Untuk Hujan dan Ceritanya

61 4 0
                                    

"Hati bukan tempat untuk bermain, cinta bukan sebuah tameng dari kepalsuan. Aku juga bukan layang layang yang kau mainkan sesuka hatimu"

Ku banting dengan kesal ransel hijau muda ku ke atas ranjang.
Ku sambar sederetan bingkai foto yang terpampang di atas meja belajarku.
Benci setengah mati melihat wajah Asya disana. Senyum sok polosnya menambah kemuakan ku.
Aku berlari keluar mengambil kardus bekas di sudut dapur.
Ku masukan semua gambar warna warni berbagai ukuran itu ke dalam kardus, tak ketinggalan semua foto yang ku tempel di dinding kamarku pun ikut ku masukan.
Gelang gelang yang ku pakai, semuanya pemberian Asya. Ku buang juga ke dalam kardus coklat itu.
Air mataku sudah bertebaran entah kemana.
Aku sedih, aku kecewa.
Semua janji dan kata kata yang pernah Asya ucapkan itu semuanya omong kosong.
Jika memang hanya ada makhluk genit dan menyebalkan bernama Anya di otaknya, mengapa dulu Asya terus menerus mengejarku?
Dasar playboy!!!
Cuma satu kata itu yang cocok untuk seorang Asya.

Ku ambil ponselku dari dalam tas.
Ku ketik sebuah pesan untuk Asya.
Sambil duduk di pinggir ranjangku, ku seka mata dan hidungku yang sedikit berair.
Dengan lincahnya jari jariku mulai menari di atas layar ponselku.

To : Asya
Asya, aku menyesal dulu pernah percaya begitu aja sama kamu.
Sama janji janji kosong kamu.
Dan aku merasa begitu bodoh, sampai sampai aku ngizinin kamu masuk ke hati aku. Sebagai lelaki pertama yg dapet predikat 'pacar' dalam kamus besar hidup aku.
Makan tuh semua janji kamu, kata kata bohong kamu.
Have fun with Anya.

Ku kirim pesan panjang lebar penuh emosi itu padanya. Lalu ku lemparkan begitu saja ponselku ke atas meja belajar.
Kesal. Marah. Benci. Aaaaarrrggghhh.. Dasar Asya kurang ajar.
Aku merasa sangat lelah, ku rebahkan tubuhku di atas ranjang. Dan sepertinya aku mulai pergi ke alam mimpi.

Saat aku bangun, jam dinding sudah menunjukan jam setengah lima sore.
Ku kucek mataku, dan aku merasakan ada yg bernyanyi di dalam perutku. Oohh,, cacing cacing di perutku mulai menabuh gendangnya, pertanda bahwa mereka butuh makanan.
Dengan malas aku melangkah ke dapur.
Ku buka kulkas dan ku teguk sebotol air mineral. Sensasi dinginnya lumayan menyegarkan mataku.
Aku mulai memasak untuk diriku sendiri.
Yaaahh,, beginilah aku. Semenjak mamah dan papah pindah ke kota tetangga, aku sendirian di rumah.
Mengurus semua keperluanku sendiri, karena itu konsekuensi yang harus aku jalani saat aku memutuskan untuk tetap tinggal disini dan bersekolah di tempat yg sama.
Dan semua itu lagi lagi karena Asya.
Mengingat hal itu, aku jadi penasaran dengan jawaban atas SMS yang ku kirim tadi siang.
Sambil menunggu tumis udang yang ku buat matang, aku kembali ke kamar dan mengambil ponselku.
Oh My God..
Tak ada balasan sama sekali.
Persetan dengan Asya. Lelaki itu memang benar benar harus di buang dari kehidupan masa remajaku.
Semua rasa kesal dan marahku tak di hiraukan sama sekali.
Ku taruh kembali hp ku di atas meja, dan kembali ke dapur untuk mengangkat masakanku.

Malam minggu kali ini akan menjadi malam minggu paling membosankan.
Jadi ku putuskan untuk mencari beberapa koleksi DVD.
Yup.. Malam ini aku akan menonton sederetan film kartun favoritku. Doraemon.
Hahaha.. Lucu mungkin, di usiaku yang sudah hampir 17 tahun ini, aku masih sangat tertarik dengan film anak anak.
Tapi, ya memang begitulah adanya.

Waktu berlalu begitu cepatnya.
Sudah beberapa kaset aku ganti.
Tapi, tetap saja rasanya BT.
Gerimis yang semakin deras memaksa kakiku untuk menengok jemuran di teras samping.
Aku menekan rombol pause pada remote di pangkuanku.
Ku taruh setoples kacang bawang yang sedari tadi ku peluk di atas meja. Kacang kesukaan Asya.
Ah, semuanya selalu tentang dia.

Aku melangkahkan kakiku selebar mungkin ke pintu depan karena suara hujan yang mulai semakin deras.
Begitu pintu terbuka, aku sangat terkejut.
Asya ada disana. Dengan jaket hitam yang basah kuyup, juga setangkai mawar di tangannya.
Hatiku terenyuh melihatnya. Namun segera ku palingkan wajahku ke arah tujuanku semula. Jemuran.
Tanpa sepatah katapun aku berlalu dari hadapan Asya, ku keraskan hatiku untuk tidak kembali terbujuk oleh tingkah sok romantisnya.
Setelah mengangkat jemuran, aku kembali menuju pintu rumahku.
Asya sudah duduk di bangku teras tanpa ku persilahkan.
Shiiit.. Pintunya terkunci.
Aku menghela nafas panjang dan mulai angkat bicara.
"Apa sih mau kamu?" ucapku tanpa menoleh.
"Maaf" jawab Asya lemah.
"Berkali kali aku maafin kamu Asya, bukan cuma 1 atau 2 kali kamu kaya gitu ke aku. Aku rasa semuanya udh ga baik baik aja. Setelah Anya ada di antara kita, aku ga lebih dari sekedar status" sebisa mungkin ku tahan air mataku agar tak kembali jatuh.
"Ok.. Fine.. Aku salah. Aku lebih sering sama Anya di banding kamu. Tapi aku udh bilang kalo aku sama dia itu just a friend. Ga lebih. Aku ga ada rasa sama dia" Asya menyerahkan kunci pintu rumahku yang sedari tadi di genggamnya.
"Well.. Kamu ga ada rasa. Tapi apa kamu tau Anya itu juga sama kaya kamu? Fikir Asya. Semua orang juga tau kalo Anya itu suka sama kamu." Aku mendorong pintu setelah berhasil membuka kuncinya, dan langsung masuk ke kamarku. Meletakan jemuran tadi ke atas kasurku.
Aku berbalik badan.
Oh Tuhan, aku terkejut saat mendapati Asya ada tepat di hadapan ku.
Tangannya yang dingin menyentuh tanganku. Wajahnya semakin mendekat ke arahku.
Otak ku mulai berfikir kemana mana. Segala kemungkinan terburuk bisa terjadi sekarang. Aku dan Asya ada di ruangan yg sama tanpa ada orang lain.
Rasa takut mulai merayapi hatiku. Semua pemikiran negatif muncul di otak ku.
"Hhmm, Asya kamu basah kuyup. Jadi aku ga mau kamar aku becek gara gara kamu. Lebih baik kamu keluar sekarang. Ok?" akhirnya kalimat itu meluncur dengan lancar dari bibirku. Kutarik tanganku dan secepat mungkin keluar dari kamar.

Ku ambil satu set pakaian ganti untuk Asya dari lemari papah.
"Nih cepet ganti" ku serahkan pakaian itu pada Asya yg masih mematung di depan pintu kamar mandi.
Aku kembali duduk di depan tv.
"Apapun yang kamu ucapin sebagai pembelaan, ga akan aku denger Sya." ucapku saat Asya sudah duduk di sampingku.
"Kasih aku kesempatan Fen" jawab Asya.
"Kesempatan itu ada kalo kamu bisa bedain siapa aku dan siapa Anya" aku tetap mengarahkan padanganku pada layar tv.
Asya mengambil remote dan menekan tombol power. Seketika layar di hadapanku berubah menjadi satu warna, hitam.
"Tolong liat aku kalo aku lagi ngomong , Fen." suara Asya berubah menjadi lebih tegas.
Aku menoleh ke arahnya.
"Hati bukan tempat untuk bermain, cinta bukan sebuah tameng dari kepalsuan. Aku juga bukan layang layang yang kamu mainkan sesuka hati kamu" ucapku dengan nada sedikit bergetar.
"Aku sayang kamu" Jawab Asya sambil menggenggam jari jariku.
"Kita ga lagi main drama Sya, jangan harap dengan sikap kamu kaya gini aku bisa luluh, ga akan." sahutku melepas genggaman Asya.
"Ok kalo gitu Fen. Kalo kamu belum maafin aku, aku ga akan pulang" ancamnya.
"Come on Asya, jangan bikin gosip deh" aku mulai kesal dengan tingkah kekanak-anakan Asya.
"Terserah" Asya melipat tangannya di depan dada, dia memalingkan wajahnya.
"Ok. Aku maafin" aku tak punya pilihan lain. "Tuh rapihin foto foto dalem kardus" lanjutku sambil menunjuk sebuah kardus di sudut ruangan.
"Foto kita?" tanya Asya polos.
"Iya lah.. Kamu fikir foto monyet?" aku bangun dan menuju kamar.
"Siiap tuan putri" Asya menghela nafas panjang dan mulai mengekor di belakangku.

Ketika Cinta Berkata LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang