17 - Kusiapkan Peluk Utuh, Untuk Setiap Jatuh Yang Melukaimu

7.2K 905 31
                                    

Part soundtrack: Ini Aku by Devano Danendra

💧💧💧💧

"Pas di klinik, ngomong apa saja sama Alda?"

"Mmm... Lumayan banyak. Tapi nggak ada 'gombal' sama sekali kok. Beneran."

"Memang aku tanya soal itu?"

"Saya cuma sedang jujur kasih tahu. Soalnya, pertanyaan pertama tadi kedengeran kayak kamu lagi cemburu."

Saking sukanya Sena pada permen kapas, jarang sekali ada hal yang bisa mengalihkan fokus gadis itu saat sedang asyik makan jajanan berbahan gula dengan bentuk mirip awan warna-warni yang selalu terasa ringan dan manis bak kegembiraan masa kanak-kanak tersebut. Namun gara-gara ucapan luar biasa percaya diri barusan, minat Sena untuk menambah comotan permen kapas langsung hilang. Ganti kekesalannya yang mendadak datang.

"Apa sih?!" Sena menendang mata kaki Dika tak ketinggalan melotot. Sol sepatu flatnya meninggalkan jejak debu kering di celana bahan panjang berwarna hitam yang Dika kenakan. "Kalau mau ngeselin, tunggu permen kapasku habis dulu. Nanti biar sekalian perutmu tak tusuk pakai bekas sunduknya!"

Logat kejawen yang Sena pakai langsung menyulut ledakan tawa Dika. Benar-benar lucu mendengar cara Sena ngomel seperti ibu Epeng setiap kali anak gembulnya malas-malasan disuruh nimba air di sumur, sementara gaya-gaya ketus khas gadis ibu kota sama sekali tidak hilang darinya. Berbulan di Yogyakarta ternyata cukup berhasil merubah Sena jadi bule campuran. Separuh metropolitan separuh jawa tengahan. Absurd sekali. Bikin Dika gemas lagi dan lagi.

"Ciee... medoknya makin fasih nih..." sengaja, Dika menyenggol-nyenggol bahu Sena. Iseng menggoda.

"Tunggu sebentar! Sedikit lagi permennya habis! Siap-siap aja!" Sena membuka bibir mungilnya selebar mungkin agar bisa melahap permen kapasnya lebih banyak. Makin cepat permen dihabiskan, makin cepat ia bisa memanfaatkan bilah bambu kecil di tangan buat mensate Dika. Biar saja dibilang kejam. Salah Dika sendiri pakai mengajak singa betina becanda.

Sadar dirinya dalam bahaya, Dika refleks ambil jarak. Di situasi sekarang, sangat nggak aman buat duduk berdekatan dengan Sena. "Oke, oke. Serius. Ndak guyon lagi." Karena tidak punya bendera putih untuk dikibarkan, laki-laki yang punggungnya sampai menyentuh besi pembatas ujung samping kanan bangku itu manfaatkan jari telunjuk dan tengah untuk membentuk huruf V tanda damai. "Kamu mau tahu apa tadi, Na?"

Sena yang masih kesal sama sekali tidak menanggapi, sengaja bertingkah seakan tidak ada orang yang duduk bersamanya dan terus fokus menikmati sisa permen kapas di sepanjang tusuk bambu. Padahal tadi Dika sendiri yang memaksa minta ditemani ke pasar malam sehabis acara Alda selesai, tapi sekarang, laki-laki itu malah bertingkah menyebalkan sehingga mode uring-uringan Sena pun kambuh keluar.

Dia itu...! Susah banget sih diajak ngomong normal tanpa bawa-bawa perasaan atau rayuan?! Dalam hati Sena mendumel. Rasanya ia jadi menyesal sendiri karena sudah terlalu gampang dibujuk Dika pakai iming-iming permen kapas. Seumpama tadi langsung minta diantar pulang, pasti nggak akan semengesalkan ini.

Bibir ala bebek masih bertahan di wajah Sena sampai tiba-tiba Dika membuatnya terperanjat dengan ulah asal tarik yang sampai membuat Sena hampir terjerembab kalau saja ia kurang sigap menguasai diri. Tusuk bambu pun lepas dari tangan Sena dan jatuh ke tanah. Nggak habis-habis gadis berbando itu ngomel soal sisa permen kapas favoritnya yang jadi terbuang sia-sia, plus teriak-teriak menuntut dilepas. Namun Dika tetap tidak mau disuruh berhenti, ia terus menggeret Sena hingga ke depan wahana biang lala. "Temani naik ini ya?"

Sena ternganga bersamaan dengan kakinya dan kaki Dika yang baru menjeda langkah. Sudah membuat orang kesal luar biasa dan dengan entengnya Dika malah minta ditemani naik biang lala? Benar-benar tidak tahu diri. "Alien gila!" Maki Sena sembari geleng-geleng kepala.

LovakartaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang