Suara Yang Sama

29 2 0
                                    

"Aku merindukan kamu lebih dari porsi rindumu untukku. Maafkan aku yang tak mampu menjaga dan melindungimu. Jika saja kau buka kembali pintu itu untukku. Akan ku pastikan bahwa aku tak akan pernah lagi meninggalkanmu"

Aku masih bermain dengan kebingunganku.
Deretan angka di secarik ketas itu memaksa ku menjadi kaku tanpa gerakan.

Akankah aku berdosa jika aku kembali menghubungi Asya?
Sedangkan saat ini statusku adalah tunangan Mike.
Namun, luapan rinduku pada Asya tak mampu terus menerus ku pendam.

Ingin sekali rasanya aku mendengar suara Asya menggema di telingaku.
Ingin sekali rasanya kembali hanyut dalam pelukannya.
Dan ingin sekali rasanya tertawa lepas bersamanya seperti semua kenangan yang ada dalam ingatanku.

Kedua pipiku masih basah dengan linangan air mata.
Ku rebahkan tubuhku ke atas ranjang.
Namun, pandanganku masih lekat pada kertas bertuliskan nomor ponsel Asya itu.
Ku pertimbangkan matang - matang keinginanku untuk menghubungi Asya lagi.

Ku himpun semua keberanianku.
Ku hela nafasku sedalam mungkin, dan ku hembuskan perlahan.
Ku seka air di sudut mataku dengan ibu jari tangan kiriku.
Sedangkan jemari tangan kananku mulai menari di atas ponselku.
Menelpon Asya, sesuai dengan nomor yang tercatat di secarik kertas itu.

Sebuah lagu yang sangat familiar di telingaku menjadi ring backtone Asya.
Perasaanku semakin tak karuan di buatnya.
Ini adalah lagu favorite kami. Lagu dengan sejuta kenangan yang biasa kami nyanyikan bersama sepanjang hari di masa masa SMA.

Sambungan telepon terputus tanpa ada jawaban dari Asya.
Tanganku lemas dan lunglai tegeletak di atas kasur.
Ku pejamkan mataku, aku mulai berfikir.
Mungkin Asya tak lagi peduli padaku.
Dan lagi pula, aku menelponnya dengan nomor baru yang tentunya tak terdaftar di deretan kontaknya.
Kira - kira kehidupan macam apa yang sedang dijalani oleh Asya?
Indahkah hari - harinya tanpa aku?

Ya tentu saja. Pasti hidupnya menyenangkan.
Karena di dalam hati Asya tak ada lagi cinta untuk aku.
Tak mungkin ada kenangan yg selalu di ingatnya sampai hari ini.
Tiga tahun berlalu, dan aku rasa itu waktu yang cukup untuk memudarkan perasaan.

Tidak seperti aku yang terjebak nostalgia bersamanya gara - gara kecelakaan hari itu.
Mungkin sudah jutaan kali aku merutuki nasib malang yang menimpaku ini.

Mengapa terlalu sulit bagiku menerima kenyataan bahwa aku dan Asya itu hanya masa lalu.
Dan mengapa susahnya setengah mati untuk menyadari bahwa saat ini aku adalah tunangan Mike.
Mike. Mike. Mike.

Lelaki super baik yang tak pernah mengecewakan aku.
Terus, mengapa aku masih mengharapkan Asya yang sudah menghilang dari cerita cintaku semenjak 3 tahun lalu.
Aku hanya ingin tahu, apa yang membuatku putus dengan Asya.
Sedangkan semua catatan di diariku menunjukan semua yg baik - baik saja antara aku dan Asya.

•••••••

Aku terhentak kaget saat ponselku berdering dengan nyaring di samping telingaku.
Rupanya aku ketiduran.
Aku meraba - raba ke sampingku, mencari benda kecil yang sedang mengeluarkan suara super berisik itu.

Ku lihat sederetan nomor tanpa nama di layar ponselku.
Aku sedikit ragu untuk mengangkatnya.
Namun, aku kembali teringat Asya. Bisa jadi ini adalah nomor Asya.
Dia meneleponku kembali saat melihat panggilan tak terjawab dari nomorku.

Aku segera duduk setegak mungkin dan menjawab panggilan masuk itu.

"Hallo.." suara lelaki yang sangat akrab di telingaku sukses menghentikan denyutan nadiku.

Aku ternganga dan merasakan kaku menyergap seluruh persendianku.
Lidahku kelu.
Ini Asya, benar - benar Asya.

"Hallo.. Hallo.. Hallo.." Asya terdengar seperti kebingungan dengan aku yang tak kunjung menjawab.

Ketika Cinta Berkata LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang