Ingatan Terakhir

40 1 0
                                    

Kubuka perlahan kedua kelopak mataku.
Sinar yang sedikit menyilaukan pandanganku memberikan sedikit rasa sakit di bola mataku.

Aku menoleh ke kanan dan ke kiri.
Semuanya serba putih dan terdapat banyak selang yang menempel pada lenganku.

Dimana aku?
Rumah Sakit. Aku menyadari keberadaanku saat aku melihat semua benda yang ada di ruangan ini tentulah alat alat rumah sakit.

Ku lirik jam di ujung kanan dinding.
Jam 2, yang tak ku tahu siang atau malam.

Kepalaku terasa sangat pening.
Ku raba, perban.
Apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa kepalaku di perban dan aku ada disini?
Ku coba untuk mengingat semuanya.
Tapi aku sama sekali tak bisa mengingatnya.

Aku sendirian di ruangan rumah sakit ini.
Tak ada Mamah ataupun Papah.
Juga tak ada sahabatku Leila, dan yang terakhir ku ingat.
Dimana Asya? kekasihku.

Pintu terbuka, seorang lelaki berbadan tegap dan berwajah tampan dengan rambut jambriknya memasuki ruangan.

"Fenita. Kamu udah sadar sayang?" lelaki itu mendekapku erat dan penuh kebahagiaan.

Aku masih kebingungan.
Siapa lelaki ini? aku sama sekali tak mengenalnya.
Aku ingin meronta, tapi tubuhku masih terasa sangat lemas.
Mulutku ternganga dan dengan susah payah ku coba untuk mengeluarkan suara.

"Lepasin aku" suaraku terdengar sangat lemah.

"Kamu masih marah sama aku Fen?" lelaki itu kini duduk di kursi di sampingku, dia masih menatapku lekat - lekat.

Marah? Mengenalnya saja tidak. Apalagi untuk marah. Sebenarnya siapa dia?
Dia mengenalku, tapi aku tak mengenalnya.
Apakah dia saudara jauhku?

"Mamah sama Papah mana?" aku bertanya dengan penuh kebingungan, mataku mulai mencari cari celah untuk bisa melihat ke balik punggung lelaki itu.

Yang ku tanyai hanya diam saja. Wajahnya terlihat sendu dan sedikit pucat.
Bibirnya bergerak tanpa ada bunyi yang keluar dari mulutnya.

"Mereka ga disini, Fen." setetes air mata mengalir dari sudut matanya.

"Kamu kenapa nangis?" aku semakin tak mengerti.

Dia tak menjawab. Wajahnya tertunduk dan ku dengar suara tangisannya.

Seorang dokter dengan dua orang perawat memasuki ruanganku.

"Selamat sore Fenita, apa kabar? gimana rasanya? udah baikan?" dengan ramah dokter berparas cantik itu bertanya padaku.

Aku tersenyum dan mengangguk perlahan.
Lelaki di sampingku berdiri dan bersalaman dengan dokter itu.
Dia melangkah mundur dan membiarkan dokter serta kedua perawatnya mendekatiku.

Perawat mulai mengecek kondisi tubuhku.
Dokter itu menganggukan kepalanya perlahan melihat hasil pengecekan ku.

"Bagus semua ya hasilnya. Kepalanya masih terasa pening ga?" dokter itu melempar senyum bagai bidadari padaku.

"Sedikit dokter" aku menjawab parau.

"Ok, nanti sebentar lagi rasa peningnya akan hilang. Istirahat lagi ya Fenita." dokter mengangguk pada lelaki yang tak ku kenal itu, lalu meninggalkan ruanganku.

"Kamu siapa?" aku tak bisa menahan rasa penasaranku lebih lama lagi.

"Kam.. Kam.. Kamu ga inget sama aku?" lelaki itu terbata bata menjawab pertanyaanku.

Aku menggelengkan kepalaku perlahan.
Otakku masih mencoba untuk mengingat dan mengenalinya.

"Ini aku, pacar kamu Fen." lelaki itu kembali duduk dan menggengam tanganku.

Ketika Cinta Berkata LainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang