"Menjauhlah sampai jarak itu lelah berada di antara kita"
Ku kencangkan ikat tali sepatuku.
Ketika bersekolah itu menjadi rutinitas yang tak dapat ku hindari, maka aku tak punya pilihan lain.
Bangun di pagi hari, mandi, berseragam lengkap, daaaaannn... Yaaahh, berangkat ke sekolah.
Walau pun disana ku rasa tak ada lagi motivasi untuk hadir setiap hari.Sudah sebulan lamanya Asya dan aku saling diam. Walau seingatku malam minggu itu, aku sudah memaafkannya.
Dan membiarkan dia menata foto kami di kamarku sesukanya.
Meskipun saat dia pulang ada sedikit kesalah pahaman diantara kita.
Sebuah SMS yang aku tak tau siapa pengirimnya, sukses membuat Asya marah dan mengira aku punya kekasih lain selain dia.
Ku baca sekali lagi SMS yang belum ku hapus itu..From : 08167530xxxx
Maaf sayang hari ini aku ga bisa ke rumah kamu. Kan kamu tau sendiri sekarang hujan. Aku janji deh, besok malem aku ke rumah kamu. Sekalian aku bawain bakso Pak Dana kesukaan kamu..
Ok??Iiissshhh... Aku mengangkat sebelah bibirku.
Kesal setengah mati rasanya, aku semakin penasaran siapa orangnya yang mengirim SMS kurang kerjaan seperti itu.
Herannya, si pengirim itu tau makanan kesukaan aku.
Aaahhh.. Entahlah. Aku sudah lelah menerka nerka. Dari pada aku menuduh orang tanpa bukti, lebih baik aku diamkan saja.Hari ini adalah hari pertama ujian kenaikan kelas.
Sederet soal kimia sudah terpampang dengan indahnya di atas mejaku.
Mendadak kepalaku mulai berdenyut.
Kimia adalah musuh terbesarku.
Untuk bidang satu ini, nilaiku selalu pas pasan..
Yaaahh,, paling tidak 2 poin di atas KKM.
Ku lirik Asya yang duduk 2 kursi di samping kananku.
Dia tampak fokus, tak menoleh sedikitpun dari soal soal yang memusingkan itu.
Bagaimanapun, aku mulai merindukan kebersamaan kami.
Biasanya Asya selalu mengajariku dengan telatennya mengenai mata pelajaran yang satu ini.
"Fenita" suara tegas Bu Andin mengejutkan ku. "Sudah selesai?" lanjutnya setengah menyindir.
"Belum Bu" aku menyahut lemah seraya membaca kembali pertanyaan di lembar soal.
"Kerjain yang bener, jangan ngelamun aja. Emangnya kamu pikir di pipi Asya ada jawabannya?" jantungku serasa berhenti berdetak saat kalimat itu meluncur dari bibir Bu Andin.
Aku tak menjawab, malu sekali rasanya. Ku lihat dari sudut mataku, jelas sekali ada senyum kemenangan di bibir Asya.
Dasar makhluk aneh! Umpatku dalam hati.•••••
"Seneng kamu?" tanyaku saat aku duduk di samping Asya.
"Kenapa?" Asya menutup buku Bahasa Inggris yang tadi di bacanya.
"Yaaa.. Denger kata katanya Bu Andin tadi" aku menyedot minuman dingin di genggamanku tanpa menoleh.
"Biasa aja. Ga ada yang aneh." sahut Asya datar.
"Oooohhh.." bibirku membentuk lingkaran mendengar jawaban super menyebalkan dari Asya.
Asya tidak menjawab lagi. Kami saling diam.
"Udah?" tanya Asya tiba tiba.
"Apanya?" aku balik bertanya.
"Kalo udah ga ada yang mau di omongin, mending jangan ganggu deh. Kamu ga liat apa aku lagi ngapain?" Asya mengacungkan buku di genggaman tangan kanannya, tepat ke depan mukaku.
"Aku mau jelasin tentang SMS itu, aku bener bener ga tau itu siapa. Dan yang pasti aku ga punya janji sama siapapun malem itu. Aku ga punya pacar lain selain kamu. Aku ga selingkuh kaya yg kamu bilang. Dan sekarang aku bener bener bosen diem dieman sama kamu. Aku harap kamu...." aku tak melanjutkan kalimatku saat pandangan mataku melihat punggung Asya yang bergerak menjauh dari aku.
Shiiitt.. aku ngomong panjang lebar, sampe berbusa. Terus, di tinggal begitu aja.
Fix.. Aku rasa lebih baik aku ga usah ngomong apa apa lagi sama Asya.
Toohh.. Hidup aku baik baik aja tanpa dia.Waktu berlalu begitu cepatnya.
Aku menatap raport di hadapanku.
Nilaiku tampak sempurna di bidang akademik.
Tapi sangat mengenaskan pada kolom Ekstrakulikuler, huruf C bertengger dengan sempurnanya di sana.
Aku duduk sendirian menghadap lapangan voli di depan ruang olah raga.
Betapa mengenaskannya aku ini.
Dasar pemalas! aku merutuk di dalam hati.
Aku putuskan untuk menelpon mamah.
Tapi, sayang nomor mamah tidak bisa dihubungi.
Aaarrrgghh.. Punya orang tua yang sibuk dengan bisnisnya itu sunguh menyebalkan.
Sebagus apapun hasil yang aku dapat di sekolah, tetap tak menarik di bandingkan sederetan angka di layar monitor.
Dengan kesal aku masukan raport bersampul abu abu itu ke dalam tas ku.
Ku putuskan untuk segera pulang. Tak ada gunanya berlama lama di sekolah.
Aku juga sudah memikirkan nya matang matang.
Alangkah baiknya aku pindah sekolah, ke kota di mana orang tuaku menghabiskan siang dan malam mereka.
Kalau dulu alasanku di sini adalah Asya.
Maka alasanku pindah pun masih sama, Asya.
Aku sungguh tak tahan dengan tingkahnya yang sok ganteng, dan tebar pesona itu.
Atau mungkin aku cemburu?
Oh No..!!
Ga boleh. Memalukan. Aku sekuat tenaga menolak asumsi seperti itu.Langkahku sedikit melambat saat melihat Asya bersandar di gerbang sekolah.
Cara berdirinya yang familiar di mataku sudah membuatku yakin bahwa itu adalah Asya.
Aku memalingkan wajahku ke arah yang berlainan dengan tempat Asya berdiri.
Dan melangkahkan kakiku secepat mungkin.
"Fen.. ini ice cream kamu. Selamat ya" Asya menyeimbangkan langkahnya di sampingku, dan menyerahkan sebungkus ice cream coklat kesukaanku.
"Thanks" aku merasa sangat senang menerimanya, dan dapat ku pastikan mataku berbinar saat ini. Mengingat Asya masih mengingat perjanjian kita.
"Besok ada di rumah ga?" tanya Asya.
"Hmmm.. Ada, kenapa?" aku berusaha menjawab setenang mungkin. Walau rasanya jantungku berdegup tak karuan seperti 6 bulan yang lalu, saat Asya bilang Love U untuk pertama kalinya.
"Nanti aku mampir ya, tungguin jam 10 pagi. Byee.." Asya berlari meninggalkanku yang belum sempat menjawab apa apa.
Aku mengangkat bahu dan menghembuskan nafas panjang, sambil menikmati ice cream coklat di tanganku.Pagi ini aku bercermin berkali kali.
Entah mengapa rasanya aku ingin terlihat cantik di mata Asya hari ini.
Ku rapihkan berkali kali rambut ku yang terurai di bahuku.
Jam masih menunjukan pukul 09:45.
Lama sekali rasanya menunggu waktu yang Asya janjikan.
Aku duduk di teras depan. Sambil memainkan beberapa game di ponselku.
Ku lirik jam di lengan kananku.. Ini sudah lebih 20 menit dari jam 10.
Aku mulai kesal.
Tak lama, sebuah Brio hitam berhenti di depan gerbang rumahku.
Suara klaksonnya membuatku memicingkan mata untuk memastikan bahwa orang di dalam mobil itu adalah tamuku.
"Asya?" aku terheran heran sambil membuka lebar lebar gerbang yang sangat berat itu.
Asya memarkirkan mobilnya dengan mulus, lalu dia membantuku menutup kembali gerbang.
"Sejak kapan kamu bisa bawa mobil sendiri?" aku langsung bertanya, karena setahuku selama ini Asya ga pernah kursus nyetir mobil.
"Udah lama" jawabnya enteng dan langsung masuk ke ruang tamu tanpa di persilahkan.
Aku hanya mengekor di belakangnya.
Asya duduk di kursi paling kanan, dia sedikit membungkuk sambil mengotak atik ponsel hitamnya.
Sweater kuning terangnya yang di padukan dengan celana panjang hitam tampak begitu kontras dengan kulitnya yang putih.
Seketika aku terhipnotis, hari ini Asya menjadi lebih tampan ribuan kali lipat.
Aku masih berdiri setengah melongo memperhatikan Asya dari ujung rambut sampai ujung kaki.
Oh Tuhan, lelaki ini pernah jadi pacarku.
Eh engga engga, sampai detik ini pun masih pacarku.
Aku tesenyum kecil menanggapi pemikiran konyol di otakku.
"Ngeliatin apa? sini duduk. Pengen ngobrol" Asya membuyarkan lamunanku.
Aku nyengir kaku menyadari tingkahku sangat memalukan.
Aku pun duduk di samping Asya.
Kami ngobrol dari A sampai Z. Seolah tak pernah ada yg salah dalam hubungan kita.
Sampai akhirnya...
"Lebih baik kita break dulu ya Fen" kata kata Asya sontak menghentikan tawaku.
"Kenapa?" aku penasaran.
"Aku mau pindah sekolah ke Bandung. Dan aku ga mau ngejalanin yang namanya LDR. Aku harap kamu ngerti Fen" Asya menatap dalam ke mataku.
Aku menelan ludah, menahan air mata yang menggantung di pelupuk mataku.
"Kita bisa chatingan, bisa video call" aku menjawab sangat pelan.
Asya menggenggam tanganku, rasanya baru berapa menit yang lalu aku ngerasa semuanya baik baik aja.
Baru beberapa menit yang lalu aku memutuskan untuk batal pindah sekolah.
Tapi sekarang. Asya yang memilih untuk berakhir.
Dan akhirnya benteng pertahananku ambruk. Air mataku jatuh begitu saja ke tangan Asya.
"Jangan nangis, ini cuma soal waktu dan jarak. Aku cuma setahun disana. Jadi nanti pas kita kelas 3 SMA, aku udh disini lagi" Asya menghapus air mataku.
"Kalo cuma setaun, ngapain harus break?" aku menimpali.
"Itu akan mengajari kamu caranya menunggu, aku harap saat aku kembali. Hati kamu masih untuk aku. Aku berangkat ya. Aku harus ke bandara 30 menit lagi." Asya bangkit dari duduknya, mengacak rambutku, dan untuk pertama kalinya Asya mencium kepalaku, menghirup dalam dalam aroma rambutku.
Dan dalam hitungan detik, Asya sudah membuka gerbang rumahku dan memarkirkan mobilnya.
Aku masih terisak isak menerima keputusan tak adil yang di buat Asya."Menjauhlah sampai jarak itu lelah berada di antara kita" aku bergumam di dalam hati.
Ku kunci pintu rumahku, aku berlari ke kamarku.
Disana berbagai macam pose aku dan Asya tepampang jelas.
Aku hanya tak percaya, Asya begitu lemah.
Pada jarak dan waktu saja dia kalah.
Ku rebahkan tubuhku di atas ranjang, ku peluk boneka pink berbulu tebal pemberian Asya itu erat erat.------------------------------------------------------
Buat kalian yang udh baca sampe ke part ini..
Thanks banget ya..Juga buat yang greget sama si tokoh Asya, terus baca part selanjutnya.
Disana akan ada jawaban atas rasa penasaran Fenita..Happy reading...
😍😍😳😍😍

KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Cinta Berkata Lain
RomancePerjalanan hidup setiap orang itu berbeda. Lengkap dengan derai tawa, ataupun derai air mata. Bagaimana sebuah hal bernama cinta mempermainkan setiap hati dengan sangat tega. Dan bagaimana juga hal bernama cinta itu menghadirkan kebahagiaan tanpa ba...