Part 34

574 29 4
                                    

Kediaman Alvin Ify pukul 05.00 am.

Aku sangat bahagia, bahagia kenapa? Karena aku sudah baikan dengan suamiku. Alvin.

Semalam ia meminta maaf kepada ku, walau aku kesal kepadanya aku tidak akan pernah bisa membenci nya walau saat marahan aku  mengatakan.

"Aku benci padamu."

Namun tetap saja dalam hati kecil ku mengatakan bahwa aku tidak bisa membenci nya. Karena apa? Karena ia Suamiku.

Bukan kah seorang Istri harus berbakti kepada Suaminya?

Setelah melaksanakan Sholat Shubuh kak Alvin memutuskan untuk tidur lagi, sedangkan aku? Ah aku masih memandang wajah polos nya saat terpejam.

"Kamu tampan." Ungkap ku dengan jujur. Memang kak Alvin tampan aku sering sekali memandangi ia  saat tertidur. Bahkan saat kami marahan pun ku sempatkan untuk menatap wajah nya.

Entah angin apa aku ingin mendekatkan wajah ku padanya. Sekarang jarak wajah ku dengan nya hanya 5 cm saja.

"Seru juga memandangi dari jarak dekat seperti ini." Batin ku.

Aku tersenyum melihat nya yang masih terpejam,

"Hei." Ia membuka matanya dan menyapaku membuat aku terpelonjak. "Hei juga." Jawabku dengan gugup.

Ia tersenyum, "Mendekat lah padaku," ucap nya. Posisi ku sekarang jauh dari nya agar tidak merasakan gugup yang berlebih tapi ia malah meminta aku mendekat. Mau tidak mau aku mendekat padanya.

"Mendekat lah sayang, aku merindukan mu." Ucap nya. Ah suara nya sexy sekali padahal baru bangun tidur. Suamiku ini.

"Sini." Kak Alvin menarik pinggang ku agar disamping nya. Lihat lah matanya saja belum sepenuh nya terbuka. Lagi pula mata suamiku saat terbuka maupun tidak menurutku sama saja. Sipit.

"Kamu ternyata diam-diam memperhatikan aku ya Istriku." Kata nya sambil memberikan senyum.

"Em tidak." Ucapku dengan gugup. Entah mengapa aku gugup sekali. Jujur aku malu mengakui nya. Gengsi.

"Kamu ini kapan mau jujur sama aku sih sayang," Suamiku memijit hidung ku pelan. Aku bersandar kepadanya.

"Em."

"Ayolah mengaku saja kamu memperhatikan aku kan? Iyakan?." Seperti nya ia sudah sangat yakin bahwa aku memperhatikan nya. Sungguh Suamiku ini memang tidak pernah salah dalam menebak. Buktinya aku memang memperhatikan nya hanya saja aku terlalu gengsi untuk mengakui hal tersebut.

"Iya kak." Jawab ku dengan susah payah. Ia mengernyitkan dahi nya seakan tidak percaya dengan kata kata ku.

"Iya apa?" Tanya nya dengan tidak sabar, aku kesal. Kenapa ia tidak mengerti dengan maksud kata iya.

"Iya itu loh kak." Kata ku dengan cepat, sebenarnya suamiku ini pura- pura tidak mengerti apa memang tidak mengerti.

"Jelaskan lah sayang apa yang maksud dari perkataan mu? Tolong lebih jelas ya mengatakan nya." Pinta nya padaku, aku diam.

"Kenapa kamu diam, ayo katakan lah sesuatu sayang." Ia terus saja meminta aku agar berkata secara lengkap. Apakah ia tidak mengerti betapa gugup dan gengsi istri nya ini.

"Apa sih kak." Aku kesal, aku tidak ingin mengatakan nya. Apakah ia tidak mengerti.

"Kok kamu malah bentak aku sih." Tanya nya dengan kesal. Aku merasa bersalah tidak seharusnya aku membentak nya.

"Maaf." Ucapku, namun ia malah memejamkan kembali mata nya.

"Kamu maafin aku?" Tanya ku, merasa ucapan ku tidak direspon aku pun mengguncangkan bahu nya kemudian ia membuka kedua matanya lagi.

Kamulah TakdirKuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang