Epilogue

1.5K 158 30
                                    

The last part of the Second Book of Achazia's Love and Life. I dedicate for all the readers that allways support me.

Here it is.

.

Negatif.

Achazia menghela nafas berat, entah keberapa kalinya hanya garis satu yang ia dapati saat mencoba tes urin dengan alat bantu kedokteran bernama test pack. Mungkin terlampau banyak dosa yang ia miliki sehingga mengharapkan sebuah keajaiban dengan seorang anak adalah hal yang hampir mustahil.

"Hey."

Suara berat itu terdengar dari luar kamar mandi. Wajah tampan yang terlihat lebih segar sehabis mandi itu seakan berkata 'semua-akan-baik-baik-saja'. Walau tubuh yang hanya terbalut celana bahan berwarna biru navy itu, dia tetap memancarkan pesona percaya dirinya.

Dan rasanya Achazia sudah kehilangan pesona tersebut saat ia terus mendapati garis merah satu di tangannya belakangan ini.

"Aku akan mandi." ujar Achazia lemah dan menutup pintu tanpa ingin berlama-lama menatap wajah suaminya itu.

Akan tetapi, Gabriel telah lelah memberikan waktu bagi Achazia untuk bertenang diri yang nyatanya istrinya itu terlihat makin depresi. "Sudah cukup. Sekarang, keluarkan semua alat iblis itu dari lemari mu sebelum aku yang membakarnya semua."

Wajah Achazia terangkat dengan raut kesedihan yang terpampang jelas. "Tapi kan --"

"Sekarang." tekan Gabriel. "Dan aku bersumpah kalau kamu masih keukeh membeli alat pembuat mu depresi itu, aku akan mengurungmu dalam rumah tanpa kartu atau cash sepeserpun."

Achazia hanya tertunduk dalam diam.

"Dimana sayang?"

Tanpa menjawab, Achazia hanya menunjuk sebuah nakas bawah lemari miliknya. Kotak kecil yang penuh dengan derita

Gabriel kemudian bergegas mendekati laci paling bawah dari lemari milik istrinya itu dan mengeluarkan 3 test pack tersisa dan langsung akan membawanya keluar serta mungkin membakarnya.

"Gab." suara Achazia akhirnya keluar dan benar-benar dalam kondisi tidak baik.

Gabriel berbalik, tidak perlu kekuatan pembaca fikiran untuk mengetahui apa yang ada di kepala kecil milik istrinya itu. "Aku sangat ingin, percayalah. Akan tetapi, kalau permasalahan bayi dapat membuatmu hampir gila seperti ini, aku lebih baik tidak memilikinya sama sekali. Aku menikahimu untuk menjadi pendampingku bukan hanya produksi anak."

Achazia terdiam, akhirnya Gabriel mengeluarkan isi hatinya yang selama ini ia pendam karena tidak ingin membuat istrinya makin gundah.

"Lagipula, banyak anak yang di telantarkan oleh orang tua mereka, kita bisa mengadopsinya atau bayi tabung? Semua bisa dilakukan, tidak perlu sampai kamu segila ini. Gosh! Kita bahkan belum satu tahun dan kamu seperti ini?!"

Tidak lagi ingin berdiam diri walaupun bibir Achazia berkerucut kedepan. "Biasanya sebelum satu tahun kan sudah dapat."

Gabriel memutar mata. "Yang benar itu, biasanya satu tahun baru tidak lagi pakai pil." Ia pun berbalik dan keluar dari pintu untuk membuang benda-benda mengerikan itu.

"Tunggu!!" teriakan istrinya membuat Gabriel lagi-lagi berhenti dan menghela nafas. Sebelum dapat ia mengutarakan isi kemarahannya, Achazia terlebih dahulu memotongnya. "Kamu akan membuang itu dengan tidak berpakaian? Apa kamu sedang mencoba membuat tetangga lain pingsan lagi?"

Dengan cepat, saat ia menyadari kondisi pakaian miliknya, ia menyambar salah satu jubah miliknya yang tersampir di dekat lemari dan memakainya dengan cepat serta pergi dengan cepat juga. "Mandi cepat." perintahnya sebelum menghilang di balik pintu.

My Own FateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang