Tak Sesuai Harapan

45 3 0
                                    

"Adakah sedikit saja waktu yang pantas untukku. Apakah aku tak lebih berharga di banding semua yang kau punyai. Sekali saja lihat aku."

Mataku terasa sangat berat untuk terbuka. Aku masih ingin berlama lama di alam mimpi.
Namun, suara ketukan di pintu kamarku sangat mengganggu.

Dengan kesal ku singkirkan selimut tebalku dan ku buka pintu kamarku.

Pandanganku masih sedikit buram, tapi cukup jelas untuk melihat mamah dengan pakaian rapihnya berdiri di hadapanku sepagi ini.

Tas hitam di tangannya membuatku yakin bahwa mamah akan keluar dari rumah.
Ku kucek mataku, dan ku tatap jam di dinding, masih jam 4 pagi.
Aku sedikit bingung dengan situasi ini.

"Fen, besok sore mamah ada acara di Singapore. Jadi mamah sama papah harus berangkat sekarang. Kamu jaga diri baik baik ya, jangan lupa makan. Mba Sur akan ngurus segala keperluan kamu" setelah menyelesaikan kata katanya, mamah mengecup pelan keningku dan berlalu.

Di gamitnya lengan papah yang sedari tadi berdiri 3 meter di sisi kiri ku.

Ku banting pintu kamarku sekeras mungkin.
Aku benci segalanya, bukan hidup di dalam situasi seperti ini yang ku inginkan.

Bukan orang tua yang selalu sibuk dengan pekerjaan yang aku butuhkan.
Jika orang tuaku seperti Mba Sur dan Pak Momon, mungkin itu lebih menyenangkan.

Sampai aku sebesar ini, apa pernah mereka membagi waktunya untukku.
Sekedar menanyakan sekolah ku pun tidak.
Raportku pun tak pernah mereka jamah.

Aku mengubur diriku di balik selimutku.
Aku menangis sejadinya, aku sangat sedih.
Adakah sedikit saja waktu yang pantas untukku. Apakah aku tak lebih berharga di banding semua yang kau punyai. Sekali saja lihat aku.

Aku tak pernah lebih berharga dari uang yang mereka dapatkan.
Mereka tak pernah sadar bahwa aku tak bisa di bahagiakan dengan uang.
Aku butuh pelukan hangat dan kasih sayang dari orang tuaku.

Tapi, nyatanya demi pekerjaan mereka, mereka melupakan janji untuk menemaniku sepekan pertama di Jakarta.
Mana? Semuanya dusta.
Ku lemparkan semua benda di atas kasurku ke lantai.

Bahkan semua barang di atas meja riasku pun ku jatuhkan ke lantai. Aku hanya bisa melampiaskan semua ini kepada benda benda tak berdosa itu.

Setelah semua isi kamar yang ku rapihkan seharian kemarin berantakan, barulah kamarahanku sedikit berkurang.

Aku mandi dan memutuskan untuk mendatangi Mike.
Aku akan memaksanya untuk menemaniku berkeliling kota.

Mba Sur masih terbengong bengong menatap kamarku yang porak poranda.
Aku mengambil langkah besar meniggalkan kamarku.

"Non, mau kemana non? belum sarapan." Mba Sur menarik lenganku.

Langkahku terhenti, aku menoleh ke arahnya.
"Aku ga laper mba, maaf ya mba kamer aku berantakan" aku menyahut dengan nada datar, jelas sekali kemarahan masih bersarang di dalam hatiku.

Mba Sur tak berani berkata apa apa. Dia hanya menatap kepergianku sepagi ini.

Dengan langkah penuh semangat, ku hampiri rumah Mike.
Gerbangnya terbuka sedikit. Ku beranikan diri untuk masuk tanpa permisi.
Ku tekan bel di sisi kanan pintu.
Setelah cukup lama menunggu, pintu tak juga terbuka.

Ku coba untuk mendorong pintu itu. Terbuka. Tak di kunci.
Aku masuk sehati hati mungkin, seperti pencuri.
Ku edarkan pandanganku ke seluruh ruangan.
Sepi.
Suara musik yang sedikit keras dari lantai atas membuatku yakin bahwa Mike sudah bangun dan sedang beraktifitas di kamarnya.

Ketika Cinta Berkata LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang