"Coba dicek di sebelah sana, apakah masih ada korban selamat lagi?" ujar komandan regu penyelamat yang datang setelah satu setengah jam para korban berpegangan di laut. Mereka nyaris hilang tenaga dan membiarkan diri tenggelam bersama kapal. Nyatanya, Tuhan baik. Arus laut mengarahkan mereka semua ke wilayah laut sekitar Sumatera Selatan.
"Ada lagi?" tanya Komandan lagi. Wajahnya masih muda dan segar dengan kumis tipis menempel di bawah lubang hidungnya. Matanya awas memperhatikan per detil yang adadi laut. Ia mempelajari satu per satu apakah itu korban atau reruntuhan bangkai kapal.
Senja terus mengapung hingga sebuah sekoci menemukan dirinya dan mengangkat ke atas sekoci. Ada 2 sekoci yang berjalan beriringan di situ.
Dari kejauhan, sebuah sinar lampu LED terang diarahkan ke kedua sekoci tersebut. Senja mencoba menutupi matanya dari cahaya yan cukup menyilaukan matanya. Ia mencoba menyingkap benda apa yang sedang menyorotinya dengan lampu dan berjalan mendekat.
Sebuah speedboat muncul dari balik cahaya itu dan menepi ke arah sekoci kedua. Seorang ibu nampak sedang berjuang menuju kelahiran bayinya. Keringatnya keluar besar-besar, sebesar jagung manis yang selalu Senja makan di pasar malam.
"Tahan ya, Bu. Tahan..." ucap beberapa penumpang selamat di kedua sisinya mencoba menenangkan. Wajahnya sudah perih tak karuan. Bayinya nampak meronta-ronta di dalam perut, seakan tak sabar melihat sosok malaikat yang membawanya kemana-mana selama 9 bulan.
Pelan-pelan, si ibu dipindahkan dan diberikan tempat yang nyaman untuk dirinya menahan kelahiran. Seorang wanita yang nampaknya seorang bidan segera mengecek kondisi bayi si ibu.
"Sudah bukaan berapa?" tanya seorang perwira berseragam biru hitam dengan topi baret di kepalanya.
"Sudah bukaan empat, harus cepat. Paling tidak kita lahirkan si bayi di pantai," jawab si wanita bidan dengan wajah khawatir. Ia segera membereskan peralatan dan duduk kembali ke tempat semulanya sambil kemudian speedboat berangkat menjauh.
***
Di sebuah pantai yang sama sekali tak bisa ia kenali, Senja menahan hawa dingin. Tubuhnya menggigil, sementara banyak regu penyelamat hilir mudik saling berkomunikasi. Ia melihat wajah rembulan penuh yang melayang-layang di langit malam, kala suara Adzan Subuh terdengar samar-samar dari kejauhan.
Sebuah bis besar kemudian berhenti dan terparkir tak jauh dari tempatnya terduduk. Butiran pasir menempel di hampir seluruh bagian belakang celananya. Suara sirine dan TOA terdengar dan memerintahkan para penumpang untuk mengambil pakaian ganti dan handuk di mobil regu penyelamat. "Para korban selamat bisa mengambil pakaian ganti dan handuk kering di mobil regu penyelamat di sini! Untuk kabar kehilangan, bisa melaporkan kepada pihak regu penyelamat di sini!"
Senja segera mengambil pakaian dan handuk kering. Ia lantas menuju tempat mandi sementara yang disediakan oleh regu penyelamat. Tempat mandi itu seperti ruangan berbentuk balok tegak dengan ukuran 3 x 3 meter. Di dalamnya, terdapat ember besar penampung air yang mengalir dari selang. Darimana air itu berasal, ia tak memperhatikannya. Yang ia tahu, badannya sudah gatal dengan air laut yang bercampur dengan pasir di tubuhnya.
1 jam kemudian, para korban diminta untuk melaporkan berita kehilangan dan langsung mengisi tempat duduk di bus yang sudah disediakan oleh pihak pelayaran sebagai ganti rugi. Menurut kabarnya, bus ini menjadi jaminan bahwa para korban tidak akan menuntut apapun kepada pihak pelayaran atas kelalaian ini. Bus itu akan menggantikan kapal laut untuk membawa mereka ke Jakarta.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Dalam Ingatan [Completed] [Sudah Terbit]
ChickLit[Long List Wattys 2018] Arkadewi Senja Dwiyana terus menutup dirinya dari cinta. Baginya, cinta hanya membuatnya terluka hingga jadi tak berdaya. Hanya Avgi, seorang pria yang sebelumnya dianggap sombong, yang mampu meluluhkan dinding keras hati Sen...