Awal Kisah - Jakarta

46.1K 4.3K 156
                                    

Jakarta, 2003

Seragam putih abu-abu itu tampak sama. Meski yang satu tampak masih baru sedangkan satunya sudah lama. Satu berbawahan rok dan satu lagi celana. Sepasang anak manusia saling berkejaran di sebuah dermaga. Tempat kesukaan mereka.

"Gadis kecil! Bisa kita berhenti main kucing-kucingan? Capek, nih!" si laki-laki meneriaki gadis di depannya.

Tapi bukannya berhenti, gadis itu malah tertawa-tawa. Sempat pula mengejek dan menampilkan wajah jenaka, "Masa badan gede begitu tenaganya cepat habis? Huh, payah!"

Permainan betulan berlanjut. Mau bagaimana lagi, kedua tungkai milik gadis lincah itu sangat suka berlari, cepat sekali. Kedua tangannya terbentang, seperti ingin terbang.

Si laki-laki menggelengkan kepala sambil tertawa. Heran, habis diajak jalan-jalan keliling mall sepulang sekolah, gadis kecilnya tetap saja tak kenal lelah.

Tiba-tiba si gadis berteriak mengaduh. Ia jatuh, perkara tersandung tali sepatu.
Si laki-laki cepat-cepat menghampiri. Berjongkok mengkhawatirkan lutut lecet yang pasti perih. Meski, sesekali ia juga tertawa geli membuat yang ditertawakan bibirnya maju beberapa senti.

"Jadi jatuh, kan? Sudah dibilangin jangan lari-lari juga... dasar bandel!"

"Issh! Jangan ngejek terus! Pacar macam apa kamu itu?!"

Seperti biasa, berantem ringan menyelingi canda. Sebab tak ingin pacarnya betulan marah, laki-laki itu meniupi lutut si gadis, sangat lembut hembusan napasnya. Hangat mengenyahkan perih yang sempat terasa. Wajah cantik itu merona merah.

Pelan-pelan si gadis diajak berdiri. Diamit jarinya, dibawa ke pinggiran dermaga, bersebelahan berdiri di tepi. Berdua menatap kanvas luas yang tinggi. Mulai jingga, tak sebiru tadi.

"Aku belum bilang selamat buat gadis kecilku yang baru masuk SMA, kan? Jadi... Selamat karena seragam putih-birumu sudah berganti jadi seragam putih-abu-abu yang sama denganku!"

Sembari menyelipkan anak rambut, gadis itu menghela napas perlahan, "Sebetulnya, aku nggak terlalu senang." Katanya membalas perkataan laki-laki tinggi yang sekarang tampak mengernyit lucu.

"Kenapa, sih, kamu harus dua tahun lebih tua dariku? Setiap aku kelas satu, kamu sudah kelas tiga. Waktu aku masih siswa baru, kamu sudah mau jadi alumni. Jadinya, SMP dan SMA, cuma setahun kita bisa satu sekolah. Ah, nyebelin!" ia menyambung kemudian mengembungkan pipi.

Dengan gemas si laki-laki mengacak rambut orang disampingnya. Si tinggi yang tampan terkekeh karena tingkah manusia mungil itu terlalu lucu, "Nanti, kuusahakan nggak kuliah di luar negeri, deh. Di Indonesia saja, biar pacarku yang cantik ini terhindar dari rindu..."

Senyuman merekah lebar di bibir merah muda milik hati yang sedang bahagia karena perkataan sederhana yang menurutnya teramat manis dan bermakna.

"Janji ya kamu nggak akan pernah pergi? Biar kita... aku dan kamu... akan selalu seperti ini..." si gadis memiringkan tubuh dan menyodorkan kelingkingnya.

Laki-laki itu belum mau menggerakkan tangannya, yang bergerak justru kepalanya, sebuah gelengan ia berikan, "Aku bukan pemilik takdir. Jadi aku nggak mau janji..."

Seketika bibir si gadis melengkung sedih.

Melihat itu, si laki-laki menunduk sedikit, mencondongkan wajahnya supaya bisa menatap manik mata indah itu lebih dalam, "Tapi, aku bisa kasih janji lain..." Ia menjeda, matanya berpendar menyusuri langit jingga, "Semisal tiba-tiba aku menghilang, kamu hanya perlu yakin kalau aku pasti akan selalu kembali. Persis seperti senja..."

Sekarang laki-laki itu sudah kembali menatap gadisnya, begitu lekat, "Ingat ini sebagai janji Senja." dikaitkan kelingkingnya ke kelingking kecil yang sedari tadi masih menunggu.

Hangat menyeruak keseluruh relung hati. Si gadis langsung memeluk pemilik senyum termanis yang sudah menjadi pacarnya selama lebih dari 1095 hari. Begitu erat, seolah menuntut pemenuhan dari janji yang terlanjur ia percayai.

💧Lovakarta💧

Ayii: Ditunggu Vomment-nya😍

LovakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang