Sena kaget sekali, tadinya ia masih berpetualang dalam mimpi saat tiba-tiba sebuah tangan menepuk pipinya berkali-kali. Lembut, tapi ada nada tidak sabaran dalam suara yang tidak asing ini. "Sen, Sena, ayo bangun. Sena..."
Ketika berhasil memfokuskan mata, Sena menemukan Ratih sudah beranjak mendekati lemari. Tas sekolah Sena yang entah sejak kapan terpegang ditangannya, langsung diisi dengan pakaian sampai penuh menggembung. Jangankan tahu kenapa Ratih melakukan itu, sekarang jam berapa saja, Sena masih bertanya-tanya. Yang gadis itu ingat, dirinya baru saja memulai tidur setelah shalat isya dengan Gani, kira-kira pukul setengah delapan. Malam ini rasanya Sena lelah sekali, jadi ia memang sengaja tidur cepat tadi.
"Nih, baju buat ganti." Ratih meletakkan kaus garis-garis dan celana jeans yang ia tahu itu adalah setelan terpraktis dan ternyaman menurut Sena ke pangkuan gadis itu. Pemilik kamar sudah duduk di tepi ranjang dengan kaki menjuntai menyentuh lantai. Dan ia hanya diam memandangi pakaian yang diambilkan Ratih sementara kernyit-kernyit tidak mengerti muncul berjejer didahi.
"Ih, malah bengong! Buruan, Sen, tinggal kamu saja loh yang belum rapi." Seperti tidak peduli kalau sahabatnya yang masih setengah ngantuk itu sangat kebingungan, Ratih beranjak keluar setelah mengatakan kalimat tersebut. Tak lupa pula ia menutup pintu kamar dari luar sehingga Sena paham kalau tidak akan ada penjelasan buatnya sebelum piama tidur diganti.
Riuh rendah obrolan terdengar samar-samar dari arah ruang tamu. Diantara tumpang tindih logat khas Pram dan Epeng, Sena sangat yakin ada Dika juga disana-yang mungkin sengaja menyembunyikan suara supaya kehadirannya tidak kentara. Tentu saja Sena yakin, mengingat laki-laki itu sudah bukan lagi manusia biasa yang terjebak dalam kesedihan sekarang, melainkan sudah kembali berperan sebagai Alien dari planet antah berantah yang tersesat membawa ribuan rencana tidak terduga, khusus untuk mengesalkan Sena.
Awas saja ya... kalau sampai ini nggak penting, dia bakal langsung kupiting! Sena bersungut-sungut dalam hati. Namun tak ayal tetap menuntaskan ganti baju dengan cepat sesuai instruksi Ratih tadi.
Selesai menggantung piama, Sena menjemput pintu. Meraih kenop lalu membukanya. Sebuah tubuh jangkung yang langsung muncul begitu mengagetkan Sena sehingga ia refleks menarik punggung mundur. Untung saja sempat. Kalau tinggal, pasti kening Sena sudah beradu dengan dagu orang iseng itu. Dan Dika malah terkekeh melihat Sena mengusap dada dengan kesal. Segala pakai menyapa selamat malam tanpa raut merasa berdosa lagi.
Akan ada serentet rutukan dengan topik betapa tidak sopan ulahnya barusan, Dika sudah prediksi hal itu sebab biasanya pasti akan begitu. Tapi kali ini ia tidak bisa bebaskan Sena mengoceh dan menunjukkan ekspresi memberengut paling menggemaskan yang pernah matanya temukan meskipun sebetulnya sangat ingin. Masalahnya, waktu sedang terbatas, ada jadwal yang tidak dapat diajak kompromi. "Ini bukan salah satu keisengan nggak penting." ujarnya meyakinkan. Bibir atas dan bibir bawah Sena berhasil ia buat kembali merapat.
"Saya mau bawa kamu ke Jakarta." Dika melepas jaket dari tubuhnya untuk kemudian dipasangkan pada Sena dengan gerakan lembut.
Dika sangat tahu mata bulat yang kontan membelalak itu menandakan seberapa Sena terkejut. Sempat tersenyum maklum, ia lantas merangkum jemari Sena dalam genggaman, menarik gadis itu ke teras depan sehingga Sena bisa lihat Epeng, Pram, Ratih, Gani juga Adji, sedang sibuk memasukkan barang kedalam subuah angkot yang tidak tahu sejak kapan sudah parkir di halaman.
"Semua ini tidak semendadak kedengarannya kok. Hanya saja, memang sengaja dirahasiakan." Sena merasakan sebuah ibu jari bergerak hangat mengusap-usap punggung tangannya. "Sebagai kejutan spesial buat kamu, Senandung yang sudah jadi obat untuk kegilaan saya."
💧💧💧💧
Angkot Cak Jarwo mengantar sampai depan stasiun saja. Selanjutnya, jarak Jogjakarta-Jakarta akan ditempuh dengan kereta ekonomi yang tiketnya Dika beli lima hari lalu. Putaran roda besi kelewat cepat sampai terasa menghentak, menghasilkan getaran pada sepanjang rel. Gerbong-gerbong yang saling bersambungan itu terbawa bergerak, dari dalam penumpangnya dapat mengintip suasana malam lewat jendela. Salah satu yang melakukannya tidak lain adalah Sena. Untuk mendukung lamunannya, gadis itu jelas butuh pengalih dari ramai lalu lalang pedagang yang tidak bosan menawarkan ini itu. Mulai dari mie instan, minuman dingin atau hangat, permen, Wingko Babat, Brem, souvenir-souvenir kecil seperti gelang dan gantungan kunci, bahkan buku mewarnai yang sempat bikin Sena tidak habis pikir saat benda konsumsi anak-anak itu disodorkan kepadanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovakarta
Teen Fiction[COMPLETED] Lovakarta #1 Julukannya Hujan istimewa. Soalnya, Hujan yang satu ini selalu di damba-damba. 999 dari 1000 hati menyatakan ketertarikan padanya. Seharusnya, cerita ini mudah. Hujan tinggal pilih saja salah satu dari 999 hati yang ada. Te...