Tawaranmu & Penolakanku

42 3 0
                                    

"Semua akan baik baik aja tanpa ada perubahan. Aku lebih nyaman dengan cara kita hari ini."

"Seperti apa?" aku menantikan kelanjutan kalimat Bima.
"Kalo menurut kamu?" Bima malah balik bertanya padaku.
"Jiiiaaahhh,, kenapa balik nanya. Kamu dulu lah yang jawab." Aku membantah pertanyaannya.
"Mmmmm... Kalo aku.. Sakit itu.. Aku ga mau bahas lah" Bima tetap tak mengemukakan pendapatnya.
"Ahh,, ga asik ah" aku cemberut dan aku memalingkan wajahku ke kiri.
"Hahahaa... Biarin aja ga asik juga, yang penting menurut aku asik" Bima membaringkan tubuhnya ke atas rerumputan hijau di bawah kami.
Aku diam diam tersenyum sendiri sambil memperhatikan cahaya kunang kunang di dekat pepohonan.

"Sini" Bima merentangkan tangan kirinya. Tangan kanannya menjadi bantal bagi kepalanya.
Aku menoleh.
Ku beranikan diriku untuk ikut berbaring di sampingnya.
Kepalaku menyentuh lengan Bima yang kekar.
"Langitnya bagus banget ya Bim" aku masih mengagumi ribuan bintang di pandangan mataku.
"Iya, cantik.. Kaya kamu Fen" Bima menyahut.
"Masa kaya aku.. Nih ya kalo langit itu banyak bintangnya ya cantik. Nah kalo mukaku banyak bintangnya juga ya jelek lah, banyak jerawatnya" Aku sedikit protes.
"Bukan gitu maksud aku, kalo di wajah kamu bintangnya cukup dua aja." Pandangan Bima masih menerawang ke angkasa.
"Mana?" aku duduk dan menghadapkan wajahku ke arah Bima.
"Ini.." Bima menyentuh mataku perlahan.
Aku diam mematung. Ada kejujuran yang sangat jelas dalam suaranya.
Aku kembali mendongak ke langit.

Tiba tiba sebuah bintang jatuh, melesat dengan cepatnya.
"Bima.. Itu bintang jatuh. Make a wish cepatan, ayoo.." Aku sangat kegirangan. Tanganku mengguncang guncangkan paha Bima.
"Kamu duluan" Bima duduk dan melipat kakinya.
"Semoga aku bisa di terima di Perguruan Tinggi idaman aku, dan semoga aku ga pernah kehilangan Bima" entah bagaimana kalimat itu meluncur dengan bebasnya.
Bima tersenyum menatapku.
"Permintaan aku... Ya bintang, semoga tekabul.." Bima mulai melawak lagi.
"Ga usah ada ya bintangnya lah.." aku memukul pelan dada bidang Bima.
"Semoga Fenita mau jadi pacar aku" Bima tak menanggapi kalimatku, malah dia mengucapkan kalimat itu.

Aku diam saja, aku menunduk.
Aku tak tahu harus menjawab apa.
"Fen, kamu sakit?" Bima mulai khawatir, tiba tiba aku diam seribu bahasa. Dia menyentuh lembut bahuku.
"Eehh.. Engga engga. Aku ga sakit ko" aku gugup menjawab pertanyaan Bima.
"Pulang yu, udah malem." Bima bangkit berdiri dan mengulurkan tangan kanannya padaku.
Aku menyambut tangannya dan berdiri.

Kami jalan menuju area parkir dengan tetap bergandengan.
Tapi, tak satu katapun keluar dari mulut kami.

Sepanjang perjalanan aku berpegangan erat pada jaket Bima.
Berada di atas dua roda pada malam hari terasa sangat menyenangkan.
Bima menarik tangan kiriku dan mengenggamnya.

"Fen, kamu mau ga jadi pacar aku?" kalimat Bima membuatku sangat kaget.
Aku hampir tersedak lidahku sendiri.
Tak ku sangka Bima seserius ini.

"Semua akan baik baik aja tanpa ada perubahan. Aku lebih nyaman dengan cara kita hari ini." aku menjawab tepat di samping telinganya.
"Aku mau tetep jadi sahabat kamu, aku ga mau kamu pergi karena pertengkaran yang ada setelah perubahan status kita" lanjutku.
"Inilah rasa 'sakit' itu Fen. Rasa yang hadir setelah kebahagiaan." Bima terdengar sangat parau.

Mungkinkah aku menyakitinya?
Melukainya?
Maaf. Tapi aku masih sangat takut. Jika suatu saat nanti Bima pergi karena status kita yang berubah.
Maaf, Bima..

-----------------------------------------------------

Uuuunnncchh...
Kasian ya Bima, di tolak sama Fenita..

Tapiii... Ya gimana lagi..
Rupanya si Fenita ini masih takut untuk memulai lagi cerita cintanya..

Setelah penolakan ini..
Gimana ya hubungan mereka.

Yang penasaran, kasih suara ya..

Ketika Cinta Berkata LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang