Mendung

109 4 0
                                    

"Mendung hanya lewat,
mendung tak berarti hujan"


Angin bertiup perlahan, menerbangkan dedaunan kering yang nampak kecoklatan di halaman taman sekolah.
Suara gemerisiknya menambah ciri khas suasana siang yang teduh tanpa sengatan sinar matahari yang biasanya memanggang kulit.
Siang ini memang berbeda dari hari yang lalu. Awan mendung terlihat menggantung dengan manjanya, menutupi sinar sang raja siang.
Aku masih menatap malas white board di hadapanku.
Beberapa rumus fisika terpampang jelas di depan sana.
Dengan malas, ku catat semua itu ke buku catatanku.

Yeeeaaahh... Walaupun khayalanku sudah sampai ke hamparan kasurku di rumah, tetap saja aku masih harus melewati 30 menit lagi untuk mendengar bel berdering tanda akhir dari jam pelajaran hari ini.
Ku lirik guru fisikaku di mejanya, nampaknya dia sedang sibuk membolak - balik buku paket yang tebalnya hampir 5 cm itu.
"Lei, tugas lagi tuh" ku senggol pelan lengan Leila, teman sebangku ku.
"Biasaaaa" jawabnya sambil tersenyum kecut.
Aku pun hanya memanyunkan bibirku, tak aneh kalau guru yang satu ini sibuk mencari tugas untuk di kerjakan di rumah.

Kriiiiiing... Kriiiing...Kriiiiing...
Bel berdering 3 kali.
Usai sudah Selasa yang penuh dengan tugas ini.
"Ok anak - anak, sudah waktunya pulang, jangan lupa tugasnya halaman 98 bagian D, kumpulkan di pertemuan selanjutnya. Terimakasih" cerocos Bu Rani sambil meninggalkan kelas.
"Iya buuuu..." jawab kami kompak sambil membereskan buku - buku pelajaran, bersiap untuk meninggalkan kelas.

Aku melangkahkan kakiku perlahan meninggalkan kelasku, sambil sesekali melirik ke bangku belakang.
Aku meneruskan langkahku, karena yang ku perhatikan nampaknya masih sibuk dengan buku - bukunya.
Malas rasanya untuk mengeluarkan suara, menyapanya. Pagi tadi, aku tak sengaja melihatnya bergurau dengan Anya di kantin. Jadi, ceritanya aku sedang dalam masa ngambek.
Hahaaa..
Aku pun segera meninggalkan kelas dan menuju gerbang depan.
Hari ini aku memang pulang sendirian, karena temanku yang lain ada kegiatan ekstrakulikuler hari ini.
Berbeda dengan aku, setiap ada kegiatan ekskul aku pasti kabur dan tidak hadir, yaaaa begitulah aku, Fenita.
Gadis setengah malas yang cenderung masa bodoh dengan kegiatan - kegiatan sekolah.
Ku percepat langkahku, karena tetesan hujan mulai turun menyiram bumi.
"Heii.. Nanti jam 2 aku ke rumah kamu" suara khas yang sedikit ngebass menghentikan langkahku.
Aku tidak menoleh, aku tau itu adalah Asya. Lelaki yang sudah beberapa bulan ini menyita semua perhatianku.
Dan dia selalu berhasil membuatku merasa takut kehilangannya.
"Iyaaahh" jawabku singkat dan meneruskan langkahku.
"Kamu kenapa? kok dingin gitu?" tanyanya tanpa rasa bersalah.
"Ga papa. Emang kamu ga ada janji sama Anya?" jawabku kesal setengah mati.
"Wait wait wait. Kenapa bawa - bawa Anya?" suaranya sedikit meninggi menjawab pertanyaanku.
"Ah.. Udahlah. Kamu ga usah ke rumahku. Males" aku tak menjawab rasa herannya. Malah ku tinggalkan dia di depan gerbang sekolah dan aku naik ke angkutan umum yang akan membawaku pulang ke rumah seperti biasanya.

Di rumah, aku hanya melakukan rutinitasku seperti biasanya. Dan aku yakin Asya ga akan dateng.
Dia memang tak pernah merasa bersalah kalau kalau pacarnya ini cemburu gara gara ulahnya yang selalu dekat dengan cewek cewek kece se SMA Lentera, sekolah tempatku menghabiskan hari hariku 3 tahun kedepan.
Ku putar beberapa lagu di playlist handphoneku, aku tidur - tiduran malas sambil membuka beberapa akun sosmedku.
Aarrrggghh.. Ga ada yang menarik. Sampai - sampai sebuah pesan masuk ke handphoneku.

From: Asya
Aku di depan

What??? jadi beneran dia kesini? aku langsung lompat dari tempat tiduku. Ku lihat wajahku di cermin.
BE - RAN - TAK - AN !!!
Itulah kata yang tepat menggambarkan ekspresiku saat ini.
Langsung ku sambar sisir di ujung meja dekat pintu kamarku, ku sisir secepat mungkin, dan ku oleskan asal bedak tabur ke wajahku.
Walaupun aku sedang badmood, aku tetap ga mau keliatan kucel and kumel di hadapan Asya.
Kan engga banget, malu. Apalagi kalo sampe Asya suka sama cewek lain. Cuma gara gara aku kusem

Oh My to the God..
Oh My God.
Setelah merasa cukup rapih aku pun berlari keluar rumah dan menghampirinya.
"Ngapain?" tanyaku setelah berdiri di samping motor Asya, motor biru dan abu abu milik ayahnya.
"Kamu nih kenpa sih? aku kesini bukan mau marah - marahan." tanyanya masih seolah ga punya salah.
"Tadi pagi di kantin sama Anya itu maksudnya apa?" aku langsung aja to the point, karena sampe aku berjenggot pun Asya ga akan ngerti sama 'kode' cewek.
"Emang apa sih? perasaan aku biasa aja. Ga ngapa - ngapain. Cuma makan sampingan, dan itu pun karena ga ada tempat yang kosong lagi. Terpaksa lah dia duduk di samping aku" jelasnya sambil berjalan menuju kursi di teras rumahku.
"Oh ya? masa? ya kalo emang gitu, gak harus kan rebutan kerupuk juga?" jawabku sebal sambil mengikuti langkahnya, aku pun duduk di sampingnya.
"Ya Tuhan. Kamu cemburu gara gara kerupuk? gara gara itu? come on Fen, jangan childish lah. Aku sama dia temen. Gak lebih" dia menjawab dengan gaya khas nya. Dan itu yang bikin aku 'suka' setengah mati sama dia. Dingin. Cuek. Dan mau menang sendiri.
"Kamu ga tau sih rasanya jadi aku" aku pun menjawab dengan apa adanya. Aku cemburu, ga suka, lebih tepatnya takut. Takut Asya kecantol sama Anya, secara Anya itu cantik, sexy, gaul, yaahh walaupun dia ga lebih pinter dari aku.
"Ok.. Ok.. Aku minta maaf kalo gitu. Aku janji ga akan ulangin lagi. Yok ah jalan.." jawabnya enteng dan bangkit dari dudukya.
"Emangnya kamu ngajak aku jalan tadi? perasaan engga. Aku pngen di rumah aja. Banyak tugas kan kita? Biologi belum, fisika, bahasa Indonesia juga" jawabku sambil mengingat ingat banyaknya tugas yang harus di kumpulkan besok.
"Oh Tuhaaaann. Ok, kita kerjain tugasnya barengan. Tapi sekarang kamu ikut aku dlu, ambil buku aku di rumah, eh engga engga. Kamu bawa buku kamu dan kita kerjain tugas di rumah aku, gimana?" wajahnya begitu dekat dengan wajahku sekarang. Kira kira 10 cm jaraknya.
Aku menarik mundur wajahku.
"Aku ambil buku dulu". Aku menyetujui tawarannya.

5 menit kemudian aku dan Asya sudah meluncur menuju rumah Asya. Ku pegeng pinggiran kaos merahnya, aku bonceng di belakangnya. Suasana masih mendung, sangat bersahabat.
Tiba tiba tanganku di raih olehnya, di pindahkan sampai kedua telapak tangan ku bersentuhan satu sama lain.
Ya Tuhan. Aku memeluk Asya. Ada perasaan aneh di dadaku, yang membuat aku rasanya kehilangan oksigen.
Jarinya yang hangat mengelus lembut punggung tanganku.
Memaksa bibirku membentuk lengkungan.
Seperti inikah bahagianya jatuh cinta?
Aku bergumam dalam hati.
Yang pasti aku sangat bahagia bersama Asya.

"Orang rumah pada kemana?" tanyaku saat ku dapati rumah Asya sangat sepi.
"Ayah Ibu ke rumah Bude, sama adik juga." jawabnya sambil memarkir motor di garasi.
Aku tak menjawab, hanya bibirku membentuk huruf O.
Aku masuk dan duduk di ruang tv. Aku sudah terbiasa ke rumah Asya, sebelum kami pacaran, kami sahabat, dan sekarang jadi cinta.
Hahaaa..
Kami pun menyelesaikan tugas bersama sama. Aku sangat 'suka' Asya, dia tidak begitu tampan, tapi dia menarik. Dan juga pintar.
Semester ini aku dan Asya bertaruh memperebutkan posisi nomor satu di kelas. Siapa yang kalah wajib ngasih ice cream ke yang menang.
"Yuhuuu.. Akhirnya selesai" Asya melemparkan pulpen hitam di tangannya ke atas meja setelah membubuhkan titik terakhir pada puisi yang di buatnya untuk tugas Bahasa Indonesia.
Aku pun menutup buku dan tersenyum ke arah Asya.
Aku menoleh keluar jendela, tampak jelas awan kelabu semakin pekat menyelimuti jagat raya.
Aku pun bangkit dari dudukku dan melangkah menuju pintu.
"Balik yu.. Mendung nih.." ujarku sambil menatap awan yang semakin menebal.
"Mendung hanya lewat. Mendung tak berarti hujan." Asya berbisik lembut di samping telingaku.
Akupun menoleh ke arahnya.
"Aku sayang kamu, Fen" lanjut Asya sambil menatap mataku.
Aku pun tersenyum dan menunduk malu, dapat ku rasakan wajahku memanas dan pasti warnanya sudah seperti kepiting rebus.
"Jiiiaaahhh.. Gitu aja langsung baper, hahahaaaa.." Asya tertawa kencang dan mengacak rambutku.
Aku pun mendongak dan mencibirkan bibirku. Mendadak aku tak bisa berkata - kata. Yang pasti sekarang rasanya aku sangat kesal dan ingin segera pulang. Aku pun langsung mengemasi buku - bukuku di meja ruang tamu, ku tinggalkan saja Asya yg masih terpingkal - pingkal di bangku teras rumahnya.
Langsung saja aku duduk di atas motor Asya dan memaksanya untuk segera mengantarkan aku pulang.
Tak sampai 15 menit aku sudah sampai di rumah, walaupun sepanjang jalan aku dan Asya hanya saling bungkam.
Jadilah acara ngambek ku berlanjut lagi.

Ketika Cinta Berkata LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang