Kuncup Yang Mekar

42 3 0
                                    

Hari hariku berjalan seperti biasanya. Walaupun terkadang aku masih sering mengingat Asya.

Drrrttt...Drrrttt...Drrrttt...
Sebuah panggilan masuk.. Nomornya belum terdaftar di phonebook ku.
Aku menduga itu adalah Asya. Jadi ku biarakan saja.

Sebuah pesan masuk..

from: 08299066xxxx
Ini aku, Bima.

Aku membaca pesan itu.

Sesaat kemudian Bima menelponku lagi.

"Haii.. Fenita kan?" suara riang Bima terdengar di ujung sana.
"Haii.. Bim, tau dari mana nih nomer aku?" aku menyahuti sapaan riangnya.
"Ada deeehh.. Aku kan peramal, jadi bisa langsung tau, hahahaa.." masih dengan khasnya dia menjawab.
"Huuu... Pasti dari Leila ya?" aku menebak.
"Bukan" jawab Bima singkat.
"Niken?" aku menebak sekali lagi.
"Mmmmm...Kok tau?" Bima menyahut.
"Iya laaahhh.. Siapa dulu, aku.." aku tersenyum sendiri.
Diam..
Bima tak bicara apa apa.. Aku pun diam..
"Mmmm Fen, nanti malem ada acara ga?" Bima memulai pembicaraan lagi.
"Ga ada sih, kenapa?" aku pura pura ga tau kemana arah pembicaraan ini.
"Makan yu, ada nasi goreng yang enak lho di deket alun alun" ajak Bima.
"Boleh boleh.. Jam berapa?" aku menyetujuinya..
"Yeesss.." ku dengar suara pelan di ujung sana.
"Jam 7 aku jemput ya." lanjut Bima.
"Emangnya tau rumah aku?" aku heran.Seingatku, Bima tak pernah menanyakan alamatku.
"Tau dong" Bima terdengar semakin sumringah.
"Hmmm.. Pasti Niken lagi, ya udah deh..Bye.." aku menyudahi percakapan ini.
"Ok.. Bye.. Jangan lupa ya" Bima menyahut.

Ku save nomor Bima ke phonebook ku. Lalu..
Ku lemparkan handphone ku ke atas ranjang. Aku mulai sibuk mencari pakaianku di lemari.
Entah mengapa rasanya aku ingin tampil rapih dan cantik nanti malam.
Apa mungkin aku naksir Bima? ah gak mungkin.
Paling paling cuma salting.

from: Bima
dresscode: blue or green

Hahh???
Ada dresscode segala? Aku hampir tak percaya dengan cara Bima.
Sangat berbeda. Makan nasi goreng deket alun alun aja harus ada dresscode segala.

Aku pun mulai menyeleksi pakaianku.
Akhirnya ku putuskan untuk memakai t-shirt biru muda dengan motif hitam.

Pukul 18.45 aku sudah siap.
Ku ikat rambutku menjadi ekor kuda.
Hari ini aku kelihatan lebih sporty.
Celana panjang hitam dan sneakers putih yang aku pakai semakin menegaskan kesan santai.

Tin tin..
Suara klakson menyudahi acara bercerminku.
Aku segera keluar, Bima tampak keren di atas Ninja merahnya.
Jaket hitamnya tampak sangat cocok untuknya.
Aku tersenyum dan menghampirinya.

"Heeii.. Cantik nya.." goda Bima.
"Apaan sih.." aku tersipu malu.
"Hahhaa.. Eh bawa jacket, dingin tau. Kan naik motor" Bima melepas helm fullfacenya.
"Mmmm.. Ambil dlu ya.." aku berlari dan segera mengambil jacket hitamku.

Aku mengunci pintu dan menghampiri Bima sambil mengenakan jacketku.

"Naaahhh... Siip deh" Bima mengacungkan jempolnya. Aku hanya tersenyum.
Lalu Bima menyerahkan helm padaku.
"Nih helmnya, di pake ya, biar ga di tilang, hahahaa..." Bima memang memiliki selera humor yang tinggi.
"Ga papa di tilang, aku tinggal pulang aja naik taxi" aku meledeknya sambil memaki helm.
"Ah.. Jahat kamu Fen.. Ayo naik." Bima mulai bersiap untuk melaju.
"Ok ok.. Jangan ngebut ya" aku naik ke boncengannya.

Ternyata selera Bima sama denganku. Nasi goreng ini memang lezat menurutku.
Suasana malam di alun alun memang sangat menyenangkan.
Lampu berwarna warni menghiasi sudut sudut taman.
Aku melewati malam ini dengan penuh kegembiraan.

Setelah malam itu, aku dan Bima semakin intens berkomunikasi lewat telpon atau e-mail.
Aku merasa banyak kecocokan di antara aku dan Bima.
Dari makanan, sampai tempat tempat favorite di Denpasar ini.
Kami banyak bertukar cerita.
Termasuk cerita tentang Asya, tentang rasa kecewa yang membuatku sedikit trauma.

Tanpa aku sadari.
Bima telah mengisi ruang hatiku yang telah di tinggalkan Asya.
Hari hari berlalu, aku dan Bima semakin dekat.
Jika tak ada kelas, sepulang kuliah Bima selalu menjemputku.
Usia ku dan Bima terpaut 3 tahun.
Sekarang Bima mengambil jurusan hukum, dia masih pada semester 4.
Dan aku baru saja menginjak kelas 3 SMA.

Keseharianku berjalan begitu menyenangkan.
Bima telah mengubah kesedihanku sebelumnya menjadi rasa bahagia tersendiri.
Caranya unik.
Ya Tuhan.. Aku merasa seperti jatuh di tumpukan kelopak mawar.
Aku merasa seperti kuncup kuncup baru bermekaran di dasar hatiku.
Spertinya aku mulai mencintai Bima.
Tapi ku tolak sekuat mungkin kenyataan itu.

Aku tak mau jika suatu saat Bima pergi juga meninggalkan aku.
Aku belum siap kehilangan tawa dan senyumku.
Jadi ku putuskan, akan ku biarkan kuncup ini mekar, ku rawat sendiri.
Agar tak satupun memetiknya.

Ketika Cinta Berkata LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang