Pagi sudah memajang matahari. Sinarnya menyengat, mungkin di atas sana matahari tertawa-tawa melihat manusia yang berkeringat terkena sinarnya. Arkadewi sedang sibuk di dapur dengan Bi Misran yang sudah bangun selepas sholat Subuh. Baru beberapa jam bercerita dengan Bi Misran, Arkadewi sudah kagum dengan wanita ini. Bi Misran mengingatkan dirinya pada sosok Bu Apik dulu.
Sebelum bekerja jadi pembantu rumah tangga di keluarga Winata, Bi Misran berjualan getuk lindri di Stasiun Jakarta Kota. Penghasilannya tak seberapa, mungkin hanya cukup untuk makan dan mengontrak saja. "Saya tak mau dan tak boleh mengeluh. Bekerja saja, insyaallah Gusti Allah melihat hasil kerja saya," Bi Misran mencoba mengingat-ingat Pak Darmanto, mendiang suaminya yang meninggal karena terkena peluru nyasar sewaktu pulang dari sawah.
Bi Misran punya 2 anak, satu laki-laki namanya Ridwan Al-Kuftoni dan satu perempuan namanya Rindu Wilanda Nafsya. Dari getuk lindri, Bi Misran, yang waktu itu masih berusia 35 tahun, bisa menyekolahkan Ridwan dan Rindu sampai jenjang SMA. Jangan tanya kenapa masih sangat begitu muda, Bi Misran dan Pak Darmanto sudah menikah di usia relatif muda. Bukan dijodohkan, tapi karena keduanya punya mental dan komitmen kuat untuk bersama.
Bagaimana pertemuan dengan keluarga Winata? Waktu itu hari rabu, salah satu waktu dimana ramainya orang berlalu-lalang di Stasun Jakarta Kota. Bi Misran dengan pakaian yang lusuh belum sempat ia cuci, berjualan getuk lindri di atas nampan di pinggir jalan. Suaranya yang parau berteriak-teriak menjajakan getuk lindri yang memang dikenal enak. Hari itu, penjualan sepi.
Ketika hari menjelang tengah hari, Bi Misran mulai membereskan dagangannya yang gagal laku. Ia bersiap pulang dan segera merubah profesi menjadi tukang sapu jalanan ibu kota. Gajinya waktu itu masih 800 ribu 1 bulan. Dari kejauhan, ia melihat seorang lelaki berlari-lari terburu-buru.
"Copet! Copet!" teriak seorang wanita susah payah mengejar lelaki yang jelas jauh lebih cepa darinya. "Tolong berhentikan! Copet!"
Tak ada yang mau peduli. Lelaki itu berlari di pinggir jalan dengan mudahnya. Sampai dekat Bi Misran, sebuah tongkat bambu melayang ke kepala si copet. Brak! Copet itu tersungkur cepat.
Si copet bermuka garang, berkulit hitam, dan codet di pipinya marah bukan main. "Sialan lu ya! Minta dihajar lu, nggak tau gue siapa?"
Bi Misran tak gentar. Wanita yang mengejar copet tadi berhenti dan terkejut ketika melihat satu tinju melayang ke arah Bi Misran. Jangan tanya bagaimana selanjutnya! Tinju berhasil dielakkan dan mendadak wanita tua yang hanya dianggap sebagai penjual getuk lindri dan tukang sapu menuai kekaguman. Ilmu bela diri yang dipelajar waktu remaja jelas berguna untuk bertahan di ibu kota. Cukup dengan elakan, Bi Misran keluar dengan satu pukulan telak ke arah jakun si copet, ia mendadak tersungkur. Rasanya ingin muntah.
Polisi lalu menyergap si copet dan membawanya ke kantor polisi. Tas wanita yang mengejar itu selamat. Bi Misran dengan senyum menyerahkan tas yang tadi tergeletak di aspal jalan. Wanita yang mengejar itulah Bu Widya, Bunda Avgi.
***
Bu Widya belum sempat berterima kasih. Ia kemudian bertanya pada orang sekitar tentang si ibu yang menyelamatkan uang perusahaan yang hendak disetor. Dari seorang tukang ojek, tahulah kalau ibu itu tinggal di rumah-rumah sederhana di belakang wilayah elit Setiabudi.
Tanpa rasa malu, Bu Widya lantas menelusuri arah yang diberikan oleh si tukang ojek. Tikus-tikus besar banyak lalu lalang ketika kakinya melangkah melalui tanah berair. Sepatu mahalnya basah.
"Heh! Nenek tua! Kalau nggak bisa bayar, jangan hutang makanya!" suara gaduh muncul ketika Bu Widya mulai dekat dengan rumah Bi Misran. Air matanya terurai. Anaknya mencoba menahan-nahan preman berwajah garang yang mengertaknya. "Kita nggak mau tahu! Besok sudah harus ada, 30 juta!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Dalam Ingatan [Completed] [Sudah Terbit]
ChickLit[Long List Wattys 2018] Arkadewi Senja Dwiyana terus menutup dirinya dari cinta. Baginya, cinta hanya membuatnya terluka hingga jadi tak berdaya. Hanya Avgi, seorang pria yang sebelumnya dianggap sombong, yang mampu meluluhkan dinding keras hati Sen...