Bukan Yang Ku Mau

21 1 0
                                    

Asya menyeka air di sudut mataku, dengan lembut dan penuh kasih.
Hatiku meleleh dibuatnya.
Ku dekap sekali lagi tubuhnya erat - erat.
Di satu sisi aku berfikir bahwa ini tidaklah pantas aku lakukan.
Dengan statusku yang sudah menjadi tunangan Mike, apakah hal yang ku lakukan ini benar?
Tentu saja tidak.

Tapi, aku benar - benar tak mampu menahan diriku.
Tak bisa memendam rinduku untuk Asya lebih dalam.

"Fenita, maafin aku." Asya melepaskan pelukanku. Dan mengubah posisi duduknya, bergeser sedikit menjauh dariku.

Hatiku mencelos menerima penolakan Asya. Namun, aku mencoba untuk paham.
Tentu saja saat ini aku bukan kekasihnya.
Jadi apa yang Asya lakukan itu tidak salah.

Aku hanya mampu melempar sedikit senyum yang di paksakan untuk Asya.

"Asya. Banyak yang pengen aku bicarain sama kamu." aku menunduk lesu.

"Aku tau semua yang terjadi sama kamu Fen, aku minta maaf aku ga ada di samping kamu di saat - saat terburuk dalam hidup kamu. Aku minta maaf karena aku ga hadir saat pemakaman orang tua kamu. Maaf." Asya menatap lantai di bawah kakinya, kedua telapak tangannya saling menggamit dengan sikunya yang bertopang di atas kedua pahanya.

Ku hela nafasku dalam. Menahannya beberapa detik dan menghembuskannya dengan setumpuk rasa lelah.

"Itu ga masalah Sya, di saat itupun aku ga ada. Aku bahkan ga tau semua kejadian itu. Yang aku tau cuma kabar bahwa mereka di rumah sakit, setelah itu. Aku ga tau apa - apa, dan yang di suguhkan untuk aku, cuma dua pusara dengan nama papah mamah di atasnya." aku mulai menangis lagi, mengingat semua kenyataan pahit yang harus ku terima dengan ikhlas itu.

Wajah Asya sedikit kebingungan. Mungkin dia tak paham dengan arah pembicaraanku.

"Maksudnya? Aku ga ngerti Fen." dugaanku tak salah lagi Asya memang tak tahu apa yang terjadi pada diriku.

"Aku kecelakaan hari itu, aku di rumah sakit berbulan - bulan. Dan aku sekarang..." kalimatku menggantung.

"Kenapa?" Asya menilik wajahku dan menggoyangkan sedikit pundakku.

"Aku kehilangan ingatan aku selama 3 tahun, kehidupan aku yang tanpa kamu itu ga aku inget. Dan aku juga ga inget sama sekali apa yang bikin kamu ninggalin aku. Sedangkan yang aku liat hari ini, kamu masih Asya yang dulu, Asya yang sayang sama aku. Kamu bisa kan kasih tau aku apa yang bikin kita pisah?." aku sedikit terbawa emosi, ku pukul dada bidang Asya di hadapanku.

Asya ternganga. Kebingungan tampak jelas di wajahnya, dia memutar pandangannya, seolah mencari pertolongan dari pertanyaan yang baru saja ku lontarkan untuknya.

"Aku.. Aku.. Mmm.. Kamu ga lagi bercanda kan Fen?" Asya meragukan ucapanku.

"Aku ga bercanda Sya. Aku ga akan memaksa kamu untuk jadi Asya yang tiga tahun lalu. Aku ga akan meminta kamu untuk jadi bagian dari kehidupanku sama seperti saat kita SMA dulu. Aku cuma mau tau, apa yang bikin aku kehilangan kamu." aku mulai kesal dengan keadaanku yang seperti ini.
Memalukan, menyedihkan. Aku, masih saja berharap bahwa Asya tak pernah memutuskan hububgannya denganku.

"Kamu inget Anya?" Asya menyebut nama wanita paling memuakan dalam ingatanku.

"Kenapa? Dia?" dua kata yang keluar dari mulutku mengandung seribu makna ambigu bagi Asya.

"Dia, hamil." suara Asya lirih.

Aku menutup mulutku dengan kedua tanganku, dalam otakku sudah terdapat banyak cabang. Dan yang aku simpulkan adalah, Asya menghamili Anya.

"Jangan salah paham Fen." Asya mampu membaca perubahan air mukaku.

"Dia maksa aku untuk nikah sama dia. Tapi, demi Tuhan. Aku bukan ayah biologis dari anak itu." Asya mengangkat tangannya keudara.

Ketika Cinta Berkata LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang