Lima hari berlalu. Terasa hanya sekejap mata untuk gadis bermasker di depan mesin kasir itu. Lima hari berjalan. Sekarang Sena punya kesibukan selepas pulang sekolah sampai pukul delapan malam. Yah, Sena bekerja di toko bunga yang tanpa sengaja ia temukan sore itu. Walaupun, awalnya memang tidak mudah untuk membujuk pemilik toko agar mau menerima karyawati berstatus seorang pelajar SMA yang jam kerjanya tidak bisa full seharian.
Persoalan uang yang memang sangat mendesak memaksa Sena si gadis manja untuk melupakan jati diri lamanya. Pengalaman pertama bekerja ini membuatnya mengeluh lelah setiap malam. Tapi sebab sekarang inginnya tidak akan bisa terpenuhi hanya dengan meminta, dan menadahkan tangan pada Gani hanya akan membuat dirinya dituntut untuk menjadi adik penuh pengertian, Sena betul-betul tidak punya pilihan selain bertahan.
Ngomong-ngomong soal Gani, Sena memanfaatkan kesibukan kakaknya--meninggalkan rumah pagi-pagi dan baru pulang sekitar jam sembilan malam—agar kerja sampingan yang ia jalani tidak ketahuan. Memang sengaja dirahasiakan karena kalau sampai Gani tahu, laki-laki itu pasti langsung menyuruh Sena berhenti bekerja.
“Terima kasih sudah mampir kesini, jangan lupa datang lagi ya...”
Seorang wanita—pembeli pertama yang Sena layani hari ini—menerima buket bunga sambil terus memperhatikan si gadis kasir. Masker yang melekat di wajah gadis itu membuat hanya matanya saja yang tampak melengkung. “Mbaknya lagi flu ya? Kok pakai masker terus pas kerja begitu?” tanyanya ingin tahu, khas ibu-ibu.
Sena meringis kecil, entah sudah berapa kali ia mendapat pertanyaan semacam ini sejak hari pertama mulai bekerja, yang jelas ia mulai bosan menjelaskan. “Saya alergi sama beberapa jenis bunga di toko ini, Bu...” nada jengah harus benar-benar ia ganti dengan keramahan yang pura-pura.
“Loh? Alergi bunga tapi kerjanya di toko bunga?”
“Mau gimana, Bu... rejekinya disini..."
Beruntung wanita tadi tidak meneruskan aksi cerewetnya. Sena akhirnya bisa mendudukkan diri ke kursi. Di saat toko sepi begini ia melepas salah satu kaitan masker dari telinga dan membebaskan hidung juga mulut dari pengap.
Bukan tanpa sebab Sena mau membuat diri sendiri repot karena masker. Tapi gadis itu sadar betul kalau sewaktu-waktu teman sekolah bisa menjadi salah satu pembeli, dan Sena jelas tidak ingin ada yang sampai memergokinya bekerja sebagai kasir di sebuah toko bunga. Kekhawatiran itu juga yang membuat Sena selalu mengurai rambut dan selalu membawa pakaian rumah untuk mengganti seragam sekolah saat sedang bekerja. Tanpa gaya rambut cepol khasnya, juga tanpa seragam yang menunjukkan identitasnya sebagai siswi SMA, perawakan Sena memang terlihat sangat berbeda.
Klinting... Klinting...
Bunyi gemerincing belbel terdengar saat seseorang mendorong pintu dari luar.
Melihat siapa yang datang, Sena berdiri lantas melempar senyum dan sapa ramah. Sikap yang ia tunjukkan pada Bu Ani—pemilik toko—sama sekali bukan pura-pura seperti saat ia sedang melayani para pembeli.Sena betulan menghormati wanita itu atas kebaikannya yang sudah mau menerima pegawai paruh waktu dan dengan kemauan sendiri tetap menjanjikan gaji utuh. Alasan bekerja untuk memenuhi kebutuhan sekolah sebab ia sudah tidak punya orang tua yang Sena katakan beberapa waktu lalu berhasil membuat Bu Ani kagum. Katanya, niat baik itu harus dihargai dengan pantas.
Sebetulnya Sena sedikit merasa bersalah tentang kebohogannya yang terkesan seperti memanfaatkan kebaikan seseorang untuk bisa mendapat keuntungan begitu. Tapi mau bagaimana? Di posisinya sekarang, Sena memang harus banyak mengesampingkan perasaan demi tuntutan kebutuhan.“Nana? Kok kasirnya sudah kamu yang jaga? Ini kan masih siang, memangnya tadi kamu nggak sekolah?” tanya Bu Ani saat sudah berdiri di hadapan Sena. Tidak usah heran tentang panggilan ‘Nana’ yang Bu Ani gunakan. Memang Sena sendiri yang sengaja mengenalkan diri memakai nama pendek ciptaan Dika tersebut supaya tidak ada orang yang sampai menyebut nama Sena di dalam toko. Masalah antisipasi, Sena memang memikirkannya sampai ke hal-hal yang begitu kecil sekalipun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Lovakarta
Fiksi Remaja[COMPLETED] Lovakarta #1 Julukannya Hujan istimewa. Soalnya, Hujan yang satu ini selalu di damba-damba. 999 dari 1000 hati menyatakan ketertarikan padanya. Seharusnya, cerita ini mudah. Hujan tinggal pilih saja salah satu dari 999 hati yang ada. Te...