#10

2.2K 233 24
                                    

Seokmin membuka kamar Jihoon dan melihat adiknya sedang bermain sendiri. Wajahnya di tekuk, mungkin karena kesal tidak bisa tidur bersama kakaknya lagi.

"Jihoon-ah, kau bermain sendiri?" tanya Seokmin yang menghampiri Jihoon. Melihat Seokmin datang,Jihoon tersenyum lebar. Kakaknya memang yang terbaik, datang disaat yang tepat.

"Aku takut tidur sendiri,hyung." Ucap Jihoon yang memeluk Seokmin dengan erat. Seokmin yang melihatnya hanya membalas pelukan Jihoon dengan erat.

"Apa yang kau takutkan,hm?"

"Aku tidak terbiasa sendiri." Jawab Jihoon yang menatap kakaknya.  Seokmin segera mencubit kedua pipi tembam dihadapannya itu.

"Adikku yang imut ini benar-benar. Bagaimana jika kau tidur sekarang, dan aku akan menemanimu?" tanya Seokmin sambil menggendong Jihoon dan berjalan ke tempat tidur.

"Hyung, kenapa aku tidak boleh tidur bersama kalian berdua?" tanya Jihoon lagi. Ia sekarang sedang didalam pelukan Seokmin yang juga sudah berbaring di sebelahnya.

"Karena badanmu semakin besar, dan akan sempit jika tidur bertiga." Balas Seokmin sambil menjepit hidung Jihoon dengan gemas. Ia juga berharap Jihoon bisa tidur bersama mereka. Setidaknya mungkin detak jantungnya tidak berdegup kencang nantinya.

"Tapi kan, Mingyu hyung badannya lebih besar dariku. Dia yang harusnya tidur sendirian." Jihoon masih menatap Seokmin lagi.

"Mingyu kan kamarnya sudah di gusur, jadi ia tidur di tempatku sekarang. Mungkin ada tamu ayah yang akan memakai tempat itu." Seokmin berusaha mencari alasan lain. Ia baru menyadari adiknya ini sangat jeli jika menanyakan sesuatu.

"Tapi kan masih banyak kamar ko-"

"Sudahlah lebik baik kamu tidur dan aku juga tidur. Aku sangat lelah hari ini." Seokmin memutuskan pembicaraan dengan mengeratkan pelukannya. Jihoon sendiripun mulai menutup matanya dan tertidur.
.
.
.
Mingyu berjalan ke ruang kerjanya. Ia mencari-cari surat yang ia temukan kemarin. Alisnya berkedut memperhatikan ketiga surat itu. Ia tersadar bahwa surat-surat itu berkaitan.

"Siapa si My deer itu?" tanya Mingyu yang bermonolog.

Sebuah ketukan memecahkan konsentrasi Mingyu. Ia berbalik dan melihat Jun masuk sambil membawakan kotak yang Mingyu yakini itu adalah dokumen-dokumen tidak berguna lagi.

"Permisi,Pangeran. Saya membawakan dokumen-dokumen dari kera-"

"Aku tahu. Yang ingin kutanyakan adalah ini, Pak Hui." Mingyu menunjukan ketiga surat itu di hadapan Jun. Jun menatap surat-surat itu dan kemudian memberikan ekspresi bingung kepada Mingyu.

"Ini surat apa,Pangeran?" tanya Jun.

"Yang ini kudapatkan kemarin, terselip diantara dokumen-dokumen yang kau berikan kemarin. Dan ini kutemukan di bantalku, dan yang ini, ku temukan dipanah." Mingyu mengucapkan surat terakhir itu dengan pelan.

"Panah?"

Mingyu mengangguk,"Aku menemukannya di panah yang di tembak ke kamar Seokmin."

"Apakah menurut anda ada yang membenci Pangeran Seokmin?"  Jun ikut kaget, bagaimana bisa Pangeran seramah Seokmin ada yang membencinya.

"Sepertinya tidak, Lihatlah surat-surat ini, tidak ada yang berhubungan dengan Seokmin. Semua ditujukan ke seseorang yang dipanggil My deer ini." Mingyu menghela napas dengan kasar.

"Apakah mungkin, anda si My deer itu,Pangeran?" tanya Jun lagi dan dibalas tatapan sengit oleh Mingyu. Sebenanya pendapat penasehatnya ini tidak salah, karena tidak mungkin ia mendapat surat itu beruntun kalau tidak ditujukan untuknya. Tapi ia sendiri juga tidak pernah dipanggil my deer oleh siapapun.

Untouchable (Seokgyu/gyuseok) CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang