Part 36

436 25 0
                                        

Berita duka datang dari sahabatku Agni dan Cakka, sepulang dari Lombok Agni mengalami keguguran. Bukan tanpa alasan, keguguran yang terjadi pada Agni karena ia kelelahan.

"Ni yang sabar ya, kamu harus tau ini adalah jalan yang sudah ditentukan." Ucapku dengan nada prihatin, bagaimana pun juga aku pernah mengalami keguguran dan aku mengerti bagaimana rasanya kehilangan janin.

Agni tak menjawab, ia terus saja menangis hingga matanya bengkak karena terlalu lama menangis. Aku turut sedih melihat Agni seperti ini, bagaimana pun aku telah menganggap Agni seperti saudaraku sendiri.

"Agni kumohon kamu bersabar ya Ni." Ucapku sambil terus memeluk sahabatku itu.

"Kak Cakka, boleh aku berbicara sebentar." Aku meminta berbicara kepada Suami Agni tersebut.

Aku izin kepada Agni untuk keluar kamar sebentar, karena ada sesuatu yang ingin aku bicarakan, dan Agni pun menurut saja.

"Apa yang ingin Loe bicarain?" Tanyanya dengan suara yang terdengar lemas.

"Kak, bagaimana bisa Agni keguguran?" Tanyaku padanya

"Sepulang dari bandara, Agni terlihat lelah, lalu diakan mau kekamar, mungkin efek ngantuk ya jatuh dari tangga."

Aku kaget, aku kira Agni keguguran hanya karena kelelahan ternyata jatuh dari tangga.
"Innalillahiwainnalillahirojiun." Aku sungguh merasa iba.

Tiba-tiba datang lah Via dan Iel.
"Gimana Agni? Dimana sahabatku Fy." Tanyanya dengan nada yang sangat khawatir aku tau dia pasti sangat khawatir dengan keadaan Agni.

Aku menuntun Via menuju kamar Agni, setelah sampai didalam kamar,
Via langsung menitipkan Asyifa kepadaku.

"Agni, kamu jangan sedih Ni." Via langsung menangis melihat keadaan Agni yang terlihat menyedihkan, rambutnya tidak beraturan.

"Bayiku Vi, aku keguguran Via." Agni langsung memeluk Via dengan amat erat.

"Masih ada aku Ni, masih ada Ify, ada Kak Cakka yang disamping kamu." Ucap Via sambil terus menghapus air mata Agni.

"Lebih baik kamu istirahat Ni, biar keadaanmu cepat pulih." Agnipun menurut, ia langsung berbaring. Via memberikan selimut agar tidur Agni lebih nyaman.

Setelah dirasa Agni terlelap, aku menyerahkan Asyifa kepada Via, sepertinya bayi itu lebih nyaman dipelukan Via. Jelas dia ibunya.

Lalu aku menceritakan kronologi keguguran yang terjadi pada Agni, sungguh sebagai seorang sahabat kami benar merasa terpukul.

"Aqilla gak nangis digendong bapaknya." Ucapku pelan, agar tidak mengganggu tidurnya sahabatku.

"Ya kamu tidak tahu saja, kalau sikembar itu lebih betah sama Kak Iel daripada aku." Ucapnya dengan kesal, dan membuat raut wajahku tidak percaya.

"Benar Fy, buktinya kalau nangis atau apa digendong bapaknya langsung diem."

"Kamu bau kali Vi." Ucapanku membuat Via mendelik.

Lalu 15 menit kemudian orang tua dan mertua Agni turut datang,

Ibu mertua serta ibu Agni telah datang dan kamipun mencium tangan beliau, lalu beliau bertanya perihal apa yang terjadi dengan Agni, dengan segenap informasi yang aku dapatkan dari kak Cakka aku beritahu kepada beliau.

Setelah berbincang dengan kedua wanita tersebut aku izin keluar untuk dan Via pun ikut karena Asyifa mulai rewel.

Saat sampai di ruang keluarga, aku menemukan para kaum adam sedang berkumpul jadi malu sendiri.

"Kak nih Asyifa rewel, paling pengen timang ama Ayahnya." Via langsung menyerahkan Asyifa kepada Iel, dan bertukar, Via lah yang sekarang menggendong Aqilla.

Benar saja setelah berada dalam gendongan Iel, Asyifa langsung berhenti rewel, bayi cantik itu malah memandang Ayahnya dengan ekspresi imut.

Kami pun berbincang-bincang, aku duduk di sebelah Suamiku, sedangkan Via berada disamping kak Iel.

Setelah menjenguk Agni, aku dan kak Alvin pulang kerumah sebelum pulang kerumah aku mampir dulu kerumah Ayah karena perasaanku tidak enak. Tiba-tiba aku keinget Ayah, semoga saja Ayah baik-baik saja.

Sesampainya dirumah Ayah, aku langsung berlari kekamar Ayah dan melihat Ayah sedang tidur, Alhamdulillah Ayah baik-baik saja.

"Kemarilah putriku, aku sangat rindu sama kamu." Aku berjalan kearah Ayah lalu memeluk Ayah dengan erat.

"Ayah, Ayah baik-baik saja kan?" Kataku dengan nada yang panik.

"Kemana Alvin?" Tanya Ayah kemudian.

Aku pun memanggil kak Alvin agar menemui Ayah dikamarnya, dan yang membuat aku khawatir ketika Ayah melarang aku untuk ikut, katanya Ayah hanya ingin berkata berdua saja dengan kak Alvin. Namun karena penasaran aku menguping diluar pintu kamar Ayah.

"Nak Alvin, tolong jaga putri Ayah ya."

"Pasti Yah," Jawab kak Alvin dengan tegas.

"Jika putri Ayah yang manja berbuat kesalahan tolong maafkan dia ya Nak, Ayah mohon jangan pernah engkau mengucapkan cerai kepada putriku, jaga ia, dan teruslah buat ia bahagia berada disisimu." Ucap Ayah dengan panjang lebar.

Apa-apaan Ayah, mengapa berkata didalam seperti itu, itu seperti ucapan orang orang yang akan pergi meninggalkan dunia, aku ingin menerobos masuk kekamar Ayah dan memeluk Ayah dengan erat.

"InshaAllah Ayah, aku akan menjaga amanah Ayah. Sebisa mungkin aku akan terus menjaga amanah ini." Kata kak Alvin.

Aku sudah tidak tahan dan menerobos masuk kedalam kamar lalu berlari dan memeluk Ayah.

"Ayah jangan berkata yang aneh Yah, aku gak suka." Rintihku.
Namun kulihat Ayah hanya tersenyum lalu membisikan "Ayah akan selalu menyayangi kamu putriku." Namun suaranya semakin mengecil,

Aku sadar, aku langsung membisikan kalimat syahadat  ditelinga Ayah, bibirku gemetar, dengan terbata-bata Ayah mengucapkan nya, lalu Ayah menghembuskan napas untuk yang terakhir kalinya. Luruhlah aku. Semuanya terasa gelap. Kemudian aku tidak ingat apa-apa lagi.

"Aku dimana?" Lalu aku melihat Via sedang disampingku dan juga Agni yang terlihat semakin kacau melihat ke arahku.

"Hei, kenapa kamu nangis sih Vi?"

"Kamu yang sabar ya Fy." Ucapnya kemudian.

"Apa sih Vi yang sabar? Aku tidak apa- apa Via." Ucapku, aku benar- benar merasa aneh.

"Ayahmu akan dimakamkan, ayo."

Ayah.

"Aku hanya mimpi Vi, ini tidak mungkin nyata." Namun bibirku gemetar mengatakannya.

"Ini tidak mungkin." Kataku dengan pelan.

"Jangan menyalahkan takdir Fy, bukankah itu kata penguatmu untukku? Sekarang aku berikan kata penguat itu untukmu." Agni kemudian berucap, namun kulihat tak kuasa ia menahan tangis.

Setelah 5 menit berpikir, aku langsung mengangguk, mengiyakan kedua sahabatku, karena jika aku terlalu lama kasihan Ayah pasti tidak tenang.

***

Pemakaman Ayah sudah 10 menit berlalu namun aku masih belum beranjak juga, aku tidak ingin meninggalkan Ayah. Makam Ayah tepat disamping makam Ibu.

"Sayang, ayo hanya tinggal kita berdua disini." Kak Alvin mengangkat tubuhku.

"Tapi kak, Ayah kak."

"Kalau kamu bersikap begini, Ayah pasti sedih. Ikhlaskan, itu jauh membuat Ayah lebih bahagia InshaAllah disurga sana." Ucapnya, aku pun menurut. Lalu kami berdua meninggalkan makam Ayah.

Aku sayang Ayah.

***

Kamulah TakdirKuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang