"Karena kamu ga pernah ngerasain jadi aku"
Sore ini aku masih sibuk dengan rutinitasku. Menyiram bunga - bunga favorit ibuku.
Warnanya yang beraneka ragam menambah semangatku untuk terus menyiramkan air keberbagai arah.
Angin yang semilir membuatku merasa sangat nyaman.
Setelah semua tanah basah, aku mematikan kran dan menggulung selang merah bening itu menjadi satu tumpukan dan meletakannya di sudut taman.
Aku pun duduk di atas ayunan kayu yang ku buat sendiri.
Ku rogoh saku celanaku, sekarang sebuah ponsel mungil berwarna putih tergenggam di tanganku.
Di layarnya dapat ku lihat sebuah pesan masuk dari Asya.
Aku tak berniat membacanya.
Semenjak aku pulang dari mengerjakan tugas di rumahnya, aku memang mendiamkannya.
Kira - kira sudah 5 hari.
Di sekolahpun aku selalu menghindarinya dan tak pernah menjawab semua pertanyaannya.
Semua pesannya pun tak ada yg ku balas. Teleponnya tak pernah ku jawab.
Mungkin dia bingung, tapi aku masih kesal setengah mati karena sikapnya yang mempermainkan perasaanku.•••••
Jam menunjukan pukul 06:30.
Sabtu pagi ini aku masih mematut diri di depan cermin.
Kukencangkan kuncir ekor kudaku.
Lalu ku rapihkan lengan kaos olahragaku, ku gulung sedikit ujungnya. Nampaklah sederetan gelang berwarna warni di lengan kiriku.
Itulah kegemaranku, memakai berbagai macam aksesoris walaupun di larang di sekolah. Namun, tak pernah ku hiraukan.
Setelah merasa siap, segera ku sambar ransel hijau muda di atas meja belajarku. Aku pun bergegas keluar kamar untuk berangkat ke sekolah.
Langkahku terhenti di pagar depan rumahku. Asya ada di sana. Di atas motornya, dia tersenyum semanis mungkin seperti anak kecil yang tak punya salah.
Aku ingin kembali masuk, tapi arloji di lengan kananku sudah menunjukan waktu yg tak bisa di kompromi lagi.
Tanpa kata kata aku pun naik di boncengan motor Asya.
"Naah.. Gitu dong, jangan marah terus. Aku bingung salah aku apa" Asya memulai pembicaraan.
"Ya udah kalo ga ngerasa salah sih" aku menimpali dengan suara sedingin mungkin.
"Harusnya di antara kita tuh jangan ada yang namanya kode kode gitu. Kamu kan tau aku ga paham sama yg kaya gituan" sahut Asya tak mau kalah.
"Aku ga suka cara kamu Asya. Kamu angkat aku sampe ke ujung tower, abis itu kamu jatuhin gitu aja. Sakit laaahh" jawabku setengah menggerutu.
"Bener kan dugaan aku. Pasti gara gara itu" jawab Asya santai.
"Ya kalo kamu ga pikun sih kamu pasti tau lah" aku membuang pandanganku ke samping kanan jalan.
"Aku janji lah ga gitu lagi, sorry ya Fen" Asya mengulurkan kelingking kirinya ke wajahku.
Aku sedikit kaget, namun detik berikutnya aku sudah mengaitkan kelingkingku juga di sana. Lewat spion aku dapat melihat Asya tersenyum, aku pun tersenyum.
Aku memang selalu luluh dengan cara Asya. Atau mungkin aku terlalu plin plan dan mudah di rayu.
Ah entahlah, yang penting aku bahagia menjalani hubungan dengan Asya.Materi hari ini adalah lari.
Hal yang sangat aku benci, melelahkan dan membuat nafas terasa sangat sulit.
Namun, bagaimanapun aku tetap harus mengelilingi lapangan di hadapanku sebanyak 15 kali putaran.
Dengan enggan aku melangkahkan kakiku dan bersiap di garis start.
Di sampingku ada Erisa, Diva, Gebi, dan Heni.
Jelas sekali aku yang paling lemah dan kecil di antara mereka.
Erisa dan Gebi tampak sangat siap, mereka adalah anak ekskul basket. Dan seisi sekolah sudah tahu bahwa mereka adalah cewek cewek betenaga.
Sedangkan Diva dan Heni, mereka ikut ekskul karate, mungkin latihan seperti ini sering meleka lakukan saat pemanasan.
Sedangkan aku, aarrgghh seperti siput yang akan lomba lari dengan kawanan rusa.
"Fen..." suara Asya di ujung kanan lapangan mengagetkan lamunanku. Aku pun menoleh ke arahnya.
"I Love U" teriak Asya lantang, spontan saja di sambut suara anak anak lain yang meledek kami berdua.
Namun suara peluit yang di tiup Pak Arman membuat semua anak diam dan akupun mulai memacu kakiku untuk berlari.
Setelah beberapa putaran aku merasa seluruh tubuhku lemas, pandanganku berkunang kunang, dan akhirnya gelap.
Aku tak ingat apa apa, sepertinya aku pinsan.Aku membuka mataku, tampaklah segala hal yg berwarna putih di pandanganku.
Aroma khas UKS menyengat penciumanku.
Tak salah lagi aku pinsan tadi.
Ku pijat perlahan kedua pelipisku, sambil memaksa badanku bangun dari matras bersprei putih itu.
Aku melangkah ke arah lapangan setelah berterimakasih pada petugas UKS.
Aku melangkahkan kaki ku perlahan menuju tempat di mana teman temanku berada. Namun semuanya tak ada disana, aarrgghh.. Mungkin mereka sudah kembali ke kelas. Aku pun memutar langkahku menuju kelas.
"Asya kemana sih, aku kaya gini bukannya khawatir dan nemenin. Malah ngilang gitu aja" aku bergumam sendiri sambil mencari cari Asya lewat sudut mataku.Sampai bel berdering tanda berakhirnya jam pelajaran, aku tak mendapati Asya dimana mana.
Rasanya kesal setengah mati.
Baru saja tadi pagi baikan, sekarang udah bikin emosi sampai di ubun ubun.
Aku bersiap pulang, ku pacu langkahku secepat mungkin melintasi lapangan basket saat ku lihat Asya ada di sebrang sana.
Jantungku berdegup tak karuan saat ku lihat Anya di samping Asya. Menyodorkan sebotol air mineral dan mengelap keringat di dahi Asya dengan sapu tangannya.
Ku tahan emosiku dan ku hampiri Asya.
"Hai Fen, udah siuman?" tanya Anya dengan suara sok imutnya saat aku sampai di samping Asya.
"Pulang yuk" aku tak menjawab Anya, malah menarik lengan Asya.
"Aduuuhh Fen, aku masih capek nih. Tadi abis tanding sama IPA 3" Asya menolak ku terang terangan di depan Anya.
Oh Tuhan.. Penolakan macam apa ini. Malu setengah mati rasanya.
Tanpa menjawab aku berlari sekuat mungkin meninggalkan Asya. Sakit sekali rasanya, air mata ku mengalir begitu saja. Dan aku memutuskan untuk menangis sepuasnya di pinggiran kolam ikan di belakang sekolah.
Sendirian. Aku menumpahkan kekesalan dan kesedihanku disana.
Ingin rasanya mengakhiri hubunganku dengan Asya, karena walaupun seisi sekolah tau aku pacarnya. Tetap saja cuma Anya yg jadi prioritasnya.
Aku menyeka air mata di sudut mataku saat ku dengar langkah kaki yg mendekat. Tanpa harus menoleh, aku tau itu Asya.
"Aku mau kita udahan. Jangan ganggu aku lagi Asya" aku berujar tanpa menoleh.
"Kenapa?" jawab Asya masih seperti orang yang tak punya salah.
"Karena kamu ga tau rasanya jadi aku" aku berdiri dan meninggalkan Asya yg masih terdiam di tempatnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Cinta Berkata Lain
RomancePerjalanan hidup setiap orang itu berbeda. Lengkap dengan derai tawa, ataupun derai air mata. Bagaimana sebuah hal bernama cinta mempermainkan setiap hati dengan sangat tega. Dan bagaimana juga hal bernama cinta itu menghadirkan kebahagiaan tanpa ba...