melakukan yang terbaik. Kalau doa kita belum terjawab, bang, ada 2 kemungkinan, yaitu Tuhan meminta abang menunggu atau mengajak abang ke pilihan lain."

"Ya, itu kan kalau masalah rejeki. Kalau masalah jodoh?"

"Bukannya jodoh itu juga rejeki ya, bang?" ujar Ratvika membalas argumen Goar. "Kalau menurut Vika ya sama aja sih, bang. Kalau memang jodoh yang kita mau nyatanya justru tak berpaling ke kita, ya legowo dan pasrah. Cari yang lain karena ada istilah banyak ikan di laut. Kan katanya kalau jodoh nggak kemana."

Iya, jodoh nggak kemana. Saingan dimana-mana, apalagi mendapatkan cinta Senja, ujar Goar dalam hati sambil kembali meminum es jeruk lewat sedotan. Ratvika memperhatikan tatapan Goar yang tak lepas dari Senja dan Avgi. Gemas, ingin rasanya kesana dan mengganggu romansa keduanya. 

Ratvika mulai mengukur kemana arah tatapan Goar menuju. Ia mengangguk-angguk  mengerti. "Pantesan bengong terus, ngeliatin Senja, Bang? Sedih ya, bang gara-gara Senja jadian sama kak Avgi?"

Goar tak menggubris Ratvika yang menyerocos dengan kata-katanya. Ia masih termangu menatap cantiknya Senja dari kejauhan dengan rasa es jeruk di lidahnya. 

"Pasti sakit ya, bang hatinya. Padahal kan dulu kak Senja sempet deket dan kasih harapan ke Bang Goar. Aku lihat loh yang waktu kak Senja cium pipinya Bang Goar. Aku kira kalian jadian dan..."

"Bah! Diamlah dulu kau! Pusing aku dibuat dengan kata-katamu. Kau macam burung beo yang ngomong kesana kemari, tak jelas. Beruntung kau wanita, kalau lelaki sudah ku sleding kepala kau," ujar Goar terlihat kesal dengan Ratvika sementara wanita itu hanya tersenyum meledek di depan Goar. 

Sejenak terdiam di meja itu. Senja dan Avgi beranjak dari mejanya. Tangan mereka saling menggenggam satu dengan yang lainnya. Bayangan keduanya lalu hilang ketika motor sport Avgi melaju keluar kampus. 

"Sabar ya, Bang. Kadang untuk hidup, kita harus benar-benar jeli dan sensitif menangkap tanda-tanda takdir Tuhan. Itu yang sering kali manusia lewatkan. Ketika terlewat, manusia kadang mendengus kesal dalam doanya," Ratvika berkata sambil bangkit berdiri dan hendak kembali ke mejanya semula. 

"Vika," ujar Goar sambil memegang tangan Ratvika cepat-cepat. "Tunggu. Apa maksudmu?"

Ratvika kembali terduduk di samping Goar. Wajahnya dihadapkan pada wajah Goar yang sedang kalut dengan kesedihannya. "Pikirkan, Bang. Jika jodoh yang abang inginkan tak datang atau tak berpaling juga, itu artinya abang harus lihat sekeliling. Mungkin ada tanda takdir lain yang Tuhan selipkan untuk hidup abang. Sosok wanita yang lebih tepat menjaga hati abang."

Goar melengos ke arah depan kantin. "Siapa pula yang mau sama aku? Lelaki Batak yang kasar, suaranya keras, dan tak juga romantis."

"Ada kok, bang..."

"Siapa?"

Ratvika tersenyum dan meninggalkan Goar dalam kegamangan pertanyaannya yang belum terjawab. Goar hanya memperhatikan laju Ratvika yang berpindah meja. Tatapan senyum penuh arti dari Ratvika membuat Goar tertegun dan dalam hati, ia berkata, "Apa dia riak-riak takdir lain yang disiapkan Tuhan untukku? Apa dia yang akan menemani aku ketika aku hendak berlari di bagian kosong dalam hidupku?"

Senja Dalam Ingatan [Completed] [Sudah Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang